Waspada Puncak Belanja

Sepekan ini akan menjadi peak session (periode puncak) belanja, terutama sandang, dan bahan pangan nasional. Seluruh pusat perbelanjaan, mall, hypermarket, sampai pasar malam, disesaki pengunjung. Seluruh masyarakat Indonesia menjadikan sepekan akhir bulan Ramadhan sebagai puncak kesibukan mempersiapkan diri menyambut hari raya Idul Fitri. Perlu membeli baju baru, sebagai pengiring “mental baru” pasca puasa Ramadhan.
“Mental baru,” menjadi tanda hasil puasa. Tidak mudah menahan nafsu keinginan makan, dan minum (juga tidak merokok) selama subuh sampai tiba saat maghrib (berbuka). Umumnya setiap orang berhasil menjaga hubungan sosial lebih baik. Lebih murah senyum, lebih dermawan. Walau tidak seluruh umat Islam, berhasil “menjaga puasa” dengan perilaku yang mengiringi kewajiban agama. Masih terdapat umat Islam yang menebar kebencian pada media sosial (medsos). Terutama berkait pilpres (pemilihan presiden).
Bahkan pada bulan Ramadhan saat ini masih terjadi unjukrasa dengan anarkhis disertai fitnah keji. Padahal seluruh anarkhisme dalam unjukrasa terbukti sangat mengganggu perekonomian daerah. Ajaran agama sangat “meng-haram-kan” (melarang keras sabotase (gangguan keamanan) yang menyebabkan hambatan perdagangan. Begitu pula pada tataran hukum kenegaraan, demo anarkhis (dan fitnah) dapat diancam hukuman pidana (penjara).
Bersyukur, unjukrasa anarkhis (terkait pilpres) hanya terjadi di Jakarta, tidak merembet ke daerah lain. Bersyukur pula, selama sebulan Ramadhan tiada bencana alam. Serta tidak terjadi kejahatan (kriminalitas) menonjol, kecuali hanya berkait politik. Sehingga melaksanakan ibadah puasa terasa plong. Selama sebulan puasa, terasa lebih ramah dengan inner quotient (kecerdasan dari dalam diri). Sukses mengendalikan diri bukan hanya takut terhadap hukum pidana. Melainkan kesadaran hasil “tempaan” puasa.
Karena inner-quotient itu pula, hiburan malam tutup. Maksiat dan pekat (penyakit masyarakat) yang lain juga turut menyurut, karena situasi sosial yang baik. Berbagai praktek layanan publik selama Ramadhan sudah lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Termasuk “kinerja sosial” pemerintah terasa lebih mem-fasilitasi hajat kultural Ramadhan. Misalnya, dengan menyediakan angkutan mudik dan balik lebaran, dengan mengerahkan moda transportasi darat (bus dan keretaapi) serta laut.
Pemerintah (dan daerah) memiliki kewajiban mengamankan (dan me-nyaman-kan) bulan puasa Ramadhan sampai diujungnya (hari raya Idul Fitri). Hal itu disebabkan rangkaian Ramadhan-Idul Fitri, sudah menjadi bagian sosial-budaya paling kolosal. Didalamnya juga terdapat nilai ke-ekonomi-an sangat tinggi (melebihi bulan-bulan sebelumnya). Bahkan pejabat publik (politik) memanfaatkannya sebagai momentum pencitraan politik.
Namun Ramadhan tahun ini, hampir bersamaan dengan tahun ajaran baru sekolah. Orangtua murid perlu mendaftarkan anak-anak ke sekolah (kelas 1, kelas VII, dan kelas XI). Juga perlu belanja peralatan sekolah. Termasuk ganti seragam yang sudah lusuh. Juga ganti tas, dan sepatu. Biaya pendaftaran murid pada sekolah swasta tergolong mahal, terutama pada sekolah favorit. Sedangkan sekolah negeri harus melalui “rebutan” kursi.
Ramadhan sekarang tak kalah kritis untuk kalangan orangtua dengan ekonomi pas-pasan. Hampir pada seluruh daerah Nampak antrean panjang ibu-ibu di depan toko perhiasan (emas), dan pegadaian negeri. Keperluannya bisa memperoleh uang, demi “meng-aman-kan” tahun ajaran baru anak-anak. Pemerintah (dan daerah) perlu menggagas semacam subsidi untuk program awal tahun ajaran baru. Yakni, sokongan biaya pendaftaran sekolah keluarga ekonomi pas-pasan.
Di Jawa Timur, mulai tahun ajaran baru sekarang (Juli 2019) biaya sekolah, yang berupa SPP bulanan tingkat SLTA telah ditanggung oleh pemerintah propinsi. Sangat bermanfaat mencegah putus sekolah. Namun peng-gratis-an biaya SPP tidak berguna lagi, manakala telah terhadang biaya pendaftaran sekolah swasta yang mahal.

——— 000 ———

Rate this article!
Waspada Puncak Belanja,5 / 5 ( 1votes )
Tags: