Razia Orang Gila, Polda Jatim Gandeng Dinsos dan TNI

Kombes Pol Frans Barung Mangera [abednego/bhirawa]

Polda Jatim, Bhirawa
Maraknya kasus penganiayaan dan pengrusakan tempat ibadah di sejumlah wilayah Jatim yang diduga dilakukan orang gila, menggugah Polda Jatim untuk bekerjasama dengan Dinas Sosial (Dinsos) hingga tingkat kabupaten/kota untuk semakin intensif menggelar razia terhadap keberadaan orang dengan gangguan jiwa atau orang gila yang berkeliaran di jalanan.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera mengatakan, pada Rapat Pimpinan (Rapim) di Kodam V Brawijaya, Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin menyikapi terkait maraknya orang gila yang diduga melakukan aksi pengrusakan di sejumlah wilayah di Jatim. Disaksikan Danrem, Dandim dan Pangdam V Brawijaya, Kapolda mengajak semua untuk mengatasi hal ini.
“Kami bekerjasama dengan Dinas Sosial masing-masing kabupaten untuk melakukan razia terhadap orang-orang gila yang berkeliaran di jalanan,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera, Selasa (20/2).
Tak hanya itu, lanjut Barung, kepolisian juga bekerjasama dengan TNI terkait pengamanan terhadap simbol-simbol agama maupun tokoh-tokoh agama. Koordinasi ini dilakukan dengan Korem maupun Kodim-kodim di wilayah Jatim.
Barung menegaskan, adanya dua kasus yang terjadi di Tuban dan Lamongan bukanlan kasus penyerangan. Pihaknya juga mengimbau kepada media untuk memberikan informasi yang sifatnya tidak membesar-besarkan isu yang biasa menjadi luar biasa. Sebab isu yang dibentuk sekarang ini akan mempengaruhi dan menjadi konsumsi publik.
“Tidak ada isu penyerangan, tidak ada penganiayaan. Yang ada adalah insiden yang terlalu dibesar-besarkan. Sekadar diketahui, terminologi penyerangan, yakni seseorang atau kelompok yang datang kepada tempat tertentu untuk melakukan pengrusakan dan penganiayaan dan sebagainya,” tegasnya.
Diceritakannya, kasus di Tuban hanyalah orang yang ingin berobat kepada salah satu Gus. Karena pelaku sering berobat tapi menunggu dari pagi sampai semalam tidak dilayani sampai pagi, hasilnya dia emosi dan merusak tempat sekitar.
“Kasus Tuban adalah kasus yang paling betul-betul jelas sekali. Bahwa itu bukan penyerangan, melainkan seseorang ingin berobat karena mengalami gangguan jiwa, tapi menunggu lama hingga emosi,” paparnya.
Barung menambahkan, sedangkan kejadian di Lamongan adalah seseorang yang diminta menyingkir dari tempat ibadah, namun yang bersangkutan marah, dan mengejar kiai tersebut. “Tidak ada penganiayaan. Yang ada hanyalah insiden yang sengaja dibesarkan. Kiai sendiri sudah menyatakan hal itu,” tambahnya.
Menyikapi permasalahan dan kejadian itu, Barung mengaku, polisi tidak mau underestimate dengan kejadian tersebut. “Polda Jatim juga berharap, media tidak melakukan pembentukan opini atas kasus ini. Karena peristiwa-peristiwa ini sengaja dibuat dan sengaja mengusik ketentraman Jatim,” pungkasnya. [bed]

Tags: