Rencana Bentuk Pansus Gula

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Menyikapi masalah rencana penutupan beberapa pabrik gula dibawah pengelolaan PTPN 11, rencana Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI akan membentuk panitia khusus (pansus) gula untuk mencarikan jalan penyelesaian terhadap masalah yang dampaknya berujung pada perekonomian Jawa Timur.
Wakil Ketua Komite II DPD RI Ahmad Nawardi mengatakan, permasalahan rencana penutupan gula ini harus mendapatkan perhatian yang serius. Disisi lain, masyarakat petani tebu juga membutuhkan pabrik gula, sedangkan manajemen pabrik gula berencana menutup pabrik gula tersebut.
“Dalam waktu dekat saya akan menemui PTPN sekali pemilik pabrik gula, dan ingin tahu latar belakangnya dan alasannya. Setelah itu, menemui petani tebu. Jika para petani tidak menginginkan pabrik ditutup, maka kami akan sepakat,” katanya.
Dikatakannya, pihaknya sudah mengajukan pansus gula setelah reses sekitar April maka pansus gula akan disahkan. Pansus itu diantaranya mengkaji turun ke lapangan terkait pengelolaan pabrik gula tersebut.
“Mungkin bulan depan diparipurnakan pansus gula. Saya yakin pabrik gula hilang dan ditutupĀ  maka jumlah petani tebu serta luasan lahan akan semakin berkurang. Selain itu, bagi petani tebu yang masih berproduksi akan menelan biaya tinggi dikarenakan transportasi yang jauh,” katanya.
Sebelumnya Pemprov Jatim juga belum juga menyetujui rencana penutupan gula di Jatim yang dikhawatirkan akan membawa gejolak bagi perekomian dan sosial. Jika dianalisas, sebenarnya penutupan ke sembilan PG yang akan dilakukan PTPN XI (enam PG) dan PTPN 10 (tiga PG) akan membawa gejolak ekonomi.
Jika dihitung, perhektar dan rendemannya, maka bisa kehilangan gula sampai dengan 120 ribu ton atau 10 persen dari produksi selama ini di Jatim sebanyak 1,2 juta ton. Begitupula dengan alasan dialihkannya produksi tebu ke PG yang tidak ditutup, lanjutnya, kenyataannya jika PG ditutup maka tanaman tebu dan produksi gula banyak berkurang dan hilang.
Ketika 1996 dua PG tutup, maka yang terjadi pada tahun 1996 yang produksinya mencapai 1.035 juta ton. Selanjutnya pada tahun 1997 turun menjadi 981 ribu ton. Kemudian tahun 1998 juga turun produksinya menjadi 685 ribu ton, dan tahun 1999 turun lagi menjadi 657 ribu ton.
Belum lagi, lanjutnya, kerugian bagi masyarakat Jatim yang kehilangan 120 ribu ton gula kali Rp 10 ribu maka Rp 1,2 triliun. Selain itu juga terkait tenaga kerja, kalau pabrik gula ada 700 orang lalu dikalikan 9 PG jadi 6.300 orang sampai 7000 orang akan kehilangan pekerjaan itu dipabrik. Kemudian, petani tebu sendiri bisa mencapai 24 ribu orang yang menggantungkan pada tanaman tebu. Inilah efek sosial, tenaga kerja, dan ekonomi di Jatim. [rac]

Rate this article!
Tags: