Tracing di Surabaya dan Sidoarjo Terendah

Petugas dinas kesehatan melakukan Pemeriksaan rapid test kepada seluruh jajaran ASN Dinas Peternakan Provinsi Jatim, kamis (18/6). [oky abdul sholeh]

Gubernur Berharap Mendapatkan Suport dari Pusat
Pemprov, Bhirawa
Angka kasus Covid-19 di Surabaya dan Sidoarjo menempati posisi tertinggi di Jatim. Sayang, upaya tracing yang dilakukan justru paling rendah di Jatim.
Pada setiap satu kasus positif di Surabaya, hanya ditemukan 2,8 Orang Dalam Pemantauan (ODP) atau Orang Tanpa Gejala (OTG) dari hasil tracingnya. Sementara di Sidoarjo, merupakan angka terendah kedua di Jatim dengan catatan 3,5 ODP/OTG setiap satu kasus positif. Sementara kedua daerah tersebut, menyumbang angka kematian tertinggi di Jatim. Per 30 Mei lalu, jumlah angka kematian di Surabaya mencapai 234 orang dan Sidoarjo 57 orang.
Hal tersebut dipaparkan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat mengikuti rakor penanganan Covid-19 di Gedung Negara Grahadi, Rabu (23/6). Dalam kesempatan tersebut, hadir Ketua Gugus Tugas Covid-19 Letjen Doni Monardo, Menteri Kesehatan dr Terawan Agus Putranto, dan Menkopolhukam Prof Mahfud MD.
Khofifah menjelaskan, dari 10.092 kasus positif di Jatim 4.878 kasus di antaranya berasal dari Surabaya atau 48,3 persen. Sementara untuk Surabaya Raya total kasusnya mencapai 6.653 orang atau 65,9 persen. “Pada posisi ini Attack Rate (AR) di Surabaya sudah 189 per 100 ribu jumlah penduduk. Sementara Jatim AR mencapai 25,” tutur Khofifah.
Pada posisi seperti ini, Khofifah berharap agar Menkopolhukam, Kepala BNPB maupun Menteri Kesehatan agar Jatim mendapatkan suport dalam menurunkan angka penularan Covid-19. “Kalau kita bersinergi insyallah kita akan mampu menurunkan kasus-kasus baru khususnya di Surabaya Raya,” tutur Khofifah.
Dalam kesempatan tersebut, Khofifah juga menyampaikan terkait anggaran, pihaknya mengaku telah mengajukan anggaran ke Gugus Tugas RI senilai Rp 100,1 miliar. Dari pengajuan tersebut, BNPB telah memberikan dana talangan sebesar Rp 10 miliar. “Izin, kami dari RAB itu sudah membelanjakan Rp 48 miliar. Mudah-mudahan RAB yang kami ajukan bisa segera dicairkan,” pungkas Khofifah.
Sementara itu, Menkopolhukam Prof Mahfud MD menegaskan, pemerintah tengah bersungguh-sungguh menjadikan Covid-19 sebagai fokus. Sehingga hal lain dianggap sekunder. “Contohnya ketika ribut-ribut RUU HIP, pemerintah langsung mengambil sikap akan fokus pada Covid-19 dulu,” tutur Mahfud MD.
Dijelaskannya, di Pemerintah Pusat ada yang tim yang bertugas dalam mengambil kebijakan dan keputusan politik. Di antaranya ialah Presiden bersama Menkeu dan Menkopolhukam. Ada yang memberi panduan bidang kesehatan yaitu Menteri Kesehatan. Ada yang memimpin operasinal pelaksanaan , memberi komando yakni Ketua Gugus Tugas Covid-19. “Jangan terombang ambing dengan opini publik. Kalau mengikuti opini publik tidak akan selesai pekerjaan kita,” tutur Mahfud.
Mahfud juga menjelaskan terkait aspek ekonomi yang ditimbulkan ketika Covid-19 ini menjadi pandemi. Ketika Mei, Empat Menko dan menkes serta Mensesneg berdiskusi bahwa ekonomi harus tetap bergerak. Orang tidak mungkin dikurung dan malah akan stress. “Maka mari digerakkan lagi perekonomian. Itu awal mula ide new normal. Tidak mungkin kita begini terus karena faktanya Covid-19 itu ada dan tidak tahu sampai kapan,” tegas Mahfud.
Hal senada juga berlaku bagi pelaksanaan Pilkada agar jangan ditunda lagi. Karena kapan lagi Pilkada kalau harus menunggu Covid-19 selesai. “Sekarang normalnya adalah kalau ketemu tidak salaman, pakai masker. Kalau dulu itu tidak normal. Karena Covid-19 tidak jelas kapan selesainya,” pungkas Mahfud. [tam]

Tags: