Wali Murid Ingin Perangkingan SNMPTN Jelas

Wakil Rektor I Unair Prof Djoko Santoso memberikan sosialisasi tentang SNMPTN kepada wali murid di SMAN 5 Surabaya, Rabu (25/1). [adit hananta utama]

Surabaya, Bhirawa
Aturan-aturan seputar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) menjadi perhatian seirus wali murid. Terlebih bagi mereka yang ingin mendaftarkan anak-anaknya menuju bangku PTN. Karena itu, wali murid berharap adanya kejelasan terkait model perangkingan dalam SNMPTN.
Pertanyaan-pertanyaan terkait perangkingan itu muncul dalam pertemuan antara wali murid SMAN 5 Surabaya dengan Universitas Airlangga (Unair), Rabu (25/1). Seperti diungkapkan Billy Mesakh, pengalamannya dua tahun lalu saat mendaftarkan anaknya dalam SNMPTN gagal. Padahal anaknya  di sekolah mendapatkan peringkat dua. Sementara teman satu sekolah yang peringkatnya 170 justru diterima.
“Sekarang anak saya satu lagi yang kelas III mau daftar SNMPTN. Yang ini peringkatnya 30 di satu sekolah,” kata dia ditemui di aula SMAN 5 kemarin.
Menurutnya, jika memang peringkat di sekolah tidak dipakai secara mutlak, maka panitia SNMPTN harus transparan. Pertimbangan apa yang akan dipakai. “Kalau memang prestasi akademik dan non akademik, sekalian saja itu yang ditegaskan,” tutur pria yang kini tinggal di Darmo Permai Selatan itu.
Wakil Rektor I Unair Prof Djoko Santoso mengatakan, sekolah tidak berhak melakukan perangkingan terhadap siswa. Yang bisa dilakukan sekolah hanya menginput data siswa kelas XII ke Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). Setelah data masuk, panitia pusat akan melakukan perangkingan secara otomatis menggunakan sistem yang sudah ada.
“Ada item-item yang dimasukkan komputer. Sehingga, kalau sekolah mengirim 50 puluh siswa, urutan itu belum tentu sama dengan urutan di pusat. Artinya, pusat yang berhak merangking dan sekolah hanya mengajukan,” kata dia.
Seperti diketahui, tahun ini kuota pendaftar SNMPTN untuk tiap sekolah dihitung berdasar akreditasi sekolah. Sekolah dengan akreditasi A menerima kuota 50 persen, akreditasi B 30 persen, akreditasi C 10 persen, dan sekolah belum terakreditasi dijatah 5 persen.
Menurut dia, perangkingan tersebut secara umum mengacu pada mata pelajaran Ujian Nasional (UN) tahun lalu. Sekolah tidak berhak merangking. Sekolah hanya berhak memasukkan semua data siswa. Nanti, sistem di pusat merangking sesuai dengan akreditasi sekolah tersebut. “Siswa yang masuk kuota sesuai akreditasi ini, baru diberi password untuk mendaftar SNMPTN. Intinya di situ,” tuturnya.
Dia juga mengingatkan siswa untuk mendaftar ke program studi (Prodi) yang linier dengan jurusan di sekolah. Pasalnya, Prodi dengan jumlah peminat banyak akan menghitung hal-hal yang sifatnya kecil sekalipun. Fakultas Kedokteran misalnya, nilai komulatif bukan satu-satunya pertimbangan. Karena yang dilihat adalah empat mapel seperti Biologi, Matematika, Fisika dan Kimia.
“Hal-hal kecil seperti nilai 0,0 sekian itu bermasalah. Kalau nilai empat mapel itu ada yang sama dengan pesaingnya, maka dilihat lagi mapel Biologinya  bagaimana. Karena kedokteran itu biologinya harus benar-benar top,” jelasnya.
Terpisah Warek I Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Yuni Sri Rahayu menuturkan SNMPTN tahun lalu memang banyak orangtua yang salah pemahaman terkait kuota per sekolah. Perangkingan kuota per sekolah dikira dilakukan oleh sekolah. “Pertanyaan orangtua, rangkingnya anakku lebih tinggi kok tidak diterima, sementara anak-anak lain lebih rendah boleh daftar,” ujarnya.
Terus terang, lanjut dia, kuota per sekolah berdasar akreditasi dilakukan sistem. Sistem itu merangking berdasarkan mapel-mapel tertentu yang sudah jelas. Misalnya, jurusan IPA, IPS, dan Bahasa mapelnya berbeda-beda. Hal ini baru menentukan kuota per sekolah, belum sampai ke pendaftaran. “Setelah ditentukan sistem kuota per sekolah, baru diketahui yang berhak daftar SNMPTN,” ungkapnya.
Yang berhak mendaftar SNMPTN selanjutnya diberi password. “Ini yang perlu ditekankan, sekolah tidak berhak merangking,” pungkas dia. [tam]

Tags: