Ribuan Nelayan Demo Tuntut Legalkan Cantrang

Para nelayan saat melakukan aksi penolakan larang penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang di Kabupaten Tuban.

Lamongan, Bhirawa
Pemberlakukan Permen Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat-alat tangkap ikan pukat tarik (cantrang) untuk melaut yang diterapkan tahun ini menuai protes. Ribuan nelayan dari beberapa kabupaten/kota di Jatim melakukan aksi demo dan menuntut agar Presiden Joko Widodo melegalkan penggunaan cantrang.
Aksi protes itu dilakukan oleh para nelayan dari Tuban, Lamongan, Probolinggo dan beberapa daerah lainnya. Bahkan Jalur pantura Lamongan di padati oleh ribuan nelayan Paciran, Kabupaten Lamongan yang mengatasnamakan Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) dengan tuntutan kepada Presiden RI untuk melegalkan cantrang secara nasional.
Para nelayan menolak keras kebijakan Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan terkait pelarangan alat tangkap cantrang dan payang yang diterapkan tahun ini. “Pemerintah itu tidak tau bagaimana cara kerja alat cantrang dan payang, jadi kok main larang larang saja. Padahal alat ini tidak sampai merusak ekosistem laut,” Kata Koordinator Aksi nelayan,Agus Mulyono, Senin (8/1).
Sementara itu nelayan Kota Probolinggo memilih untuk mengandangkan 100 kapal cantrang yang sudah tidak diperbolehkan lagi melaut mulai 1 Januri 2018. Para nelayan mengaku keberatan dengan aturan tersebut. “Saya kira cantrang tidak berdampak kepada rusaknya terumbu karang, dan ekosistem di dasar laut,” kata Ketua Paguyuban Nelayan Mayangan Kota Probolinggo, H Hambali.
Hamzah salah satu nelayan juga mengeluhkan kondisi ini. Sebab selama ini dirinya mengandalkan pendapatan ekonominya dari hasil melaut menggunakan cantrang. “Nelayan kehilangan pendapatannya dari hasil melaut, dan dibunuh pekerjaannya secara tidak langsung oleh peraturan tersebut,” terangnya.
Sejak 1 Januari 2018, kapal nelayan yang menggunakan pukat harimau atau cantrang tak diizinkan untuk berlayar. Karenanya, sejumlah nelayan mengaku takut berlayar. Sehingga, tak punya pemasukan dan harus berutang.
Sejumlah kapal jonggrang tertata rapi di Pelabuhan Tanjung Tembaga Kota Probolinggo. Sejumlah kapal ini sengaja sandar dan tak berlayar karena masih ada yang menggunakan cantrang atau pukat harimau.
Dampaknya jika nelayang tidak melaut, selain pasokan ikan menurun, banyak awak kapal yang tak punya pemasukan. Sehingga, mereka mengaku harus utang sana-sini untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Wabup Dukung Nelayan
Aksi yang sama juga dilakukan oleh para nelayan di Tuban, mereka sempat memblokir akses jalan Deandles selama 15 menit dan dilanjutkan di Area Tempat Pelalangan Ikan (TPI) Palang dengan membakar ban bekas.
“Kami menolak larang tersebut, karena selama hampir tujuh bulan kita tidak berangkat melaut, terus anak istri kita dikasih makan apa mas,” kata Suparto (37) , nelayan setempat.
Nelayan lain, Ahmad Rifai (50), juga mengeluhkan pelarangan tersebut, karena selama ini penghasilan yang didapatkan hanya dari cantrang saja. Saat ini kehidupan sehari-hari hanya mengandalkan dari utang di bank. “Tanggungan banyak mas, selain kebutuhan sehari-hari, juga menanggung hutang bank,” tambahnya.
Sementara itu, Pemkab Tuban mendukung upaya para nelayan melakukan aksi ke Kementerian di Jakarta. “Kita mendukung langkah dari nelayan cantrang yang menolak peraturan menteri Nomor 2 tahun 2015,” kata Wakil Bupati Tuban, Noor Nahar Hussein saat audiensi.
Ia memahami betul apa yang dirasakan warga, sebab, rata-rata nelayan di daerah tersebut mayoritas pekerjaannya adalah nelayan cantrang atau payang. Selain itu, Permen tentang pelarangan cantrang juga dianggap belum siap, karena belum ada solusi yang konkrit dari pemerintah pusat. Sekarang yang ada hanyalah penundaan dan penundaan.
“Harapannya ada solusi yang jelas dan konkrit, bukan hanya penundaan saja,” pungkasnya. [mb9,wap,hud]

Tags: