Tata Kelola Air dan Amanat UUD 1945

(Perubahan Perumda PDAB menjadi PT Air Bersih Jatim)

Oleh :
Umar Sholahudin
Dosen Sosiologi FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Saat ini pemerintah Propinsi bersama DPRD Jawa Timur sedang membahas Raperda perubahan tentang perubahan bentuk badan bukum Perusahaan Daerah Air Bersih Jawa Timur (PDAB) menjadi Perusahaan Perseroan Daerah, PT. Air Bersih Jawa Timur. Selain karena pertimbangan hukum, Raperda ini diajuken karena faktor ekonomi-bisnis.
Tata Kelola Air
Kebijakan perubahan badan hukum tata kelola air bersih diatas, menurut hemat penulis perlu untuk dicermati secara kritis. Karena perubahan bentuk badan hukum tata kelola air akhir ini akan berdampak bagi pelayanan kepada masyarakat. Fungsi dan orientasi BUMD dalam bentuk Perusda berbeda dengan Perseroda. Secara yuridis dan praktek, memang ada plus minusnya, tapi secara substansial, tata kala air, perlu dilakukan secara lebih cermat dan prudent dengan berpijak pada pedoman dan panduan yang telah diamanatkan konstitusi negara.
Secara konstitusional, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat 3, secara tegas meyebutkan bahwa “Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Air merupakan sumber kehidupan, tanpa air manusia tidak akan bisa hidup. Berbicara dan membahas sumber daya air, maka akan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kehidupan kita sangat bergantung pada air, tanpa air, tak akan ada kehidupan. Begitu mendasar dan pentingnya masalah air ini, sehingga masalah air ini sampai di atur dalam undang-undang dasar kita. Keberadaannya memiliki nilai strategis dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, secara tegas, sumber daya yang menyangkut hajat hidup orang banyak, termasuk air, harus dikuasai negara dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tidak boleh ada praktek privatisasi dan swastansiasi terhadap sumber daya air.
Catatan Kritis
Jika kita lihat dari perspektif bisnis, penulis dapat memahami pengajuan Raperda dimaksud, yakni perubahan bentuk badan usaha daerah dari Perusda menjadi Perseroda. Untuk fleksibilitas dan pengembangan bisnis ke depan, khususnya untuk usaha air bersih, apalagi dengan kebutuhan investasi yang sangat besar, tidak cukup memadai jika badan usahanya dalam bentuk Perusda, yang lebih relevan memamg dalam bentuk Perseroda. Perubahan bentuk badan usaha ini, ada plus minusnya.
Sebagai catatan tebal, bahwa usaha ini adalah usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni air bersih. Sehingga orientasi utamanya adalah fungsi pelayanan yang optimal dan prima kepada masyarakat. Kepuasaan konsumen lebih diutamakan. Nah, Jika usaha tersebut dalam bentuk Perusda, maka fungsi pelayanannya tetap terjaga, daripada fungsi profit mission. Dan secara kepemilikannya (saham) secara keseluruhan masih dalam genggaman Pemerintah Provinsi. Kontrol terhadap badan usaha bentuk Perusda juga lebih terjaga dan terkendali. Kelemahannya, memang tidak fleksibel dalam pengembangan bisnis yang lebih besar.
Sementara, jika berubah menjadi dalam bentuk Perseroda (PT), kelemahan jelas orientasi utama usahanya adalah profit mission. Public mission menjadi orientasi selanjutnya. Akan lebih besar orientasi profitnya daripada orientasi pelayanannya. Kelebihannya, fleksibel dalam pengembangan bisnisnya ke depan, bisa lebih mudah menjalin kerjasama bisnis dengan pihak lain dalam pengembangan bisnisnya, kepemilikan sahamnya terbagi, meskipun pemerintah provinsi masih memegang mayoritas (51%). Konsekwensi jadi Perseroda, air akan berubah menjadi barang dagangan (komoditas) yang layak dikomersialkan dan jika perlu dikapitalisasikan dengan profit oriented.
Pada umumnya, BUMD memiliki tujuan dan fungsi ganda, yakni public-service oriented, dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum dan profit oriented untuk memupuk pendapatan guna disetor sebagai PAD. Fungsi pelayanan dan fungsi profit. Namun demikian secara teoritik, terutama prinsip-prinsip organisasi dan korporasi, ternyata bahwa public-mission dan profit-mission sesungguhnya merupakan dua sisi yang kontradiktif dan sulit disatukan. Dalam hal ini akan terjadi semacam trade-off, dengan pengertian bahwa kemanfaatan umum akan dikorbankan jika laba yang diutamakan; dan sebaliknya target laba akan dikorbankan jika kualitas pelayanan publik yang diprioritaskan.
Yang menjadi pertanyaan kritisnya adalah, apakah usaha air bersih ini yang akan dijalankan merupakan bidang usaha komersial (profit oriented) atau bersifat pelayanan umum (public service). Jawaban atas pertanyaan ini sebenarnya mudah. Ya, kita kembalikan ke spirit pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Tidak boleh ada komersialisasi dan kapitalisasi terhadap sumber daya air. Sumber daya air jangan dinilai sebagai “komoditas” yang mudah dikomersialiasikan dan dikapitalsiasikan. Tata kelola sumber daya air, harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebenarnya garis debarkasinya jelas. Secara sederhana, jika bidang usahanya komersial (profit oriented), maka bentuk badan usaha yang tepat adalah Perseroda, tetapi jika bidang usahanya bersifat pelayanan umum, maka bentuk badan usahanya yang tepat adalah Perusda. Pertanyaanya kembali pada yang substantif, apakah sumber daya air (usaha air bersih) yang kita miliki akan dijalankan dan diorientasikan pada komersialisasi dan kapitalisasi atau tidak?
Karena itu, menurut hemat penulis wadah atau badan usaha yang relevan dengan spirit pelayanan (publik mission) adalah Perusahaan Umum Daerah. Jika wadahnya mau diubah menjadi perseroan (PT), maka penulis khawatir, sumber daya air atau air bersih ini akan dijadikan sebagai barang komoditas yang diorientaskan pada praktek komersialisasi dan kapitalsiasi yang mengejar keuntungan semata. Jika sudah menjadi PT, akan kesulitan untuk menyeimbangkan dua fungsi, yakni fungsi atau tugas komersil dan fungsi atau tugas pelayanan publik. Dalam prakteknnya, dalam bentuk PT, kedua fungsi atau tugas tersebut, kerapkali salah satu ada yang dikorbankan. Karena itu, perubahan bentuk badan usaha ini, perlu untuk dikaji lebih hati-hati dan mendalam dengan pertimbangan utamanya adalah amanat UUD 1945 dan kepentingan dan kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.
Penulis berharap pembahasan Raperda dimaksud dilakukan lebih prudent, cermat, dan matang. Karena perubahan bentuk badan hukum ini akan ada konsekwensi dan dampaknya. Jika sudah demikian (air sudah diliebralisasikan), maka hanya segelintir orang, terutama kelompok kaya saja yang mampu mengakses air bersih, sementara sebagian besar masyarakat, termasuk kelompok miskin tak mampu mengakses air bersih. Kita sangat berharap dampak buruk akibat perubahan ini tidak menimpa sebagian besar masyarakat Jawa Timur, salah satunya akses masyarakat terhadap air bersih akan semakin sulit dan semakin mahal.

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: