Sri Utami, Warga Desa Bakalan Kecamatan Kapas Bojonegoro

Ibu Sri Utami (35) warga Desa Bakalan Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro ini dengan telaten memilih limbah jerami guna mendapatkan butir padi untuk menghidupi keluarga. [achmad basir]

10 Tahun Mencari Butiran Padi Sisa Panen untuk Menyambung Hidup
Kabupaten Bojonegoro, Bhirawa
Bagi sebagian orang sawah habis dipanen merupakan rejeki tersendiri, karena dari lahan itulah mereka mendapatkan hasil berupa gabah atau padi. Oleh karena itu jika musim panen tiba mereka yang terbiasa mencari rejeki di sisa-sisa panen berupa butiran padi alias ngasak mencari lokasi untuk melakukan aktivitasnya.
Setiap harinya puluhan perempuan ini, harus rela berebut buliran padi sisa yang didapat dari para pekerja yang melakukan panen tanaman padi di wilayah Kabupaten Bojonegoro.
Mereka duduk berjajar di sekitar warga yang melakukukan pekerjaan merontokkan padi dari batang tanaman padi. Sedikit demi sedikit dari jerami yang dibuang oleh pekerja mereka kumpulkan. Mereka mengais sisa buliran padi yang sudah dibuang.
Seperti yang dilakukan oleh Ibu Sri Utami (35) warga Desa Bakalan Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro yang telaten memilih limbah jerami guna mendapatkan butir padi. Selama 10 tahun dia bekerja sebagai pencari sisa-sisa hasil panen butiran padi  alias ngasak untuk menyambung hidup.
Dengah wajah percaya diri Sri Utami memukul-mukulkan jerami dengan sebatang tongkat dari bambu hingga bulir padi yang tersisa jatuh. Dengan modal kesabaran Sri Utami mengatakan dalam satu hari mampu mengumpulkan antara 10 kilogram sampai 15 kilogram gabah.
“Ya nggak tentu jika ada orang panen banyak ya kadang bisa dapat 10 kilogram gabah, kadang pun hanya dapat 5 kilo tergantung dari rejeki kita. Ya yang namanya ngasak tidak bisa ditentukan hasilnya,” kata Sri Utami yang ditemui di lahan sawah habis panen di Desa Pacul Kecamatan Kota Bojonegoro kemarin.
Aktivitas ngasak ini dilakukan oleh Sri Utami jika musim panen padi tiba. Selain di desanya sendiri kadang-kadang dia mencari padi ke desa tetangga yang juga sawahnya habis panen. Pagi pukul 06.30 dia berangkat sendiri, kadang-kadang juga bersama satu atau dua temannya, setelah sampai di lahan mereka kemudian berpencar.
Dengan membawa bekal nasi komplit lauk, Sri Utami berangkat dari rumah pagi dan baru kembali berkumpul keluarganya lagi pada sore harinya.
Dalam sehari dia melakukan aktivitas memang tidak satu tempat, terpaksa harus pindah-pindah lokasi menyesuaikan sawah yang dipanen bahkan hingga pergi ke lain desa.
“Tidak pasti daerah mana yang panen dulu kita datangi, kita mencari mulai Dander hingga Kalitidu,” ucapnya dengan wajah tersenyum.
Pekerjaan ngasak ini memang sulit untuk menghasilkan uang yang cukup apalagi untuk keperluan hidup. Sri Utami mengaku dirinya terpaksa  melakukan ngasak karena tidak punya pekerjaan lain guna menghidupi diri sendiri dan keluarga. “Suami sering sakit, sejak suami sakit saya sebagai tulang punggung keluarga. Saya tidak punya penghasilan, yang saya bisa ya ngasak untuk makan bersama keluarga saya di rumah,” ujar Sri Utami sambil mengusap peluh di dahinya.
Selain mencari padi di sisa batang padi habis tebangan, kadang kala mereka menunggui orang yang panen padi kemudian meminta batang padi sisa untuk dicari gabahnya dengan cara dipukul-pukul kemudian di bawahnya di beri alas agar gabahnya tidak jatuh.
Gabah-gabah itu pun dikumpulkan sedikit demi sedikit dari tempat satu ke tempat lain, jika sudah terkumpul banyak kemudian dibawa pulang. [Achmad Basir]

Tags: