Urgensi Kompetensi Teknologi Digital Pekerja

Oleh :
Yuyun Nailufar, SE
ASN Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo Jabatan

Siapa yang tidak kenal dengan revolusi industry 4.0 yang sedang dibicarakan, mulai dari masyarakat tingkat atas sampai masyarakat kalangan menengah ke bawah.

Bagaimana prosesnya revolusi indutri berlangsung butuh waktu ber abad-abad untuk berkembang. Mulai dari revolusi industry 1.0 pada abad ke-18 yang ditandai dengan penemuan mesin uap yang dapat menggantikan tenaga manusia, yang sebelumnya memakan waktu lama dan biaya besar.

Setelah adanya mesin uap tersebut pekerjaan produksi akhirnya menjadi lebih cepat dan hemat biaya. Setelah itu masuk revolusi 2.0 yang terjadi pada abad ke-20 yang ditandai dengan penemuan tenaga listrik yang menggantikan mesin uap. Yang tentunya bisa lebih menghemat pekerjaan tenaga manusia dan biaya produksi juga jadi lebih murah. Sedangkan revolusi 3.0 terjadi pada akhir abad ke-20 yang ditandai dengan adanya teknologi digital serta internet seperti komputer yang memiliki kemampuan menghitung dan menerima perintah yang canggih.

Saat ini kita telah memasuki revolusi industry 4.0 yang di mulai pada abad ke-21, dimana abad ini merupakan revolusi dimana manusia telah menemukan pola baru dengan adanya kemajuan teknologi yang terjadi begitu cepat sehingga mengancam berbagai perusahaan konvensional.

Berbagai teknologi baru yang tadinya tidak pernah terpikirkan akhirnya banyak bermunculan seperti ojek online, transaksi perbankan online dan munculnya berbagai macam warung digital. Dan hal ini juga mempengaruhi tenaga kerja yang bekerja pada kegiatan serba online. Karena lowongan pekerjaan banyak dibuka secara online maka mempengaruhi cara perekrutan pekerja dan juga kompetensi yang di miliki oleh pekerja.

Kondisi tenaga kerja Indonesia saat ini berdasarkan data International Labour Organization (ILO) Indonesia pada 2020, bahwa berdasarkan usia 25+ ada sekitar 73,2 persen adalah Angkatan kerja. Meskipun demikian, nyatanya lowongan kerja tidak mampu memberi kesempatan kerja yang banyak pada beberapa tahun terakhir.

Sektor pertanian di Indonesia masih memegang porsi terbesar dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data BPS pada tahun 2021 melalui Berita Resmi Statistik salah satunya di Provinsi Jawa Timur ada sekitar 89,55 persen pekerja Informal yang bekerja di sektor Pertanian. Hal ini menandakan bahwa pekerja informal lebih cenderung memilih sector pertanian sebagai mata pencahariannya.

Mengapa pekerja informal cenderung lebih besar dibandingkan pekerja formal, mari kita kenali dulu apa itu pekerja sector informal. Menurut Undang-Undang ketenagakerjaan pekerja sector informal merupakan orang yang bekerja tanpa relasi kerja, artinya tidak ada perjanjian yang mengatur elemen-elemen kerja, upah dan kekuasaan.

Di sisi lain, masalah ketenagakerjaan selalu berbarengan dengan masalah pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia ada sebanyak 9,1 juta orang per Agustus 2021. Jumlah itu turun sekitar 670.000 orang dari posisi per Agustus 2020 yang mencapai angka 9,77 juta orang, walaupun datanya cenderung turun dari tahun ke tahun tetapi masalah pengangguran tidak pernah usai.

Penganggur yang memilih tidak bekerja karena kesempatan kerja sektor formal menurun merupakan cerminan kondisi yang tidak diharapkan. Karena di sisi lain, berbagai kebutuhan makanan maupun non makanan harus tetap di penuhi demi menyambung hidup. Makanya penduduk yang tidak memenuhi kualifikasi untuk pekerja formal memilih beralih ke pekerja informal yang tidak memelukan aturan dan kompetensi dari pekerjanya. Direktorat ketenagakerjaan Badan Perencanaan pembangunan Nasional (BAPPENAS) pernah mempublikasikan hasil studi, dimana setiap kenaikan 10 persen upah minimum akan mengurangi kesempatan kerja 1,1 persen.

Pengurangan kesempatan kerja di sector formal justru akan membuat pencari kerja beralih ke sector informal. Hal ini yang menimbulkan peningkatan nilai permintaan tenaga kerja pada sector informal. Walaupun begitu yang perlu menjadi perhatian bersama adalah jumlah pengangguran usia muda yang masih terlampau tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Terlebih dengan adanya inovasi teknologi digital yang semakin maju, perubahan besar banyak terjadi pada system produksi hingga ke pendistribusian barang bahkan juga terjadi perubahan dalam hal jasa.

Di era perkembangan teknologi sekarang, masyarakat banyak yang sudah memanfaatkan teknologi dalam kegiatannya sehari-hari, begitu juga dalam kegiatan sector informal. Menurut pakar/ahli teknologi yaitu, Miarso (2007), teknologi merupakan suatu bentuk dari proses yang meningkatkan nilai tambah. Proses yang berjalan bisa menggunakan atau menghasilkan produk-produk tertentu, yang mana produk yang tidak terpisah dari produk yang sudah ada.

Hal tersebut menyatakan bahwa teknologi ialah bagian integral dari yang terkandung dalam system tertentu. Teknologi informasi dan komunikasi menjadi basis dalam kehidupan manusia. Perkembangan dunia internet dan teknologi digital yang cepat dan massif mempengaruhi pengugunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas, sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.

Luas serta dalamnya perubahan ini menandai transformasi seluruh system produksi, manajemen, dan tata Kelola. Menyikapi hal tersebut kesempatan untuk memperoleh pekerjaan harus di dukung oleh kompetensi digital di berbagai sector baik formal maupun informal.

Berdasarkan data dari Newzoo, gambaran pengguna smartphone di Indonesia mencapai 160,23 juta, menempati posisi ke empat di dunia. Sementara dari data internetworldstats, pengguna internet di Indonesia, tercatat ada 212,35 juta pengguna internet, yang berarti sekitar 78 persen dari total populasi penduduk tahun 2021. Demikian pula dengan media sosial, rata-rata diatas 50 persen penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial.

Perkembangan dunia digital di Indonesia yang semakin pesat menawarkan peluang-peluang usaha serta ke mana arah tujuan bisnis ke depan. Tuntutan aktivitas yang di lakukan dari rumah mengharuskan agar dapat menguasai teknologi informasi dan komunikasi dari berbagai bidang. Ini memunculkan kreativitas dan terpaksa melek teknologi dengan menggunakan media sosial sebagai alat bantu untuk menawarkan barang.

Perusahaan Gojek yang bertahan di era industry sekarang, ada 250 ribu mitra usaha yang sudah bergabung dalam GoFood dan sebanyak 43 persen dari mereka adalah pengusaha pemula. Dan rata-rata mitra usaha GoFood adalah usaha berskala UMKM. Yang berarti bahwa perkembangan usaha sektor informal sangat menguntungkan di era sekarang ini. Dengan begitu perekrutan pekerja juga telah memperhatikan kemampuan melek teknologi terutama penggunaan media sosial dan aplikasi digital di smartphone.

Jadi menghadapi keadaan serba online para pencari kerja juga harus terpaksa atau di paksa memiliki kemampuan digital bukan hanya mencari pekerjaan di sektor formal tetapi juga sektor informal.

——— *** ———-

Tags: