Sistem Zonasi Membuat Disparitas SMAN 5 Menjadi Panjang

Sri Widyawati

Sri Widyawati
Melekat sebagai sekolah favorit, tentu saja bukan hal yang mudah bagi SMA Negeri 5 Surabaya untuk membangun citra ini. Terlebih, sistem zonasi yang mulai diterapkan pemerintah di tahun pertama ini, akan menjadi tantangan tersendiri. Itulah yang kemudian membuat Kepala SMA Negeri 5 Surabaya, Sri Widyawati harus memutar otak dan meramu strategi agar hasil output siswa nantinya tetap berkualitas, berdaya saing dan kompetitif.
Menurut Widi sapaan akrab Sri Widyawati, adanya penerapan zonasi sekolah memiliki perbedaan khusus dari input siswa. Sebab pada tahun tahun sebelumnya dari hasil tes psikologi siswa menunjukkan rentangan disparitas sekolah hanya tiga tingkat. Dari anak superior, rata-rata atas dan rata-rata.
“Tapi dengan adanya zonasi ini disparitasnya agak panjang. Ada tujuh tingkatan. Sebagai manajemen sekolah saya melakukan upaya-upaya untuk perubahan dalam strategi penerapan manajemen,” jelas wanita kelahiran Jombang 9 Nopember 1962.
Ia juga mengakui, tak mudah memimpin SMAN 5 Surabaya sebagai sekolah favorit selama tujuah tahun terakhir. Kendati begitu, dengan adanya tim work yang solid pihaknya merasa sangat terbantu.
“Saya tekankan kepada seluruh komponen tim work saya untuk tidak meremehkan kegiatan sekecil apapun. Sehingga semua hal atau kegiatan dilakukan dengan serius. Yang jelas dari tujuan pendidikan ada tiga ranah yang selalu kita sampaikan ada pengetahuan, keterampilan, dan sikap,” urainya.
Terlebih di sekolahnya, selalu diorientasikam pada perguruan tinggi. Widi mengatakan, selain ditekankan pada aspek pengetahuan, siswa juga dikuatkan dengan pendidikan karakter. Sehingga selain mempunyai dasar pengetahuan yang mumpuni siswa juga memiliki karakter yang bagus. Bahkan pendidikan karkater sendiri dilakukan ditiap minggu, tiap bulan hingga tiap tahun.
“Saya berharap ke depan pembelajaran di sekolah betul – betul melakukan upaya pembelajaran dengan anak secara sungguh – sungguh. Bukan hanya diorientasikan pada hasil tapi yang paling penting adalah proses. Sehingga jika siswa benar – benar hebat dia akan hebat dan matang secara psikologinya,” pungkas ibu dua putri ini. [ina]

Tags: