Umat Islam Jangan Terprovokasi Isu SARA

Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Malang KH Romadhon (kanan) yang duduk bersanding dengan Ketua Komisi III DPR RI Pieter C Zulkifli, bersama Pengasuh Ponpes Al-Muanawariyah KH Maftuh Said (tengah) dan KH Mustofa Badri (kiri), saat di Ponpes Al-Munawariyah, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. [cyn/bhirawa]

Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Malang KH Romadhon (kanan) yang duduk bersanding dengan Ketua Komisi III DPR RI Pieter C Zulkifli, bersama Pengasuh Ponpes Al-Muanawariyah KH Maftuh Said (tengah) dan KH Mustofa Badri (kiri), saat di Ponpes Al-Munawariyah, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. [cyn/bhirawa]

Kab Malang, Bhirawa
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Malang KH Romadhon menyatakan, jika MUI tidak pernah memberikan fatwa penistaan agama kepada Calon Legislatif (Caleg) DPR RI dari Partai Demokrat (PD) Daerah Pemilihan (Dapil) V Malang Raya, yang kini juga menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR RI, DR Pieter C Zulkifli, terkait tulisan lafal Alquran ‘Bismillaahirrohmaanirrohiim’ di gambar stiker caleg tersebut.
“Hanya saja yang kita persoalkan adalah ketika tulisan lafal Alquran tersebut dibuang pada tempat yang salah, seperti dibuang di tempat sampah. Sehingga hal itu yang menjadikan para kiai di wilayah Kabupaten Malang mempersoalkan gambar stiker itu,” kata KH Romadhon, Senin (31/3), kepada Bhirawa.
Dia menegaskan, jika ada segelintir orang yang memplintir adanya penistaan agama, maka harus dipertanyakan kepada yang membuat isu tersebut. Karena dirinya menduga ada kelompok tertentu yang memanfaatkan momen pemilihan umum (pemilu) caleg sebagai ajang petarungan politik, dengan memanfaatkan isu agama untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Sehingga ini yang menjadi kekhawatiran MUI akan menimbulkan terjadinya perpecaan, yang natinya  tidak hanya di dalam umat muslim sendiri, namun juga mengarah pada perpecaan umat beragama lainnya.
Sebab, lanjut Romadhon, saat ini kerukunan umat beragama di wilayah Kabupaten Malang sangat baik dan saling menghormati. Sehingga jangan sampai dengan terjalinnya kerukunan antar umat beragama dinodai dengan segelintir orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri, dengan mengorbankan kerukunan umat beragama. “Isu agama sangat rawan, karena hal tersebut juga akan mempengaruhi stabilitas keamanan dalam menjelang pemilihan pemilu,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengimbau pada masyarakat Kabupaten Malang, dan khususnya umat muslim, jangan mudah terprovokasi oleh isu sara yang mengarah pada perpecaan umat beragama. Karena kepentingan politik akan menghalalkan segala cara, termasuk menghembuskan isu sara. Sehingga masyarakat harus bersikap arif dan bijaksana, serta juga bisa memproteksi sumber isu. Apalagi, jika isu sara dilontarkan oleh orang-orang yang hanya mengejar kepentingan pribadi dalam melancarkan usahanya.
Hal yang sama juga dibenarkan, Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Munawariyah, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang KH Maftuh Said, bahwa  para Kiai Nahdliyin tidak pernah membuat fatwa penistaan agama terkait lafal Alquran di dalam gambar stiker milik Caleg DPR RI Pieter C Zulkifli.
“Memang yang pertama kali mempermasalahkan tulisan ‘Bismillaahirrohmaanirrohiim’ di gambar stiker Pieter itu saya. Namun, yang saya masalahkan bagaimana jika tulisan lafal Alquran itu dibuang di tempat yang tidak semenstinya. Sehingga para kiai bersama pengurus Nahdlatul Ulama (NU) dan MUI Kabupaten Malang merapatkan hal itu,” papar dia.
Ia juga mengaku, bahwa Pieter sudah memberikan klarifikasi kepadanya, jika dirinya tidak pernah terbersit sedikit pun untuk melakukan penistaan agama Islam. Bahkan, dia juga melakukan permintaan maaf yang sebesar-besarnya khususnya pada umat Islam,  jika tulisan lafal Alquran tersebut tidak tepat. Meski, Pieter bukan muslim tapi perilakunya seperti orang Islam, dan tata cara dia juga seperti orang NU.
“Dan agar mendapatkan hidayah dari Allah, maka  songkok putih yang dipakai anak menantu saya KH Mustofa Badri (Gus Mus), saya pakaikan ke Pieter. Sedangkan songkok itu tidak hanya sebagai pertanda orang Islam, tapi songkok itu juga sebagai ciri khas orang Indonesia di mata dunia. Seperti Presiden RI Pertama Ir Soekarno, karena  dalam setiap kegiatan kenegaraan baik di Indonesia maupun di negara mana saja, Soekarno selalu memakai songkok hitam. Sehingga songkok itu bisa dipakai siapa saja, dan tidak memandang ras atau agama,” tegas KH Maftuh Said. [cyn]

Tags: