Tetap Bertahan Jualan, Pengrajin Tahu Perkecil Ukuran

salah satu pengrajin tahun di wilayah Bojonegoro

salah satu pengrajin tahun di wilayah Bojonegoro

Dampak Kenaikan Harga Kedelai
Bojonegoro, Bhirawa
Mahalnya harga kedelai dipasaran membuat pengrajin tahu maupun tempe harus memutar otak untuk bisa tetap berproduksi. Strategi yang diterapkan yakni tidak menaikkan harga, melainkan memperkecil ukuran.
Sejak beberapa dua pekan terakhir harga kedelai impor dari Amerika Serikat di pasaran mengalami kenaikan. Dipasaran saat ini harga kedelai per kilogramnya mencapai Rp 8.000. Sebelumnya harga kedelai hanya Rp 7.400 per kilogram. Kenaikan ini merugikan para pengrajin tahu maupun tempe.
“ Harga kedelai naik,maka pengrajin terpaksa mengecilkan ukuran tahu dan tempe,” kata salah satu seorang pengrajin tahu tempe di kelurahan Ledok Kulon Kecamatan Kota, Jeno kepada Bhirawa, Senin (25/5) kemarin.
Menurut Jeno, salah satunya dipengaruhi karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Hal ini berpengaruh pada komoditas kedelai yang masih menggantungkan pada impor. “ Jumlah produksi dikurnagi  untuk menekan kerugian. Awalnya, dalam sehari Jeno memproduksi tempe dengaan bahan baku kedelai sebanyak 4,5 kuintal per hari. Namun, saat ini berkurang menjadi empat kuintal per hari,” ujarnya.
Pengrajin lain, Sutarmi mengatakan, dirinya belum menaikkan harga tahu karena khawatir pedagang dan konsumen keberatan. Tapi kalau keuntungan semakin sedikit, terpaksa ia harus menaikkan harga atau mengecilkan ukuran. “ Sekarang harga tahu ukuran kecil Rp 2.000 per 10 biji, sedangkann ukuran besar Rp 4.000 per 10 tahu. Saya tidak mungkin memperkecil ukuran tahu karena khawatir pembeli keberatan,” imbuhnya.
Hampir dua minggu ini harga kedelai naik. Selain kedelai, harga minyak goreng juga naik menjadi Rp 10.000 dari Rp 9.400 per kilogram. Bahan produksi sudah naik, secara tidak langsung harga produk jadi naik.
Para perajin tahu dan tempe dikelurahan ledok kulon berharap harga kedelai bisa normal kembali. Jika harga kedelai terus mengalami kenaikan, maka keberadaan pengrajin tahu dan tempe akan terancam gurung tikar.
Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bojonegoro, Basuki mengatakan, kenaikan harga kedelai bukan akibat turunnya nilai kurs mata uang rupiah terhadap Dollar Amerika.
“Turunnya kurs mata uang bukan sebagai penyebabnya, tapi ini akibat permainan importir kedelai. Selama ini tataniaga kedelai tidak ditangani pemerintah sehingga tidak ada yang menjaga stabilitas harga kedelai,” terangnya.
Dampak kenaikan harga, dipastikan bisa membuat produsen tahu tempe gulung tikar. Menurut Basuki, solusi yang baik seharusnya pemerintah melalui Bulog menjadi supportir utama kedelai. [bas]

Tags: