Ramadan, Omset Produk Olahan Salak di Jombang Meningkat Pesat

Sirup Salak, salah satu produk olahan Salak ‘Kunara’ yang berada di Desa Kedungrejo, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Rabu (20/03). [arif yulianto]

Jombang, Bhirawa
Bulan Ramadan 1445 H/2024 ini menjadi berkah tersendiri bagi pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) olahan Salak ‘Kunara’ yang berada di Desa Kedungrejo, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang. Omsetnya meningkat pesat sehingga panen keuntungan.

Sejumlah karyawan tampak sedang beraktifitas, Rabu (20/03). Seorang lelaki menurunkan tiga karung berisi buah Salak dari kendaraan roda tiga. Beberapa perempuan juga menyiapkan alat khusus berbentuk tabung silinder. Sementara, perempuan lainnya ada yang melakukan pengepakan keripik Salak. Ada juga yang mengemas jenang Salak untuk dikirim kepada pemesan.

Salak yang diturunkan dari kendaraan tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat khusus berbentuk tabung. Begitu Salak masuk, tabung yang menyerupai drum langsung berputar. Buah Salak yang ada di dalamnya saling bergesekan hingga kulitnya terkelupas. Buah lantas mengalir dari wadah tersebut dalam kondisi terkupas.

Karyawan perempuan yang menunggui dengan cekatan memisahkan biji, kulit, serta daging Salak. Bahan-bahan itulah yang hendak diolah menjadi aneka makanan dan minuman.

Daging buah Salak dikukus. Air kukusan dijadikan sirup buah. Sedangkan dagingnya diolah menjadi jenang atau dodol.

Sementara kulit Salak diolah menjadi teh dan biji Salak disangrai untuk digiling menjadi kopi. Sehingga tidak ada limbah yang terbuang dalam pengolahan tersebut.

Pemilik ‘Kunara’, Kuswartono menjelaskan, pada Ramadan tahun ini, permintaan paling banyak dari konsumen yakni sirup Salak.

“Disusul jenang Salak, kopi Salak, keripik Salak, serta teh kulit Salak,” jelas Kuswartono.

Kuswartono menerangkan, proses pembuatan sirup Salak. Yakni, air yang merupakan hasil pengkukusan buah Salak tersebut dikemas dalam botol cantik. Tahap terakhir, sirup dalam botol itu dipanaskan menggunakan air di atas kompor.

Proses tersebut menurut Kuswartono adalah pasteurisasi.

“Yakni proses pemanasan makanan atau minuman dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, protozoa, kapang, dan khamir. Juga proses untuk memperlambatkan pertumbuhan mikroba pada makanan dan minuman,” beber Kuswartono.

Dengan proses tersebut, sirup Salak ‘Kunara’ tidak lagi menggunakan bahan pengawet kimia, sehingga lebih higienis dan menyehatkan ketika dikonsumsi. Pengawetan dengan model pasteurisasi ini bisa mengawetkan minuman hingga satu tahun.

Setelah proses pasterisasi, botol sirup tersebut kemudian dipasangi label. Salah satu karyawati bernama Dwi memasang dengan telaten satu per satu label tersebut di permukaan samping botol yang berukuran 1,5 liter. Setelahnya, sirup Salak dikemas dalam kardus warna coklat.

“Ini sudah siap dikirim kepada pemesan. Minuman ini cocok itu berbuka puasa dan sajian saat Idulfitri. Segar, higienis dan menyehatkan. Karena kaya vitamin,” tutur Kuswartono.

Menurut Kuswartono, sirup buah Salak produksinya berbeda dengan sirup produksi pabrikan. Pengolahannya sirup salak Kunara dilakukan secara tradisional dan alamiah serta tidak menggunakan penguat rasa, tanpa pewarna dan tanpa pengawet.

Kuswartono menguraikan, dalam satu bulan pihaknya menghabiskan 1 ton Salak. Dikatakannya, dirinya sengaja memproduksi aneka olahan berbahan buah Salak karena Desa Kedungrejo selama ini dikenal sebagai penghasil Salak.

Upaya yang dilakukan Kuswartono berbuah manis. Jenang salak, keripik Salak, kopi biji Salak, serta sirup Salak laris di pasaran. Namun untuk Ramadan tahun ini, yang menjadi primadona adalah sirup.

“Awal Ramadan hingga sekarang sudah terjual 600 botol,” ucapnya. Kuswartono menambahkan, omzet selama Ramadan telah mencapai angka Rp300 juta untuk semua produk. Dari jumlah itu, sirup mendominasi 25 persen atau sekitar Rp100 juta.

“Kalau hari biasa kecil. Omzet tidak ada separuhnya. Harga sirup di konsumen akhir Rp 25 ribu/botol,” pungkasnya.[rif.why]

Tags: