Prihatin, FPKS Minta Pemerintah Proteksi Warung dan Pasar Tradisional

pasar-modern-dan-tradisionalDPRD Jatim, Bhirawa
Dominasi pasar modern belakangan ini sudah sangat meresahkan masyarakat, terutama pelaku pasar tradisional dan warung kelontong. Pasalnya, pasar modern seperti super market dan mini market itu sudah masuk ke wilayah pemukiman penduduk, sehingga mengancam kelangsungan hidup warung dan pasar tradisional.
Keresahan itu juga ditangkap Ketua Fraksi PKS DPRD Jatim, Yusuf Rohana, bahkan dinilai ekspansi pasar modern ke wilayah permukiman bisa membunuh perekonomian masyarakat, terutama bagi pelaku pasar tradisional. Karena itu, pihaknya mendorong pemerintah membatasi keberadaan pasar modern.
”Pemerintah harus membatasi keberadaan pasar modern. Kalau dibiarkan pasar modern bertarung dengan pasar tradisional sudah pasti pasar tradisional akan kalah. Itu lah pentingnya peran pemerintah untuk melindungi kepentingan masyarakat bawah,” tutur Yusuf, Senin (26/12).
Anggota Komisi B ini mengingatkan hadirnya pasar modern memang menaikkan pertumbuhan, tapi pertumbuhan tak boleh mengabaikan rasa keadilan. Karena itu, sistem pasar tak boleh dilepas, tetap harus ada pembatasan untuk memproteksi yang lemah dan kecil agar tidak mati.
Anggota dewan asal daerah pemilihan Jatim VIII ini prihatin dengan warung rumahan yang semakin terancam keberadaan. Sebab ekspansi mini market sudah sampai ke pedesaan yang jaraknya tak jauh dari warung dan pasar tradisional. Karena itu dibutuhkan keberpihakan dari kepala daerah untuk melindungi pelaku ekonomi kelas UMKM.
”Jatim sudah punya perda tentang perlindungan pasar tardisional, namun ini sifatnya hanya memayungi. Sebab otoritas ada di Kabupaten/Kota, sehingga perlu ada keberpihakan dari kepala daerah seperti yang dilakukan Pemkot Blitar,” imbuh kandidat calon Wali Kota Madiun ini.
Politisi senior PKS ini juga mengingatkan pemerintah harus jeli mengamati perkembangan pasar modern yang semakin massif. Ia mencontohkan, mini market yang ada di permukiman tidak lagi berfungsi sebagai retailer atau menjual produk milik pihak pertama. Sebab, belakangan mini market juga sudah menjual produk sendiri, sehingga mereka sudah menjadi penjual langsung atau direct selling. Bahkan belakangan mereka juga menyediakan jasa antar dengan nominal belanja tertentu.
Selain itu, pemilik mini market juga melakukan diversifikasi usaha dengan menyediakan mie instant dan kopi yang bisa dinikmati di areal mini market dengan menyediakan kursi dan meja. Fakta ini jelas sudah mengarah ke bisnis kafe atau restoran yang ijinnya berbeda dengan mini market. Karena Pemkab dan Pemkot harus memeriksa izin mereka.
”’Pemerintah setempat harus jeli, itu selain pelanggaran izin juga potensi pendapatan. Sebab harus ada pajak yang harus mereka bayar kalau membuka usaha sejenis kafe atau restoran. Jangan sampai potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) bocor sia-sia,” pungkas Yusuf. [cty]

Tags: