Soal Pelimpahan SMA/SMK, Daerah Diminta Patuhi UU

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Pemerintah kabupaten/kota harusnya bisa belajar dari pengalaman masa lalu. Ketika alih kelola pendidikan dari pusat ke daerah, pihak Kemendikbud tidak pernah melakukan protes karena sekolahnya diambil. Itu seharusnya juga berlaku saat pelimpahan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi.
Hal itu diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan di sela-sela kunjungannya ke Surabaya, Selasa (4/4) kemarin. Dia berharap, kepada seluruh aparatur negara menjadikan Undang-Undang (UU) sebagai rujukan sekaligus dijalankan. Termasuk dalam hal pelimpahan SMA/SMK ini. Anies menegaskan, semua aset yang dialih kelola bukan milik pribadi maupun sekelompok golongan. Semuanya merupakan aset negara. “Ketika pada 2001 semuanya diserahkan ke daerah apa kita protes? Tidak. Ini uang negara, bukan milik pribadi. Jadi UU tetap dijalankan,” tegasnya.
Anies menyebutkan, UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengamanatkan alih kelola kewenangan SMA/SMK harus dipatuhi. Selama UU itu belum ada perubahan, aparatur pemerintah tetap merujuk UU tersebut. “UU Nomor 23 Tahun 2014 mengatakan SMA/SMK menjadi tanggung jawab provinsi, ya kita pakai itu,” kata Anies.
Dia juga sudah mendengar UU Nomor 23 Tahun 2014 telah dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk uji materi. Pengaju gugatan bukan hanya Kota Surabaya dan Blitar, beberapa daerah lain disebutnya juga ikut mengajukan gugatan. “Sambil menunggu putusan MK, jalankan saja. Bila MK sudah memutuskan bahwa UU Nomor 23 Tahun 2014 inskonstitusional, baru berubah,” ujarnya.
Terkait tumpang tindih antara UU Nomor 23 Tahun 2014 dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Anies mengatakan UU terbaru yang seharusnya dipakai. Dalam UU Sisdiknas sendiri mengamanatkan pengelolaan pendidikan dasar hingga pendidikan menengah berada di tangan kabupaten/kota. “Sekarang kita pakai UU yang baru, itu sudah otomatis,” jelasnya.
Sementara itu, anggota tim penggugat UU Nomor 23 Tahun 2014 dari Surabaya, Didik Yudhi Ranu Prasetyo mengungkapkan setelah menjalani sidang pertama Kamis (31/3) lalu, saat ini pihaknya sedang menyusun perbaikan materi gugatan. Perbaikan itu, diminta dalam bentuk lampiran kerugian konstitusional bila dipegang provinsi. Seperti anggaran Pemprov Jatim berapa dan kebutuhan pendidikan di Surabaya sejauh ini.
Didik mengatakan, MK memberi batas waktu hingga Rabu (13/4) mendatang untuk memasukkan materi-materi perbaikan gugatan. “Ini masih proses. Maksimal nanti sampai 13 April untuk memasukkan perbaikan gugatan,” pungkasnya. [tam]

Tags: