Ribuan Peserta Marathon Padati Gunung Bromo

0709-bromo marathon8Pasuruan, Bhirawa
Sebagian besar yang mengikuti Bromo Marathon International ingin menyaksikan pemandangan yang menakjubkan berupa matahari terbit (sun rise) di Gunung Bromo, Minggu (7/9) pagi.
Hanya saja, para peserta kecewa karena belum bisa menyaksikan pesona eksostis di ketinggian 2.315 dpl yang menjadi salah satu pemandangan terindah di dunia. “Tidak bisa melihat matahari terbit, karena lokasi untuk melihat sun rise itu terlalu banyak orang dipuncak penanjakan,” ujar Diana Pertiwi, warga Dago Bandung, Jawa Barat.
Lokasi yang paling strategis untuk dapat menyaksikan matahari terbit yang juga menjadi salah satu pemandangan terindah di dunia berada di puncak penanjakan di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan. Pada puncak itu telah tersedia tempat duduk dengan kapasitas sekitar 200 orang.
Namun, kapasitas tempat duduk tidak mencukupi dengan kedatangan pengunjung membuat wisatawan local maupun mancanegara saling berebut berdiri di tempat strategis, di tepi pagar pembatas. Sebagian juga, bahkan ada yang nekat dengan menuruni pagar pembatas dan berdiri di tepian jurang yang mengangga.
“Ini pertama kali saya ke Gunung Bromo dan saya datang pada Jumat (5/9) malam lalu menginap di home stay. Karena saya ingin sekali melihat matahari terbit di puncak penanjakan ternyata masih saja banyak orang berjubel pada Sabtu (6/9) dini hari, padahal saya sampai di puncak penanjakan pukul 04.00 WIB. Minggu dini hari, kembali saya datangi dan ternyata juga pengunjung makin banyak dan terpaksa balik untuk persiapan ikut lari marathon,” papar Diana Pertiwi dengan nada kecewa.
Hal yang berbeda dengan Diana Pertiwi dan ribuan wisatawan lainnya. Ia adalah Nick Lucas (28) bersama kekasihnya Deborah. Peserta dari Negara Ukraina ini justru dapat menikmati keindahan panorama yang menunjukkan keagungan Tuhan lantaran mereka datang lebih awal, 4 hari sebelumnya sudah di Bromo.
“Menakjubkan, pemandangan yang indah dan udaranya yang sejuk serta keramahtamahan penduduk warga tengger membuat saya betah disini. Di Gunung Bromo ini saya seperti hidup di surga,” kata Nick Lucas yang diartikan oleh gaetnya.
Meski demikian, berjubelnya pengunjung untuk menyaksikan matahari terbit di Gunung Bromo dapat dimaklumi. Karena, selain akhir pekan, saat itu berbarengan dengan Bromo Marathon International yang peserta membludak hingga mencapai 1.600 orang.
Tak hanya wisatawan domestik dari berbagai daerah di Indonesia saja, yang mengikuti Bromo Marathon yang kedua ini. Wisatawan mancanegara dari berbagai negara di Eropa, Amerika, Australia, Asia hingga Afrika juga tampak antusias mengikutinya.
“Berbeda dengan marathon bisasanya. Rute di Gunung Bromo ini sangat menantang sekali karena kawasan pegunungan yang naik turun. Memang lelah, tapi udara yang segar dan keindahan panoramanya sungguh berbeda dan saya menikmatinya,” kata Michael Simith dari Colorado Amerika.
Bromo Marathon International ini terdiri dari tiga kategori lomba, yakni full marathon dengan jarak 42,195 kilometer, half marathon sejauh 21,097 kilometer dan 10K.
Bupati Pasuruan, Irsyad Yusuf menyampaikan Bromo Marathon Internasional ini memberikan multi player effect bagi peningkatan perkonomian masyarakat Tengger Bromo yang berada di Kecamatan Tosari.
”Tentusaja, Bromo Marathon ini sangat memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah kunjungan pariwisata di Tosari. Termasuk juga peningkatan perekonomian warga Tengger di Tosari. Karenanya, kami meminta agar kegiatan ini dijadikan perhelatan tahunan, dengan jumlah peserta yang jauh lebih banyak dari tahun ini,” tandas Irsyad Yusuf. [hil]

Keterangan Foto : Salah seorang peserta Bromo Marathon International untuk kelas 21,097 KM terpaksa memasuki finish dengan membawa sepatuanya di tangan dan dipapah karena kakinya kram, Minggu (7/9) pagi. [hilmi husain/bhirawa]

Tags: