Predikat Zona Integritas WBK BPPD Sidoarjo Terancam Dicabut

Banner di pos jaga Kantor BPPD Kabupaten Sidoarjo yang menerangkan bahwa BPPD Sidoarjo sebagai kawasan WBK. [alikusyanto]

Akibat Terjadinya Operasi Tangkap Tangan KPK

Sidoarjo, Bhirawa
Predikat Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) yang diterima Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, terancam dicabut oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB).

Hal ini buntut terjadinya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di BPPD Sidoarjo, terkait dugaan pemotongan insentif pajak dan retribusi bagi ASN.

Saat ini, KPK telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo berinisial SW, sebagai tersangka pemotongan insentif ASN dengan total Rp2,7 miliar. KPK juga segera memanggil Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Dikutip dari laman www.menpan.go.id, Kementerian PAN dan RB akan mencabut predikat wilayah bebas korupsi (WBK) bagi unit/satuan kerja yang mendapatkan predikat WBK/WBBM, namun yang dilapangan tidak memenuhi kriteria menuju WBK/WBBM.

Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PAN dan RB, Erwan Agus Purwanto, seperti dikutip dari www.menpan.go.id menyatakan, telah mencabut Predikat WBK pada Pengadilan Negeri Surabaya yang diberikan pada 2019, dan dicabut sejak 3 Februari 2022 lalu.

Pencabutan ini dilatarbelakangi oleh ditetapkannya hakim dan panitera pengganti Pengadilan Negeri Surabaya, sebagai tersangka kasus penyuapan.

Kemudian, Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta juga kehilangan predikat WBK sejak 14 Juni 2022 lalu, karena ditetapkannya Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan sebagai tersangka kasus penyuapan oleh KPK. Unit kerja ini mendapat predikat WBK pada 2014 lalu.

Predikat WBK Kepolisian Resor Ogan Komering Ulu Timur juga dicabut, sejak 30 Juni 2022 lalu, akibat ditetapkannya Kepala Kepolisian Resor Ogan Komering Ulu Timur sebagai terdakwa tindak pidana gratifikasi dan pemerasan, atas proyek pembangunan infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin. Kepolisian Resor Ogan Komering Ulu Timur menyandang WBK sejak 2020.

Tidak hanya dilakukan pencabutan predikat, Kementerian PAN dan RB, juga melarang unit/satuan kerja atau kawasan tersebut diajukan lagi untuk mendapatkan predikat menuju WBK selama dua tahun setelah penetapan pencabutan diterbitkan.

Hal ini sesuai dengan poin C Bab IV yang termaktub dalam Peraturan Menteri PANRB No 90/2021 tentang Pembangunan dan Evaluasi Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Instansi Pemerintah terkait Pencabutan Predikat WBK/WBBM.

Kementerian PANRB mengimbau kepada seluruh unit/satuan kerja atau kawasan yang dicabut predikatnya untuk segera melakukan perbaikan pada sistem pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pimpinan unit/satuan kerja atau kawasan juga harus meningkatkan pengawasan terhadap integritas aparatur di wilayahnya.

Data dari Bagian Organisasi Pemkab Sidoarjo, BPPD Kabupaten Sidoarjo sudah mengantongi predikat ZI WBK pada tahun 2022 lalu. Saat ini OPD yang sudah mengantongi ZI WBK di Kabupaten Sidoarjo diantaranya adalah BKD, Dispendukcapil, BPPD, Kecamatan Taman dan Dinas Penanaman Modal/PTSP. Sedangkan yang mengantongi predikat ZI /WBBM adalah Kecamatan Sukodono dan RSUD Sidoarjo.

Sementara itu, dilansir dari Antara, Penyidik KPK telah menetapkan tersangka dan menahan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo bernama Siska Wati (SW), dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.

“Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka SW untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 26 Januari 2024 sampai dengan 14 Februari 2024 di Rutan. Cabang KPK,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Ghufron menerangkan penetapan tersangka terhadap Siska Wati berawal dari laporan masyarakat soal dugaan korupsi berupa pemotongan insentif dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.

Laporan tersebut kemudian dipelajari oleh tim KPK dan pada Kamis (25/1) diperoleh informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai pada SW. Atas dasar informasi tersebut, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 10 orang di wilayah Kabupaten Sidoarjo.

Dalam OTT tersebut ini diamankan uang tunai ini sejumlah sekitar Rp69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang sejumlah sekitar Rp2,7 miliar di tahun 2023. Para pihak tersebut berikut barang buktinya kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan hingga akhirnya dilakukan penetapan status tersangka terhadap Siska Wati.

Ghufron menerangkan kasus tersebut berawal pada tahun 2023. Saat itu besaran pendapatan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo mencapai Rp1,3 triliun dan atas perolehan tersebut ASN yang bertugas di BPPD akan mendapatkan dana insentif.

Namun Siska Wati selaku Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD sekaligus bendahara secara sepihak melakukan pemotongan dana insentif dari para ASN tersebut. Pemotongan dan penerimaan dari dana insentif dimaksud diantaranya untuk kebutuhan Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo.

Permintaan potongan dana insentif ini disampaikan secara lisan oleh SW pada para ASN di beberapa kesempatan dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi diantaranya melalui percakapan WhatsApp.

Besaran potongan yang dikenakan mencapai 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima. Penyerahan uang tersebut dilakukan secara tunai dan dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk yang berada di bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.

Khusus di tahun 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar. Sebagai bukti permulaan awal, besaran uang Rp69,9 juta yang diterima SW akan. dijadikan pintu masuk untuk penelusuran dan pendalaman lebih lanjut.

Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. [kus.iib]

Tags: