Stigma Negatif Persulit Deteksi Sebaran HIV/AIDS

Surabaya, Bhirawa

Deteksi sebaran penderita HIV/AIDS masih cukup sulit dilakukan. Stigma negatif masyarakat pada penyakit HIV/AIDS membuat banyak penderitanya enggan memeriksakan diri dan melaporkan pada pihak kesehatan.

Kepala Dinas kesehatan jatim, dr.Harsono, menyatakan dinasnya telah banyak mendeteksi sebaraan penderita HIV/AIDs di Jawa Timur. Namun  menurutnya pendeteksian ini  belum dapat dikatakan maksimal karena banyak dari penderita HIV/AIDS yang belum terdeteksi dan tertangani.

”Kita ingin dalam waktu dekat semua penderita HIV/AIDS dapat segera terlacak keberadaannya,” jelasnya.

Di Jawa Timur sendiri kasus penderita HIV/AIDS di Surabaya menduduki peringkat yang tinggi mencapai angka 19.504 orang.  Pria kelahiran Ngawi ini menjelaskan, saat ini jumlah kasus HIV/AIDS di Surabaya baru ditemukan hanya 6.671 atau sekitar 30 persen dari total penderita HIV/AIDS 19.504 orang.

Dari data yang dihimpun Dinkes Jatim juga menyebut selain Surabaya beberapa kota besar menjadi sebaran penderita HIV/AIDS  dengan angka statistik yang mencengangkan. Di  Jember penderita Aids mencapai angka 1545 orang, Probolinggo 1498 orang, Situbondo 1323 orang, Bojonegoro 1247 orang dan Malang 1226 orang.

Sementara Staf P2 HIV/AIDS Dinkes Jatim, Herry menyatakan, tingginya angka penderita HIV/AIDS di Surabaya bukan semerta-merta jumlah penderitanya banyak, melainkan kinerja dari petugas kesehatan yang ada di Surabaya sangat baik dan handal dalam menemukan pasien penderita HIV/AIDS.

Selain itu kinerja di beberapa Tim Klinik Konseling Tes Sukarela (KTS) dan Konseling Tes Inisiatif Provider (KTIP) bekerja dengan baik.  ”Saya yakin jika petugas kesehatan dan KTS/KTIP berkerja dengan maksimal dapat dipastikan banyak dari pasien HIV/AIDS dapat terdata dengan baik,” tegasnya.

Pria berkacamata ini menerangkan, dari kasus HIV/AIDS yang tercatat banyak didominasi oleh pria yaitu 64,1 dan wanita 35,9. Untuk jenis pekerjaan didominasi oleh wiraswasta dan ibu rumah tangga, sedangkan usia didominasi umur 25-29 tahun.

”Jadi kebanyakan penderita HIV/AIDS rata-rata berusia produktif,” tambahnya.

Lebih lanjut Herry mengungkapkan, dalam kasus penyebaran HIV/AIDS banyak orang tidak tahu cara penularanya, sehingga tidak sedikit dari masyarakat yang menjauhi penderita HIV/AIDS.

Ada anggapan bahwa bersalaman, berciuman, makan dan minum bersama, batuk, ludah bersin, merawat penderita, pinjam meminjam pakaian dan gigitan nyamuk dengan penderita akan menular.

”Salah paham terhadap penularan penyakit HIV/AIDS ini yang menyebabkan orang menjahui penderita AIDS,” terangnya.

Sementara itu menanggapi pernyataan di atas, salah satu warga Surabaya, Hariani mengatakan, dirinya masih takut bersosialisasi dengan penderita HIV/AIDS dikarenaka takut tertular. Banyak stigma negatif yang melekat kepada penderita HIV/AIDS yang dapat menularkan ke orang lain, yaitu berganti alat makan dan gigitan nyamuk.

”Terus terang saya sudah tahu bahwa berganti alat makan dan gigitan nyamuk tidak menularkan penyakit HIV/AIDS tapi saya masih ragu,” katanya. [dna]