Selamatkan Aksara Jawa

Imawati, S.Pd

Imawati, S.Pd
Menjadi guru tidak cukup hanya mengajar, tetapi harus pintar dan lincah, bisa membuat anak-anak didiknya semakin pandai dan berpretasi juga bisa meningkatkan kualitas dirinya. Apalagi guru Sekolah Dasar (SD), harus kreatif dan inovatif, harus multi talenta karena mengajar semua mata pelajaran yang ditambah dengan pembelajaran Muatan Lokal (Mulok).
Seperti yang dilakoni Imawati, S.Pd guru SD Al Falah Darussalam Waru, Sidoarjo ini. Karena keprhatinannya melihat aksara Jawa yang hampir punah, sudah tidak dihiraukan lagi dengan orang-orang Jawa, bahkan sudah menjadi barang langka di kalangan warga Jawa sendiri.
“Sehingga saya ingin melestarikan, atau menyelamatkannya,” ungkap Imawati.
Akibat kurang mengertinya saya soal aksara Jawa ‘ho no co ro ko’ waku sekolah dulu, jangan sampai kondisi tersebut tertular kepada anak-anak didik saya sekarang ini. Aksara Jawa ini sudah dianggap sebagai ‘momok’ oleh para siswa. Dengan dasar itulah, akhirnya, wanita kelahiran asli Sidoarjo pada 6 Juni 1987 ini harus melakukan kerja keras secara autodidik untuk memperdalam tentang aksara Jawa.
Meskipun sekolah tempatnya mengajar banyak dari anak-anak Jawa asli, tetapi Bahasa Jawa atau aksara Jawa ini sudah dianggap sangat asing. Makanya, karena kondisi mereka seperti itu, justru menjadi tantangan bagi saya. Bagaimana caranya siswa kami bisa menerima, agar tidak asing lagi. “Saya harus memutar otak bagaimana mengajarkan dengan cara mudah, dan diterima. Akhirnya kami menemukan metode Bejo (Belajar Aksara Jowo), dan karya ilmiahnya menjadi Juara Pertama tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Kemendikbud pada 2017 lalu,” jelas Alumnus STKP PGRI Sidoarjo jurusan Bahasa Inggris 2012.
Menurutnya, kalau kondisinya anak-anak sekarang tidak bisa melestarikan bahasa Jawa dan aksara Jawa, jangan salahkan anak-anaknya, salahnya bukan di mereka, tetapi gurunya sendiri, kualitas gurunya yang harus dipertanyakan. Jadi tenaga pendidiknya memang tidak mengajarkan, bagaimana mungkin anak-anak bisa. “Oleh karena itu, kalau para gurunya bisa memberikan pelajaran dengan mudah, akhirnya anak-anak juga bisa dan mau melestarikan,” ujar penulis Puisi Guru se ASEAN masuk rekor MURI 2018.
Jadi suka dukanya dalam mengajarkan anak-anak adalah, banyak orangtua yang bukan asli Jawa merasa sangat stress. Karena ada perintah Mulok di sekolah, mau tidak mau harus belajar.
“Dengan ketelatenan saya dalam memberikan pemahaman kepada orangtua, serta kesabaran saya dalam mendidik, akhirnya banyak yang mau menerima,” jelas peraih juara 1 The Best Presentation 2018. Dengan keinginan saya selalu berinovasi, akhirnya muncul inovasi-inovasi pembelajaran yang bertujuan memudahkan anak dalam Proses Belajar Mengajar (PBM). Dari sinilah saya sering mengikuti lomba baik tingkat sekolah, kabupaten, dan nasional.
“Di intern sekolah selalu langganan juara. Dan hobi saya juga senang mengikuti berbagai seminar dan komunitas menulis, hingga menghasilkan 5 buku antologi (puisi dan artikel) dan 2 buku sendiri,” pungkas Imawati. [ach]

Rate this article!
Selamatkan Aksara Jawa,5 / 5 ( 2votes )
Tags: