Puasa Ibarat Rem

Drs H Choirul Anam Djabar

Drs H Choirul Anam Djabar

 

Telah sering kita dengar tentang apa makna atau hikmah di balik ibadah puasa di bulan Ramadan. Namun kali ini kami ingin menjelaskan dengan bahasa yang sederhana. Mengapa makna atau hikmah ini perlu terus- menerus disampaikan?
Karena salah faktor kegagalan seseorang beribadah, adalah dia tidak paham makna dari ibadah yang dia kerjakan. Puasa misalnya, dia pikir hanya menahan lapar dan haus. Salat hanya sekadar sujud ruku begitu saja, sehingga sikapnya kehidupannya tidak selaras dengan ibadah yang baru saja dia kerjakan, karena tidak mengerti apa maksud ibadah yang dilakukan.

Agar Ramadan kali ini lebih bermakna, kita mendapatkan ampunan dari Allah, kita mendapatkan pembebasan dari siksa api neraka, kita harus tahu makna di balik ibadah tersebut. Sebagai contoh saja, salah satu makna dari puasa Ramadan adalah Allah ingin mengajarkan kita bahwa dalam hidup itu kita harus ada rem, tidak bisa gas terus.

Kita harus injak rem ketika ada maksiat di depan kita, ketika ada hal yang haram di hadapan kita, ketika hawa nafsu kita bergelora dan meledak-ledak di dalam hati kita, injak rem. Itu yang dilatih oleh Allah SWT. Oleh karena itu dalam dua belas bulan Allah meminta kita menahan nafsu makan kita, menahan minum kita, dan menahan nafsu syahwat kita.
Oleh karena itu, Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadist yang artinya, inti puasa itu bukan tidak makan dan tidak minum, namun inti puasa kita menahan dari hal-hal yang sia-sia dan bermaksiat kepada Allãh. Jika kita menginginkan bahagia di dunia dan di akhirat, maka kita harus memainkan rem (menahan), tidak boleh gas terus.

Ibarat mobil, mobil sport sekalipun, dan harganya miliaran rupiah, mesti memiki rem. Bila kita memiliki mobil tanpa rem, kira-kira kita terharu atau protes? Tentu protes kenapa tidak ada remnya. Jadi kita paham, rem itu penting. Ketika kanvas rem kita bermasalah, maka kita akan servis.

Demikian pula dalam hidup ini, kita butuh rem. Ibarat mobil, walaupun perjalanan hanya satu atau dua jam saja kita membutuhkan rem. Begitu juga, bila kita ingin surga, tetapi tanpa rem, tidak mungkin, mustahil. Harus rem (menahan) ketika ada maksiat, tidak boleh gas terus, harus rem.

Tanpa rem, kita tidak akan bahagia, kita akan sengsara. Karena ketika kendaraan kita remnya blong, sementara kecepatan terus melaju, kita akan panik, kita bukan senang tetapi kita akan panik. Begitu juga dalam hidup, ketika rem kita blong, hidup kita tidak akan bahagia, kita akan galau dan galau. Karena maksiat kita tabrak.

Rem memang terkesan tidak enak. Sebagai contoh, ketika kita sedang di depan traffic light, lampunya kuning, maka kita injak gas, bukan rem. Tidak ada yang suka menginjak rem, semua ingin gas dan gas. Itu fitrah, sama dalam hidup ini memang tidak enak ngerem (menahan).

Dalam hal ini Nabi bersabda: “Neraka itu dikelilingi dengan hal-hal yang cocok dengan syahwat”. Memang yang haram itu kelihatan enak-enak semua, tidak ada yang tidak enak, tetapi kita harus tetap ngerem (menahan). Kita tidak akan bahagia, jika terus menuruti hawa nafsu. Itulah yang diajarkan puasa.*

Oleh: Drs H Choirul Anam Djabar
Ketua Jam’iyah Tilawatil Quran Provinsi Jatim

Rate this article!
Puasa Ibarat Rem,5 / 5 ( 1votes )
Tags: