Tak Mudah Rawat Cagar Budaya

Pembongkaran Rumah Radio Bung TomoWawali: Pembongkaran Rumah Radio Bung Tomo Tampar Banyak Pihak
Surabaya, Bhirawa
Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana angkat bicara perihal pembongkaran rumah radio perjuangan Bung Tomo, Jalan Mawar 10 yang hingga kini terus menjadi polemik. Whisnu menilai pembongkaran itu menampar semua pihak.
“Kejadian (pembongkaran) itu menampar semua pihak. Khususnya Tim Cagar Budaya,” kata Whisnu, Rabu (18/5) kemarin.
Pria yang akrab disapa WS ini juga mengakui Pemkot kecolongan. Terlebih terkait terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB).  Soal tengara adanya kelalaian oknum, Whisnu menyebut perlunya pemberian sanksi. Kendati demikian porsi kesalahan tetap dilihat.
“Kalau ada izin keluar, itu perlu menjadi evaluasi kita (pemkot) bersama. Kenapa Tim Cagar Budaya tidak bisa memantau,” tanya Whisnu yang juga ketua DPC PDIP Surabaya ini.
Tim Cagar Budaya, kata Whisnu, seharusnya proaktif memberi masukan ke Pemkot. Sehingga perhatian lebih bisa diberikan ke Pemkot, termasuk pengusulan anggaran pendukung Bangunan Cagar Budaya (BCB). Keberadaan anggaran penting, bukan saja untuk mendukung perawatan, namun juga pemberian subsidi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) supaya tidak tebang pilih.
“Tim Cagar Budaya seharusnya proaktif beri masukan ke Pemkot. Mana yang perlu bangunan cagar budaya yang perlu direnovasi, diperbaiki,” paparnya.
Terkait BCB, menurut Whisnu, Tim Cagar Budaya bisa membantu Pemkot menentukan tema destinasi wisata. Sehingga Surabaya bukan sebatas kota jasa dan perdagangan saja. “Misalnya keberadaan makam Sawunggaling. Pemkot mengeluarkan dana Rp1 miliar dan harusnya dibangun pendopo dan lainnya. Tapi tidak cukup sehingga warga sekitar urunan sendiri. Hal semacam ini menjadi evaluasi kita bersama,” paparnya.
Selain itu, Whisnu menyebut tidak mudah mengakuisisi Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang ada di kota. Karena itu Pemkot sendiri tidak menggembar-gemborkan rencana akuisisi. “Kita gembar-gembor akuisisi, membuat semua (pemilik BCB) jual mahal. Pemilik jual mahal. Untuk pembelian Rumah Bung Karno semula oleh pemkot dialokasikan 700 juta, tapi pemilik minta 5 miliar,” sebutnya.
Untuk rumah Bung Karno, kata Whisnu, pemkot juga pernah melakukan negosiasi hingga Rp1,3 miliar. Koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sempat pula dilakukan. Ketika akan dibayar, pemilik minta mahal. Rencana akuisisi kandas karena pemilik dan ahli warisnya minta mahal. “Tidak semua warga paham bahwa pemkot membeli untuk kepentingan sejarah,” sesalnya. (geh)

Rate this article!
Tags: