Satukan Lembaga Peradilan Pemilu Agar Tak Salah Tafsir

Logo-MKJakarta, Bhirawa
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad menyatakan perlu penyatuan lembaga peradilan tentang pemilu agar tidak terjadi tumpang tindih dan multitafsir.
“Banyak lembaga peradilan yang memutus perkara pemilu sehingga dimungkinkan adanya multitafsir,” kata Muhammad saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik “Rekomendasi Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu” oleh Pusat Studi Hukum Publik di Jakarta, Senin.
Dia mengungkapkan di Indonesia banyak lembaga yang diberi kewenangan memutus perkara pemilu, yakni Mahkamah Konstitusi, Dewan kehormatan Penyelenggara Pemilu, Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Dia mencontohkan kasus pembukaan kotak suara yang dilakukan oleh KPU dalam Pemilu Presiden terjadi dua putusan berbeda antara MK dan DKPP.
“MK justru mengapresiasi pembukaan suara itu, sedangkan DKPP memberikan peringatan keras terhadap komisioner KPU,” kata Muhammad.
Untuk itu, lanjutnya, pihaknya berharap perlu ada satu lembaga peradilan yang khusus memutus perkara pemilu.
Sementara pembicara lainnya, untuk memperbaiki penyelenggaraan pemilu tidak cukup memperbaiki peraturan peraturan pemilu, namun perlu ada penyatuan enam UU yang mengatur pemilu.
Didik mengungkapkan enam UU yang mengatur pemilu ini justru membuat kekosongan hukum dan tumpang tindih serta memunculkan putusan berbeda dalam pelaksanaan pemilu.
Keenam UU yang mengatur pemilu itu adalah UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur pelaksanaan Pilkada, UU Nomor 8 tahun 2008 tentang Perubahan UU Pemda, UU Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU Pemda, UU nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, UU Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
“Hanya dengan cara itu (penyatuan UU Pemilu) kita lebih komprehensif mengatur pemilu,” kata Didik.
Dia juga lebih menekankan penyatuan UU tentang pemilu adalah UU Pemilu Legislatif dan UU Pilpres karena putusan MK yang menyatukan pelaksanaan Pemilu legislatif dan pilpres.
Hal yang sama juga diungkapkan Komisioner KPU Yuri Ardyantoro yang menyatakan beberapa peraturan yang multitafsir sehingga membuat komisioner harus memilih.
“Jadi penyelenggara pemilu harus betul-betul tidak hanya menguasai hal teknis, tetapi juga harus paham ‘orinal intens’ (dari peraturan yang ada),” kata Yuri.
Dia mengatakan bahwa pihaknya harus memahami banyaknya peraturan yang tumpang tindih, dimana satu pasal dengan pasal lain yang bertabrakan.  [ant.ira]

Tags: