WTP APBD Jatim 2021

Tujuh tahun berturut-turut (sejak tahun 2015) pemerintah propinsi Jawa Timur memperoleh penilaian BPK dengan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Tetap bukan berarti bebas dari kesalahan. Dalam catatan BPK, masih banyak “temuan penyimpangan” yang wajib diverifikasi. Tak terkecuali klarifikasi anggaran Bansos (Bantguan Sosial) masa pandemi. Jika gagal melaksanakan klarifikasi dalam 6 enam bulan, bisa berpotensi konsekuensi hukum tindak pidana korupsi (Tipikor).

Penjejakan oleh BPK juga menjadi Pertimbangan DPRD Jawa Timur membedah Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) gubernur. Puluhan ke-tidak patuh-an anggaran telah dijejaki BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), tersebar di berbagai Dinas, Badan, dan Biro) di jajaran Pemprop Jawa Timur. Gubernur sebagai piminan tertinggi pemerintahan diminta “memperingatkan” kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) wajib memperbaiki administrasi pelaksanaan anggaran.

Model “peringatan” juga beberapa tingkat, sesuai ke-serius-an kesalahan. Ada yang harus diperingatkan secara keras, karena temuan BPK yang tergolong fatal. Bukan sekadar kesalahan administrasi. Misalnya penerima dana hibah fiktif. Serta paket Bansos yang tidak sesuai standar harga. Begitu pula konstruksi infrastruktur yang tidak sesuai dengan spesifikasi proyek. Juga harga perjalanan dinas yang kelebihan bayar, wajib dikembalikan.

Berdasarkan Undang-undang (UU) nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, mewajibkan menyertakan audit BPK. Maka LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) pelaksanaan ABPD, harus tergaransi audited. Audit keuangan oleh BPK, lazimnya meliputi dua term utama. Yakni: “Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan,” serta term “Sistem Pengendalian Intern.”

Audit pelaksanaan APBD tahun 2021, yang tertuang dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK menghasilkan opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Tetapi bukan berarti steril benar dari kesalahan. Di dalam LHP masih terdapat catatan panjang BPK. Seluruhnya wajib diverifikasi oleh OPD dengan tenggat waktu selama 60 hari. Hal itu menunjukkan masih terdapat banyak catatan kesalahan (terutama administrasi) yang wajib diperbaiki. Jika gagal diperbaiki bisa berkonsekuensi hukum.

Audit BPK terhadap pelaksanaan APBD merupakan kewajiban mandatory UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Khususnya terhadap pasal 31 dan pasal 32. Pada pasal 31 ayat (1), dinyatakan: “Gubernur menyampaikan Laporan Keuangan kepada DPRD. Yakni laporan yang memuat Realisasi Anggaran (RA), Neraca, Arus Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.”

Secara khusus pada pasal 32 ayat (1), dinyatakan bahwa seluruh laporan keuangan harus tersusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Harus diakui, tidak mudah menyusun laporan keuangan berdasar SAP. Karena tidak semua (bahkan hanya sebagian kecil saja) bendaharawan OPD memiliki spesifikasi sebagai akuntan. Wajar, dalam Laporan Keuangan banyak ditemukan pelanggaran terhadap asas akuntansi.

Beberapa permasalahan yang dicatat BPK, antara lain berupa pendapatan hibah langsung tanpa melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Juga catatan terhadap belanja hibah kepada masyarakat pada 4 OPD tidak sesuai ketentuan, sekaligus terdapat kekuranfan voilume pekerjaan. Serta kekurangan volume pelaksanaan paket pekerjaan Belanja Tak Terduga (BTT) pada dua OPD.

Begitu pula program penanggulangan kemiskinan, belum sepenuhnya memadai. Terutama penyusunan dokumen perencanaan dan pelaporan. Juga dianggap belum optimal melibatkan institusi lain dalam tim penanggulangan kemiskinan. Serta proses cas-cading belum sistemik. Pemprop Jawa Timur juga dinilai belum memiliki data akurat tentang penerima manfaat. Sekaligus belum sepenuhnya tepat sasaran.

Berdasar data BPK, penyelesaian “temuan” kasus di Pemprop Jawa Timur masih rendah (69,08%). Cukup rawan. Lebih lagi selama musim audit tahun (2022) ini, masih terdapat “trauma” suap terhadap auditor BPK.

——— 000 ———

Rate this article!
WTP APBD Jatim 2021,5 / 5 ( 1votes )
Tags: