Tanamkan Filosofi Hidup dari Ikebana dan Sodau

Shimizu Mikiko memberikan pemaparan tata cara seni merangkai bunga (Ikebana) dihadapan ratusan peserta kemarin (7/3), di gedung Graha widya Untag

Surabaya, Bhirawa
Budaya Jepang dikenal banyak mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan termasuk norma-norma yang harus dijaga antar makhluk hidup yang dibungkus rapi dengan perpaduan seni dan kerajinan. Salah satunya adalah, Sadou dan Ikebana.
Ikebana sendiri merupakan seni merangkai bunga dengan memanfaatkan tanaman atau tumbuhan yang ada di sekitar. Dalam acara seminar dan workshop yang diadakan oleh Prodi Sastra Jepang Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, master Sadou dan Ikebana Shimizu Mikiko secara khusus membawa pesan filosofi kehidupan yang dalam bagi ratusan peserta yang hadir siang kemarin (7/3) di gedung Graha Widya Untag Surabaya. Selain itu, melalui seni rangkai bunga yang dia buat, ia juga menyiratkan pesan pada hubungan Indonesia dan Jepang.
“Saya ingin memberi kesan hubungan Indonesia dengan Jepang melalui perpaduan bunga yang saya gunakan,” ungkapnya. Selain itu, tambahnya, pihaknya juga menggunakan bunga sedap malam yang tidak pernah ia temui sebelumnya. Baunya yang harum, dan bentuknya yang unik membuatnya tertarik untuk menggunakannya. “Ini salah satu bunga khas Indonesia yang saya sukai harumnya,” tambahnya. Selain bunga sedap malam, lanjut, ia juga menggunakan bunga mawar merah, mawar putih, mawar pink, daun. Shimizu Mikiko menjelaskan jika serangkaian bungan yang ia buat digambarkan seperti sebuah kerajaan, di mana bunga nya merupakan putri-putri kerajaan. Bagi jepang, tuturnya warna merah, putih dan pink merupakan warna keramat di Jepang. Sementara itu, warna merah dan putih di Indonesia mempunyai makna yang kental bagi masyarakatnya.
“Serangkaian bunga ini merupakan wajah persahabatn dari Indonesia dan Jepang di mana pink adalah lambang cinta” katanya.
Guru Sadou dan Ikebana Konisi Art ini memaparkan jika di Jepang untuk seni merangkai bunga, tidak membutuhkan bunga yang mahal, bagus maupun indah. Di sana, imbuhnya hanya memanfaatkan bunga-bunga yang ‘ala kadarnya’ di lingkungan. Diakuinya, penggunaan kembali bunga-bunga yang layu untuk dirangkai menjadi bunga yang indah bertujuan untuk menyelamatkan bunga tersebut.
“Jika kita menemukan tanaman yang sederhana, tidak indah bahkan layu. Namun bisa memanfaatkan dengan baik maka akan menjadi karya yang liar biasa” jelasnya.
Selain Ikebana, Shimizu Mikiko juga memberikan workshop dan pemaparan upacara minum teh atau disebutnya Sadou. Ia menyampaikan bahwa dalam upacara minum teh yang paling penting adalah hati. Hal tersebut juga sama seperti yang ia gunakan ketika merangkai bunga.
“Ikebana dan Sadou yang paling penting adalah menggunakan hati, hati yang terindah akan mengarahkan kita” paparnya.
Jadi, imbuhnya semacam kita menyampaikan rasa cinta kepada orang yang kita cintai sehingga kita harus ,menyampaikannya dengan sepenuh hati dengan indah. “Jadi justru hati yang kita jaga itu yang ingin disampaikan dari keduanya,red” sahutnya.
Diakuinya, jika pemaparan upacara minum teh, yang ia contohkan dihadapan 250 peserta yang hadir siang kemarin mendapat pesan yang positif. Di mana, tiga peraga tamu, yang dijamu nya dalam upacara minum teh berpendapat jika minuman teh matcha yang ia suguhkan di katakana enak.
“Saya bahagia dan senang ketika mereka mencicipi sajian teh dengan wajah yang bahagia. Itu artinya hati orang Indonesia dan Jepang sudah Nyambung” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu peserta seminar dan workshop, Fanisa Putri Rahmadanti berpendapat jika acara tersebut memaparkan tentang filosofi kehidupan yang sangat mendalam.
Di mana rasa teh yang manis dan pahit mewakili kehidupan kita. selain itu, pendapata yang sam juga dilontarkan oleh siswi kelas 10 SMA NU 1 Gresik ini, dalam pemaparan Ikebana. Ia mengatakan jika penggunaan tumbuhaan yang layu, ranting yang agak kering namun masih bisa digunakan sama halnya dengan kehidupan yang dijalani manusia. “Seni rangkai bunga ini, memberikan pesan jika hidup tidak selalu sempurna” pungkasnya.ina

Siratkan Pesan Sebuah Proses Kesuksesan
Pemilihan budaya Jepang dalam seminar dan Workshop yang diadakan kemarin (7/3) di gedung Graha Widya lantai II Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, tidak serta-merta hanya sebagai pengenalan budaya International. Kaprodi Sastra Jepang Fakultas Sastra Endang Poerbowati mengungkapkan, jika pemilihan Ikebana (Seni merangkai bunga alam) dan Sadou (upacara minum teh) tidak lain karena filosofi kehidupan yang amat kental yang dimiliki keduanya.
“Kita pahamkan dan ajarkan kepada yang hadir disini untuk berproses dalam mencapai kesuksesan dimana ada ketekunan, kesabaran dan kejujuran didalamnya,” ujarnya. Selain itu, lanjutnya, kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut pembelajaran tekstual mahasiswa jurusan bahasa jepang dalam mempelajari budaya jepang.
“Sehingga mereka bisa melihat secara langsung dan mempraktekkan secara langsung,” sahutnya.
Ketua konsorsium bidang kerjasama luar negeri bahasa jepang tingkat nasional ini juga menegaskan, jika antara budaya Jepang dan Indonesia tidak jauh berebda dalam filosofi kehidupan. Hal tersebutlah yang juga menjadi dasarnya dalam mengadakan seminar dan workshop tersebut.
“Untuk Filosofi kehidupan dan ‘unggah-ungguhnya’ kita tidak jauh beda lahnya, sebut saja Jogja yang kental akan budaya jawa” tuturnya.
Adanya seminar dan Workshop ini, juga diakuinya sebagai pertukaran budaya. Ia mengatakan, bahwa sebelumnya Shimizu Mikiko sempat mengagumi budaya Indonesia. Dia (Shimizu Mikiko), ceritanya mengagumi budaya senyum masyarakat Indonesia yang begitu kental. Shimizu berpendapat jika masyarakat kita tidak menunjukkan kesedihan dan tekanan dibalik masalah yang mereka hadapi, ceritanya kepada Bhirawa, kemarin (7/3). “Kita punya budaya yang sederhana namun juga mendalam pesannya, begitupun juga dengan mereka” katanya
Diakui Dosen bahasa Jepang Untag ini, peserta yang hadir tidak hanya berasal dari mahasiswa Untag saja, melainkan juga mahasiswa Brawijaya dan sepuluh sekolah di Jatim yang menjalin kerjasama dengan Untag, seperti Gresik, Malang, Mojokerto, Surabaya, dan Sidorajo.
Wakil ketua persatuan dosen prodi bahasa Jepang wilayah jatim (Gakkai) ini berharap sleuruh mahasiswa dan siswa yang hadir dalam kegiatan tersebut, tidak hanya belajar mengenai sebuah hasill, melainkan lebih dari itu. Secara mendalam filosofi yang diajarkan pun tentang kejujuran, ketekunan dan kesabaran.
“Itu yang kita tekankan kepada seluruh peserta yang hadir disini,” tandasnya. [ina]

Tags: