Uniknya Tradisi Sanggring di Kabupaten Lamongan

Warga Lamongan dan sekitarnya meminta masakan yang dimasak dalam tradisi Sanggring di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan.

(Sudah Ada Sejak Ratusan Tahun Lalu, Harmoni dalam Balutan Musik Karawitan)
Kab Lamongan, Bhirawa
Tradisi peninggalan leluluhur di sebuah desa yang terletak di selatan Kabupaten Lamongan masih terawat hingga saat ini. Budaya ruwatan peninggalan ratusan tahun tersebut sudah menjadi tradisi rutin di setiap tahunya tepatnya pada 26 atau 27 Jumadil Awal. Tradisi ini semakin terasa kental Jawanya ketika diiringi dengan musik gamelan, kendang dan alat musik tradisional lainnya yang sering di sebut orang Jawa sebagai musik karawitan.
Ya, warga di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan memiliki tradisi unik yang disebut tradisi Sanggring. Tradisi Sanggring sendiri adalah sebuah tradisi memasak-masakan yang berbahan baku ayam dan yang dilakukan oleh empat puluh orang yang keseluruhan adalah kaum laki-laki. Setelah masakan siap saji, wargapun berduyung-duyung untuk mendapatkan sanggring.
Menurut Kepala Desa Tlemang, Aris Purnomo, tradisi Sanggring ini pertama kali dimunculkan oleh Ki Buyut Terik pada ratusan tahun yang lalu. Tradisi itu sebagai jamuan untuk menyambut tamu saat sedekah bumi sebagai rasa syukur saat setelah panen raya. Ki Buyut Terik sendiri merupakan tokoh perintis adanya Desa Tlemang.
“Kemudian tradisi ini diwariskan secara turun temurun di Tlemang hingga saat ini. Uniknya lagi jumlah porsi jamuan sebanyak 44 porsi atau piring,” kata Aris Purnomo.
Aris panggilan Kades Aris Purnomo menjelaskan, menurut cerita dari nenek moyang Sanggring ini untuk menjamu. “Dulu kan ada seperti prajurit, mengundang teman-teman untuk jamuan makan, mengerahkan anak buahnya atau murid-muridnya untuk memasak Sanggring ini,” terang Aris, yang juga memaparkan Ki Buyut Terik juga merupakan salah satu pemimpin prajurit kerjaaan di zamanya.
Hingga saat ini Sanggring yang juga dipercayai bisa sebagai obat sehingga selain warga Desa Tlemang juga banyak warga dari daerah lain untuk turut antri saat sanggring siap saji.
“Ayam yang disanggring sendiri merupakan pemberian warga yang diberikan lengkap dengan bumbunya,” ungkap salah satu warga Yatono yang juga menegaskan Sanggring selalu dilaksanakan setiap Jumadilawal, tanggal 27 dan dalam proses masak tersebut tidak boleh dicicipi.
Saat menunggu proses masak, warga disuguhi hiburan berupa Wayang Krucil, dengan menampilkan 4 orang sinden.
Pada awalnya dulu, sambung Yatono, di ritual bernama Sanggring ini juga terdapat prosesi dimana kuahnya Sanggring ini untuk ngumbah (mencuci) gaman (senjata), bernama Sengrok Simala Gandring.
Di sisi lain, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Lamongan, merancang tradisi Sanggring ini sebagai ikon ikon pariwisata Lamongan, dan sekaligus masuk dalam kalender pariwisata Jawa Timur.
“Sebenarnya pada tahun 2019, tradisi Sanggring ini sudah masuk di kalender pariwisata Jawa Timur. Sekitar bulan Januari pertengahan, itu ada launching kalender wisata di Jawa Timur, itu sebenarnya sudah masuk Sanggring ini,” tegas Sekretaris Disbudpar Lamongan Rudi Gumelar, saat mengikuti sanggring kemarin.
Menurutnya di Jawa Timur tradisi ini hanya ada di Lamongan. “Biasanya kan untuk acara sedekah bumi ini hampir di setiap desa ada, tapi yang unik seperti di desa Tlemang ini yang sampai kita lihat tadi masaknya oleh laki-laki dan sebagainya,” ungkap Rudi.
Di momen bersamaan acara Nyanggring dalam Tradisi Mendak’an di Desa Tlemang Ngimbang Lamongan semakin kental Jawanya dengan musik karawitan. Pak Jupel situs Brumbun Lamonganrejo yang berprofesi sebagai Tukang Kendang dalam karawitan.
Pak Jupel bermain dalam acara pertunjukan wayang krucil mengiringi upacara peringatan tradisi Mendak’an ini yang juga di barengi dengan prosesi Nyanggring (masak bersama).
Dalang dalam pertunjukan wayang krucil ini adalah Ki Suwandi yang juga merupakan warga setempat, sekaligus pemilik kesenian karawitan dan wayang ‘wahyu purbo Asih’. [Alimun Hakim]

Tags: