Standart Kelulusan Ditiadakan, Portofolio Siswa Bisa Jadi Penentu

Prof Akh Muzakki

Disamping Nilai Rapot dan Penilaian Sikap
Surabaya, Bhirawa
Kemdikbud telah meniadakan standart kelulusan bagi para siswa seiring dihapusnya Ujian Nasional (UN). Sebagai gantinya, penentu kelulusan akan didasarkan pada nilai rapot, portofolio dan penilaian sikap peserta didik. Karenanya, sekolah mempunyai peran penting dalam penentuan kelulusan siswanya.
Terkait dengan hal itu, Ketua Dewan Pendidikan Jatim, Prof Akhmad Muzakki, menilai kebijakan ini dikeluarkan murni sebagai ke hati – hatian pemerintah di masa pandemi. Sebab, Masa darurat tidak bisa diukur dengan masa normal. Dengan prinsip kedaruratannya, cara menilai kelulusan dilakukan dengan prinsip ini. Namun, jika standart kelulusan tetap diadakan, maka akan terjadi kesenjangan pendidikan yang cukup luas.
“Artinya jika terpacu pada standart kelulusan ini ukurannya mulai Jakarta, Aceh hingga Papua sama standart nilainya. Sementara kondisi pandemi di kab/kota tidak sama. Peniadaan standart kelulusan murni karena pertimbangan keselamatan jiwa di lingkungan pendidikan,” ujar Muzakki saat dihubungi Bhirawa, Kamis (18/2).
Sekalipun ditiadakannya standart kelulusan, namun penyelenggara sekolah dalam hal ini guru mempunyai peran penting dalam menentukan kelulusan siswanya. Pasalnya, guru paling mengetahui perkembangan peserta didik.
“Tapi memang dengan ditiadakannya standart kelulusan ini, yang akan mendapat perhatian serius adalah jenjang SMA. Karena ada persiapan khusus untuk masa transisi ke jenjang perguruan tinggi,” jabarnya.
Karena itu, menurut Muzakki, pemerintah harus memberikan arahan atau kebijakan lebih konkret Kepada satuan pendidikan. Karena tidak ada lagi UN atau standart kelulusan untuk pemetaan pendidikan. Apalagi assesment nasional juga diundur di bulan September.
“Jadi karena ini bertumpu pada satuan pendidikan, Kemdibud juga harus memperhatikan beberapa point, diantaranya penggunaan nilai rapot per semester dengan menghitung tren yang terjadi pada penilaian peserta didik. Ini rujukan kelulusan yang penting. Tidak hanya merujuk pada nilai rapot karena bersifat kognitif, ini harus dilengkapi dengan catatan hidup tentang perkembangan anak. Seperti sikap dan perilaku sebagai penyempurna capaian anak selama tiga tahun,” jelasnya.
Terakhir, jika satuan pendidikan menyelenggarakan ujian sekolah yang menjadi piranti penting bagi sekolah, maka Kemdikbud harus memperhatikan model ujian yang akan digunakan sekolah. ”Apakah Luring atau Daring, sebab tidak semua siswa mendapatkan jaringan yang bagus,” imbuhnya
Sekolah juga bisa menggunakan beberapa instremen sebagai solusi penentuan kelulusan. Salah satunya dengan portofolio anak didik. Artinya siswa bisa memasukkan tugas masing – masing kedalam beberapa jenis. Kalau ini bisa dilakukan, maka hal ini menjadi cara maksimal untuk melihat kreatiftas dan inovasi peserta didik. Karena yang dibutuhkan bukan nilai kognitif saja.
“Melainkan juga dibutuhkan cara penyelesaian mereka dalam menghadapi situasi yang baru ini,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Teguh Sumarno menilai syarat kelulusan yang didasarkan pada nilai rapor maupun portofolio, kurang efektif. Sebab, masing – masing daerah memiliki pemahaman yang berbeda – beda tentang syarat ini.
“Artinya harus ada pedoman yang menunjukkan pada tahap inilah anak – anak lulus,” katanya.
Ditiadakannya UN ini, menurutnya, karena dalam kondisi pandemi Covid 19. Teguh mengatakan tidak mungkin meskipun pandemi berakhir, konsep akan kembali pada sebelumnya.
“Kedepan kami berharap ada kolaborasi antara sekolah dengan perguruan tinggi. Artinya guru BK yang ada di sekolah bisa bersinergi dengan perguruan tinggi terkait psikologis anak. Ini penting harus ada pendidikan perilaku terhadap anak selain cuma sekedar lulus,” tandas dia. [ina]

Tags: