Wakil Wali Kota Probolinggo Resmikan Sekolah Aletheia

Wawali Subri meresmikan Sekolah Aletheia Probolinggo. [wiwit agus pribadi]

Pemkot Probolinggo Anggarkan Rp 63 M untuk Pendidikan Gratis
Probolingggo, Bhirawa
Wakil Wali Kota Probolinggo, Mochammad Soufis Subri, meresmikan pembukaan Gedung Sekolah Kristen Aletheia Probolinggo di Jl Irama, Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan.
Dalam Acara yang bernuansa adat daerah ini Wakil Wali Kota didampingi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Moch Maskur, Wakapolres Probolinggo Kota, Kompol Imam Pauji, serta Kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait.
Hadir pula Ketua BP Sinode GKT, Ketua Yayasan Aletheia, Ketua Badan Pelaksana Pendidikan Aletheia dan Kepala sekolah se-Kota Probolinggo. Acara dibuka dengan tampilan pra acara tarian mawar dibawakan murid SD Aletheia, pemutaran video perjalanan sekolah Aletheia sejak berdiri tahun 2015.
Bermula dari Kelompok Bermain yang hanya memiliki tiga siswa hingga tahun 2020 ini sudah memiliki lebih dari 58 peserta didik, dari jenjang KB hingga SD dan tujuh Anak Berkebutuhan Khusus, dengan 17 dewan guru. Hal ini diungkapkan Ketua Yayasan Aletheia, Pendeta Markus Dominggus, Selasa (21/1).
“Tujuan utama berdirinya sekolah Aletheia ini untuk menjadikan siswa yang berpribadi baik dan berpengaruh positif bagi masyarakat sekitar. Wakil Wali Kota Subri mengatakan, mendapatkan pendidikan yang baik merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara, dan tugas negara memikirkan dan mewujudkannya,” jelas Wawali.
Menurutnya, menyiapkan generasi muda bangsa yang unggul perlu adanya fasilitas pendidikan yang baik dan mewadahi. Dengan didirikannya sarana pendidikan ini diharapkan bisa menjadi jendela dari bangsa untuk memiliki masa depan yang cerah. Diharapkan sekolah ini dapat berkembang yang nantinya melahirkan putra – putri terbaik di daerah untuk Kota Probolinggo secara khusus dan bangsa Indonesia.
Akses pendidikan agar sepenuhnya dinikmati warganya. Pemerintah Kota menganggarkan Rp63 miliar untuk akses pendidikan gratis pada ribuan siswa. Pendidikan gratis tidak hanya menjadi jargon, tapi menjadi komitmen.
Pada tahun anggaran 2019, Pemkot Probolinggo melalui Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) menyiapkan dana Rp63.287.388.600 untuk pendidikan gratis. Rinciannya, BOS Pusat SD dan SMP Negeri sebesar Rp28.978.060.000, BOS Pusat SD dan SMP Swasta sebesar Rp3.716.000.000 BOSDA SD dan SMP Negeri sebesar RP19.286.164.600, dan BOSDA SD/MI dan SMP/MTs Swasta sebesar Rp7.225.800.000.
Selain itu, untuk meningkatkan SD dan SMP sederajat, juga ada BOP PAUD Pusat dan Daerah sebesar Rp3.245.086.000, serta BOSDA Madin sebesar Rp836.278.000. Selama ini pendidikan gratis 12 tahun belum maksimal dilakukan, sehingga tahun 2020 ini dana BOS dan BOSDA juga ditingkatkan pengajuannya.
“Pendidikan murah dan bermutu dapat dilaksanakan di seluruh Kota Probolinggo. Jangan hanya seremonial semata, tapi lebih pada komitmen akses pendidikan. Jadi komite dan sekolah tak boleh ada pungutan – pungutan dalam bentuk apapun,” ujar Wawali Subri.
Selain dana operasional untuk sekolah itu, Disdikpora juga menyiapkan program untuk peningkatan kompetensi tenaga pendidik. Kemudian program untuk penyaluran minat, bakat, dan kreativitas siswa di Kota Probolinggo.
“Karena itu dalam peningkatan kualitas pendidikan, jangan menoleh ke belakang tapi menatap masa depan pendidikan kota probolinggo yang lebih baik,” tandas Subri.
Deklarasi Pendidikan Gratis disambut dengan baik oleh Dewan Pendidikan Kota Probolinggo, Eko Wahyono. Sebab, permasalahan yang paling penting dalam pendidikan adalah biaya pendidikan. ”Dengan adanya kebijakan pendidikan gratis ini, tentu meringankan beban masyarakat untuk membiayai pendidikan yang berkaitan dengan edukatif dan kegiatan sekolah,” katanya.
Setiap siswa SD/MI Negeri menerima BOS Pusat dan Bosda sebesar Rp800 ribu. Jadi dalam setahun mereka mendapat Rp1,6 juta per tahun dari dua sumber. Untuk siswa SMP/MTs Negeri akan menerima Rp2 juta per tahun. Yakni dari BOS Pusat dan BOSDA sebanyak Rp1 juta.
Sementara itu, bantuan untuk siswa yang menempuh pendidikan di lembaga swasta lebih kecil. Dimana untuk siswa SD/MI Swasta akan menerima Rp480 ribu per tahun dari BOSDA. Sedangkan untuk siswa SMP/MTs Swasta akan menerima Rp600 ribu per tahun. ”Memang benar ada perbedaan. Karena lembaga yang swasta kepemilikannya adalah yayasan, kalau negeri menjadi aset pemerintah,” tandas Moch Maskur.
Lebih lanjut, Wawali Subri menambahkan, adanya transportasi pelajar yang mendapat respon yang luar biasa bagi siswa maupun orang tua ditiap tahunnya. Sedikitnya, 139 orang pelajar telah memanfaatkan fasilitas Angkutan Kota (Angkot) yang siap mengantar pergi pulang sekolah setiap harinya, sebanyak 10 armada. Rinciannya, pelajar asal SMPN 8 sebanyak 103 siswa, SMPLB 25 siswa dan MAN 1 sebanyak 11 siswa.
Per bulan mereka dikenai biaya Rp150 ribu, tapi karena yang Rp30 ribu disubsidi perusahaan melalui CSR, maka mereka cukup membayar Rp120 ribu per bulan. Berdasarkan kebijakan perhubungan, di tahun 2020 ini akan digratiskan. Berawal dari SMP 8 yang lokasinya berada di pinggiran kota, insya Allah menyusul sekolah yang lain. [wap]

Tags: