Situs Purba Berserakan di Hutan Bendoasri

Ditemukan warga, batu-batu peninggalan jaman prasejarah berserakan di tengah hutan Desa Bendoasri Kecamatan Rejoso.

Nganjuk, Bhirawa
Benda purbakala jaman pra-sejarah ditemukan warga di tengah hutan jati Desa Bendoasri Kecamatan Rejoso. Dari beberapa benda temuan tersebut, yang paling menghebohkan warga setempat adalah batu menyerupai wujud kepala ular dengan ukuran raksasa.
Batu kepala ular itu memiliki panjang 1,2 meter, lebar 65 cm, dan ketebalan sekitar 60 cm. Benda purbakala berwujud pahatan batu yang berbentuk kepala ular berukuran raksasa, batu menhir, kepala ular, dan batu guret.
Benda purbakala lain di lokasi yang sama berupa menhir, yaitu batu berdiri berbentuk lempeng, tinggi 1 meter, tebal dan lebar sekitar 40 cm. Batu berikutnya berbentuk bongkahan pipih, tinggi dari dasar tanah sekitar 5 meter, lebar 4 meter dan tebal 1,5 meter. Sedangkan tiga batu lainnya berupa batu guret dalam bentuk sedikit oval dan lebih kecil dibanding batu menhir dan batu kepala ular. Disebut batu guret, karena pada bagian penampangnya terdapat banyak guretan.
Amin Fuadi, Kasi Sejarah Museum dan Kepurbakalaan, Dinas Pariwisata Pemuda Olahraga dan Kebudayaan (Disparporabud) Kabupaten Nganjuk, yang sempat mendatangi lokasi penemuan bersama timnya mengaku untuk sementara benda-benda yang ditemukan oleh warga ada enam benda berupa batu.
Dikatakan Amin, guretan-guretan pada beberapa batu temuan tersebut sebenarnya berupa huruf atau simbol untuk menandai suatu peristiwa di situs tersebut. Mungkin saja diperlukan seorang ahli untuk bisa membaca simbol-simbol tersebut. Hanya saja, simbol-simbol yang terdapat batu purba tersbut sifatnya sangat sederhana. Karena mungkin dipahat pada masa sebelum mengenal huruf atau masa prasejarah. “Yang satu sudah hampir jadi, yang satunya masih berupa bahan, tapi keduanya sudah berbentuk,” terang Amin.
Batu-batu tersebut ditemukan pada ketinggian sekitar 450 di atas permukaan air laut, berada di lereng Gunung Pandan. Oleh penduduk setempat, selama ini dimanfaatkan sebagai tempat ritual saat memperingati bersih desa. Maka batu dengan tinggi 5 meter itu dinamakan “Batu Aji”.
Selain batu-batu purbakala tersebut, di dekatnya juga terdapat dua sumber mata air, yang selalu mengeluarkan air meski di musim kemarau. Menurut penduduk setempat, sumber yang satu disebut “belik tanggal 9 dan belik sendang bangle”.
Adanya sumber air yang berdekatan dengan batu-batu purbakala tersebut, menurut Amin menambah keyakinan bahwa di tempat itu dulunya benar-benar sebagai tempat ritual bagi orang-orang jaman dulu. “Kami semakin yakin, bahwa di tempat itu dulunya sebagai tempat ritual, karena di dekatnya juga ditemukan sumber air, meski musim kemarau airnya terus mengalir,” kata Amin.
Yuliana Pujiastutik, perangkat desa setempat menyampaikan, selain batu-batu purbakala tersebut, di sekitar lokasi juga terdapat situs tua, diberi nama watu gudik, watu perahu, dan makam batur. Masing-masing memiliki cerita dan selalu dilestarikan oleh penduduk desa setempat. Bahkan, di tengah hutan tersebut sering ditemukan fosil binatang purba dan kerang raksasa. Sekarang, fosil-fosil tersebut disimpan di Museum Anjuk Ladang Nganjuk, yaitu berupa gading gajah dengan panjang 4 meter hingga 4,5 meter. Watu gudik tersebut dulunya terbentuk dari muntahan lahar belerang dari Gunung Pandan saat meletus jutaan tahun silam. Kemudian, lahar tersebut mengeras bercampur dengan batu-batu kecil. “Maka, bentuknya kelihatan, ada batu-batu kecil pada bongkahan batunya. Oleh masyarakat Desa Bendoasri dinamakan watu gudik, karena bentuknya seperti penyakit gudik atau korengan,” pungkas Yuliana. [ris]

Tags: