Salat Jumat Diselenggarakan dengan Syarat

Foto: ilustrasi

Kasus Covid-19, Surabaya Paling Tinggi
Pemprov, Bhirawa
Pelaksanaan ibadah salat jumat dan salat rawatib tetap bisa dilaksanakan umat Islam di masjid-masjid secara berjamaah. Namun, pelaksanaannya tetap harus memperhatikan upaya pencegahan penularan virus corona antar jamaah yang hadir.
Hal tersebut diungkapkan Sekretris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim Ainul Yaqin usai menggelar rapat bersama Pemprov Jatim serta beberapa elemen lainnya seperti PW Muhammadiyah, PW NU, Dewan Masjid Indonesia (DMI) serta Takmir Masjid Al Akbar Surabaya dan Masjid Al Falah Surabaya, Kamis (19/3) malam.
“Secara norma, salat Jumat itu wajib tetapi dalam kondisi keterkecualian di fatwa MUI juga sudah disebutkan, bahwa orang yang sakit tidak boleh jumatan (salat Jumat) karena dia jelas bisa menimbulkan bahaya bagi orang lain,” tutur Ainul Yaqin.
Menurut dia, dalam kondisi bahaya yang serius jumatan biasa ditiadakan di masjid. Persoalannya sekarang, bahaya itu jelas tetapi belum dapat didefinisikan seperti apa. Sehingga, yang dapat dilakukan adalah sedapat mungkin mencegah supaya tidak meluas. “Jadi solusinya adalah, bagaimana setiap orang yang akan melaksanakan salat jumat memahami bahwa dia adalah agen yang berpotensi pengedar bahaya,” kata dia.
Karena itu, setiap jamaah yang hendak melaksanakan salat di masjid diharapkan melaksnakan cuci tangan dengan sabun dan menggunakan masker. Di singgung terkait shaf, salat jamaah maupun salat Jumat tetap menggunakan shaf sesuai ketentuan. “Shafnya rapat saja bisa sampai di luar masjid jamaahnya. Apalagi kalau pakai shaf dengan jarak 1 meter,” tutur dia.
Surabaya Tertinggi
Peta sebaran kasus Covid-19 di wilayah Jatim akhirnya dibuka oleh Pemprov. Dari sembilan kasus yang telah dinyatakan positif hingga kemarin, Kamis (19/3), tujuh di antaranya berada di Surabaya dan dua lainnya di Malang. Sementara jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) telah meningkat dari 11 pada Rabu (18/3), menjadi 36. Sedangkan Orang Dalam Pemantauan (ODP) menjadi 91 kasus dari sebelumnya tercatat 29 kasus.
Secara rinci, sebaran PDP di Jatim paling tinggi di Malang delapan kasus dan Surabaya Surabaya tujuh kasus. Sementara untuk status ODP tersebar paling banyak di Surabaya 17 orang, Malang 16 orang dan Jember 16. “Satu tambahan positif berasal dari Surabaya,” Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat memberi keterangan pers di Gedung Negara Grahadi, Kamis (19/3).
Meningkatnya jumlah kasus terkait Covid-19 tersebut mendorong Pemprov Jatim lebih fokus melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dan melakukan tracing terhadap kemungkinan penyebarannya. Oleh karena itu, Pemprov Jatim memecah gugus tugas penanganan Covid-19 di Jatim menjadi tiga rumpu .
Di antaranya ialah rumpun promotif dan preventif yang dikordinatori Kalaksa BPBD Jatim, rumpun kuratif dikordinatori Dirut RSUD Dr Soetomo serta rumpun tracing oleh Kepala Dinas Kesehatan Jatim. “Tiga rumpun ini kita bentuk agar lebih fokus lagi. Kita juga disuport oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair),” tutur Gubernur Khofifah.
Gubernur Khofifah berharap, masyarakat dapat saling menjaga diri. Di antaranya dengan melakukan social distance dengan jarak minimal 1 meter. “Kita memiliki kemampuan self assesmen yang sifatnya borderless dan bisa dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Jatim,” tutur Khofifah.
Saat ini, lanjut dia, Pemprov juga menyiapkan tambahan rumah sakit rujukan dari unsur TNI, Polri dan BUMN. Totalnya, kini menjadi 62 rumah sakit rujukan atau meningkat sebanyak 18 rumah sakit. “Sebelumnya kita punya 44 rumah sakit dan sekarang menjadi 62 rumah sakit. Total bed untuk isolasi masih dihitung oleh dr Jhoni (Dirut RSUD Dr Soetomo,” kata Khofifah.
Disinggung mengenai rapid tes, Khofifah mengaku, Pemprov Jatim telah memesan sejak Sabtu lalu. Saat itu, rapid tes tersebut tengah diujicoba di dua rumah sakit di Jakarta. Rencananya akan diperbanyak.
Sementara itu, tim gugus tugas Covid-19 dr Sudarsoni mengungkapkan, perlu persamaan persepsi tentang terminologi PDP dan ODP. Klasifikasi status tersebut harus terarah untuk menentukan tindakan lebih lanjut. “PDP adalah org yang ada keluhan saluran nafas atas, batuk nyeri tenggorokan dan ada demam ditambah terlibat infeksi paru-paru atau pneumonia,” ungkap dr Sudarsono.
Selain ODP, terdapat Orang Dengan Resiko (ODR) yang merupakan orang sehat tapi beresiko dan sewaktu-waktu bisa berkembang menjadi ODP dan PDP. “PDP pasti dirawat, tapi ODP bisa dirawat atau isolasi diri di rumah,” tuturnya.
Pihaknya mengaku, sejauh ini penetapan ODP selama ini masih bersifat pasif. Mereka datang dan pelayanan kesehatan mengklasifikasikan hasil pemeriksaan. “Tambahan satu yang positif menggunakan alat bantu nafas yang itu berarti termasuk berat. Lain-lainnya belum sampai menggunakan alat itu, artinya masih dalam gradasi ringan sampai sedang,” tutur dr Sudarsono.
dr Sudarsono mengaku, kasus covid-19 sudah dapat melakukan transmisi lokal. Seperti di Surabaya, sudah ada transmisi lokal sehingga semua harus waspada dan melakukan self check. “Dengan adanya transimisi lokal sehingga semua orang harus sadar bahwa kita masuk dalam resiko. Artinya, bukan pasti terkena. Tapi self checking bisa menjadi langkah penting,” pungkas dr Sudarsono. [tam]

Tags: