Sekolah Dukung Siswa Cari Bantuan ke Pemkot

Salah satu siswa SMAN 6 Surabaya mengirimkan surat permohonan bantuan keuangan secara personel ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Permohonan bantuan ini disinyalir imbas alih kelola SMA/SMA dari Kota Surabaya ke Provinsi Jatim yang menyebabkan sekolah-sekolah kesulitan biaya operasional dan akhirnya dibebankan ke siswa.

Dindik Jatim Yakin Permohonan Tidak Dibuat Siswa
Dindik, Bhirawa
Dampak alih kelola SMA/SMK dari Kota Surabaya ke provinsi kembali jadi sorotan. Ini setelah munculnya sejumlah permohonan bantuan secara personal oleh siswa SMA dan SMK negeri Surabaya ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Seperti yang dilakukan salah satu siswa SMAN 6 Surabaya yang berkirim surat permohonan bantuan beserta rinciannya. Nilai bantuan yang diminta cukup fantastis, yakni Rp 7. 825.000. Rinciannya, biaya AC kelas sebesar Rp 200 ribu, biaya ambalan (seperti persami) Rp 275 ribu, uang saku persami Rp 200 ribu, SPP bulan Januari Rp 150 ribu serta bimbingan belajar selama 6 bulan sebesar Rp 7 juta.
Kepala SMAN 6 Surabaya Nurseno mengaku belum mengetahui ada siswanya yang meminta permohonan bantuan. Termasuk nilai nominal yang tercantum di dalam suratnya. Kendati demikian, ia mendukung siswa mencari bantuan secara individu ke pemkot. “Sah-sah saja kan kalau ada yang minta bantuan ke Pemkot Surabaya. Misalnya ada siswa yang minta surat keterangan minta beasiswa ke perusahaan A begitu kan juga tidak masalah,”jelas Nurseno dikonfirmasi, Rabu (25/1).
Menurutnya jika ada siswa yang meminta bantuan untuk bayar SPP juga tidak masalah. Dengan begitu, sekolah masih mendapatkan pembiayaan. SPP itu selanjutnya akan digunakan untuk biaya listrik, air, internet, kebutuhan pembelajaran habis pakai hingga honor pegawai dan guru tidak tetap. “Kalau AC ya masuk listrik, tidak ada penambahan biaya untuk AC. Sekarang malah kami lakukan penghematan karena sudah nggak dibiayai pemkot,” lanjutnya.
Sementara itu, sekolah juga tidak menetapkan bimbingan belajar tambahan bagi siswa. Sebab sekolah memiliki pogram pengembangan dan klinis belajar. Program ini mewadahi anak yang memiliki kemampuan belajar tinggi dan ingin dapat ilmu tambahan. Demikian pula untuk pelajaran atau perbaikan nilai. “Kalau di sini cenderung bimbel di luar, kalau itu kami tidak memantau,”tambahnya.
Namun, menurutnya sejumlah biaya personal juga dibebankan pada siswa. Hal ini sudah berlaku sejak SPP tidak dibebankan pada siswa. Yaitu Belajar Praktik Kerja Kreatif (BPK2) yang biasa diadakan di luar kota atau melibatkan instansi luar sekolah. Kemudian ambalan atau kegiatan kemah pramuka yang diadakan di bumi perkemahan. “Kalau kelas 12 biasanya satu angkatan dari siswa juga ngumpulin dana buat bikin album kenangan,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim yakin surat permohonan tersebut tidak dibuat sendiri oleh siswa. Bisa jadi pengajuan itu dilakukan oleh sekolah atau pihak lain. Selain itu, nilai nominal yang tercantum juga tidak masuk akal. “Tidak masuk akal karena perinciannya juga seperti pengajuan anggaran,” tutur Saiful singkat.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Muzakki menuturkan, langkah seperti ini bisa jadi modus karena polanya bisa diikuti orang lain. Karena itu, pemkot pasti tahu akan memberi atau tidak karena bukan kewenangannya, kecuali bantuan sosial. “Kalau bantuan sosial lain ya dengan bantuan ke lembaga,” kata dia.
Muzakki mengaku juga tidak yakin usaha siswa tersebut atas dasar kemauan individual. Karena permintaan yang diajukan terlihat ada kejanggalan. Memang, sekolah saat ini tidak boleh hanya mengandalkan SPP dari siswa. Tapi hal itu dilakukan dengan bekerjasama antara sekolah dan pihak-pihak lain seperti dunia usaha dan dunia industri. Bentuknya bisa Corporate Social Responsibility (CSR) atau kerjasama dengan alumni dan stake holder eksternal lainnya. “Tapi ini (permohonan siswa, red) lucu, benar-benar lucu. Saya tidak yakin itu siswa (yang melakukan),” pungkas dia.

Verifikasi Permohonan
Kabag Humas Pemkot Surabaya Muhammad Fikser mengatakan hal ini sebuah fenomena yang mulai muncul pasca pengelolaan SMA/SMK. Ia mengaku Pemkot Surabaya akan melakukan verifikasi permohonan bantuan keuangan dari seorang siswa SMA Negeri di Surabaya yang dikirim langsung ke Wali Kota Surabaya.
“Selain permohonan bantuan keuangan dari siswa , Pemkot Surabaya juga menerima surat protes dari guru honorer SMA/SMK karena belum menerima honorer. Kami heran kenapa ada permohonan bantuan seperti ini. Padahal pemkot sudah menyerahkan seluruh sarana dan prasarana serta guru honorer SMA/SMK pada 15 Oktober 2016 lalu,” ujarnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku telah memperkirakan kondisi ini sebelumnya sejak masih menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Kota (Bappeko) Surabaya. Wali kota dua periode ini pun menceritakan bahwa pernah menyamar sebagai wali murid setelah menerima aduan adanya pungutan di salah satu sekolah negeri.
Risma yang baru memiliki cucu ini menerima surat dari seorang wali murid yang mengeluhkan tarikan sekolah di luar nalar, alasannya untuk biaya les dan rekreasi. “Waktu itu ada bapak yang punya tiga anak kirim surat ke saya. Usahanya bangkrut dan harus membiayai tiga anaknya yang masih sekolah. Satu sekolah di SMKN 5 dan satunya SMP tapi saya lupa di mana. Habis terima surat itu aku datang ke SMK, menyamar sebagai wali murid sama pak Agus Sonhaji sekarang Kepala Bappeko,” kata Risma. [tam, geh]

Tags: