Tidak Ada Sekolah Negeri di Probolinggo Wajibkan Hijab

Wali Kota Hadi pastikan tidak Ada Sekolah Negeri di Probolinggo Wajibkan Hijab. [wiwit agus pribadi]

Probolinggo, Bhirawa
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Probolinggo memastikan tidak ada kewajiban menggunakan identitas keagamaan di sekolah negeri Kota Probolinggo. Bagi siswa dan siswi nonmuslim, tetap bisa menggunakan seragam tanpa kekhususan agama.
Menurut Kepala Disdikbud Kota Probolinggo, Moch Maskur, Selasa (9/2), di Kota Probolinggo, tidak ada kewajiban untuk berseragam kekhususan keagamaan tertentu. Sifatnya lebih pada imbauan. Bagi yang muslim, tapi anaknya maupun orang tuanya tidak merasa wajib berkerudung, silakan. Bagi yang nonmuslim menyesuaikan saja. Tidak diwajibkan,” ujar.
Maskur mengaku juga mengikuti perkembangan munculnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Agama. SKB ini muncul berawal dari diwajibkannya seluruh siswa muslim dan nonmuslim di Sumatra Barat untuk mengenakan seragam keagamaan.
“Di Kota Probolinggo, memang ada program seragam gratis untuk seluruh siswa dan siswi. Karena seragam ini bagian dari upaya meningkatkan kedisiplinan, maka harus digunakan. Namun untuk menggunakan hijab, itu tidak diwajibkan. Bagi yang muslim diserahkan kepada wali murid dan siswa,” ujarnya.
Ada enam poin dalam SKB tiga menteri terkait penerapan seragam sekolah itu. Diantaranya, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu. Individu ini adalah guru, murid, dan orang tua.
Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan atau melarang adanya seragam dan atribut dengan kekhususan keagamaan. Jika ada peraturan itu, pemerintah daerah dan kepala sekolah wajib mencabutnya paling lambat 30 hari sejak SKB tiga menteri itu ditetapkan.
Selain itu, Disdikbud Kota Probolinggo tahun ini tetap menerapkan asesmen. Hal itu sesuai dengan Kemendikbud RI, karena pada tahun Ujian Nasional (UN) ditiadakan karena pandemi Covid 19.
Sementara terkait Ujian Nasional (UN), Maskur menjelaskan, sesuai Surat Edaran (SE) tentang Peniadaan UN Tahun 2021, karena penyebaran Covid 19 semakin meningkat, pelaksanaan ujian nasional ditiadakan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Karena kebijakan ini, UN dan Ujian Kesetaraan tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi pendidikan yang lebih tinggi. Syarat kelulusan hanya berdasarkan nilai rapor. Peserta didik lulus dari satuan atau program pendidikan setelah memenuhi sejumlah ketentuan.
“Menyelesaikan program pembelajaran di masa pandemi Covid 19 yang dibuktikan dengan rapor tiap semester. Memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik. Mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan,” jelas Maskur.
Kemudian, ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan dilaksanakan dalam bentuk portofolio. Berupa evaluasi atas nilai rapor, nilai sikap atau perilaku dan prestasi yang diperoleh sebelumnya (penghargaan, hasil perlombaan, dan lainnya). Serta, nilai penugasan, pengukuran atau berani, pengukuran yang ditentukan oleh satuan pendidikan.
“Selain ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan, peserta didik sekolah menengah kejuruan juga dapat mengikuti uji kompetensi keahlian sesuai ketentuan undangan,” tandas Maskur.
Maskur menuturkan, ujian akhir semester untuk kenaikan kelas juga dapat dilakukan dalam bentuk portofolio berupa evaluasi nilai rapor. Serta, nilai sikap atau perilaku dan prestasi yang diperoleh sebelumnya. ”Untuk kenaikan kelas hampir mirip dengan kelulusan yang pada intinya tetap mengedepankan asessment. Mengingat yang tahu peserta didiknya adalah pendidik yang berada di sekolah itu sendiri,” tambahnya. [wap]

Tags: