Temuan Kasus HIV/AIDS Selama Pandemi di Tulungagung Menurun

Muhroji

Tulungagung, Bhirawa
Data menarik ternyata selama pandemic Covid-19 justru temuan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Tulungagung mengalami penurunan. Tahun lalu temuan HIV/AIDS mencapai 390 kasus, sedang pada tahun 2020 sampai Oktober sebanyak 209 kasus.

“Penurunan terjadi akibat banyak orang yang phobia Covid-19, sehingga mereka tidak berkunjung ke layanan kesehatan,” ujar Kasi P2PM Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Muhroji, Senin (30/11).

Namun demikian, lanjut dia, penurunan tidak sampai signifikan, karena petugas kesehatan masih melakukan upaya penemuan kasus dengan melakukan kunjungan ke rumah warga. Utamanya ke kelompok rentan HIV/AIDS.

“Penurunannya dari tahun lalu sebanyak 25 persen. Tetapi ini kan perhitungan masih bulan Oktober, masih ada bulan November dan Desember,” paparnya.

Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Tulungagung, lanjut dia, masih didominasi karena penularan hubungan seksual. Jumlahnya mencapai 98 persen. “Sedang dua persennya karena faktor lainnya, seperti penularan dari ibu ke anak,” bebernya.

Sementara itu, terkait layanan perawatan dukungan dan pengobatan (PDP) di Kabupaten Tulungagung, menurut Muhroji, terus ditingkatkan. Dari yang semula sejumlah sembilan layanan, kini bertambah dua layanan lagi.

“Kedua layanan tambahan itu di Puskesmas Rejotangan dan Puskesmas Gondang. Rencananya, ke depan semua 32 Puskesmas menjadi layanan PDP,” paparnya.

Selanjutnya Muhroji menandaskan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) on ARV yang mengalami supresi viral load di Kabupaten Tulungagung masih mencapai 15 persen. Hal ini dikarenakan keterbatasan akses pemeriksaan viral load.

“Oleh sebab itu pada bulan Oktober dan November 2020 ini dicanangkan sebagai bulan viral load dengan dukungan pendanaan dari project Ampuh. Dari enam layanan PDP di Kabupaten Tulungagung saat ini telah mengirimkan sampel viral load sejumlah 201 sampel ke RSUD dr Soetomo Surabaya,” bebernya.

Sedang terkait ODHA yang lost to follow up (LFU) di Kabupaten tulungagung, Muhroji menyatakan 40 persen di antaranya kemudian meninggal dunia. Sementara 10 pesennya pindah domisili dan 50 persen lainnya kembali meneruskan untuk berobat. “Keengganan untuk berobat biasanya malas serta karena efek samping pemakaian obat,” terangnya. (wed)

Tags: