Balutan Asmara dalam Festival Erau

buku ERAU Kota RajaJudul    : ERAU Kota Raja
Penulis   : Endik Koeswoyo
Penerbit   : PING!!!
Tahun Terbit   : Cetakan I, 2015
Jumlah Halaman  : 204 halaman
ISBN      : 978-602-296-056-0
Peresensi    : Khairul Amin, Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Universitas Muhammadiyah Malang.

Mempelajari keanekaragaman budaya Indonesia ibarat memasuki hutan belantara yang luas dan tak bertepi, hamparan keindahan alam dan beragam kebudayaaan, adat istiadat menjadi dayatarik tersendiri. Keberedaan budaya daerah erat kaitannya dengan sejarah yang telah mengukir peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan negeri ini, salah satu peristiwa sejarah adalah Festival Erau di Kutai Kertanegara (KK), Kalimantan Timur.
Festival Erau pertamakali dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ketepian, ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia lima tahun. Setelah dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kertanegara yang pertama, juga diadakan Erau. Sejak itulah, Erau selalu diadakan setiap pergantian atau penobatan raja-raja KK. Namun, dalam perkembangannya juga digelar untuk pemberian gelar dari raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap kerajaan.
Atas petunjuk Sultan Kutai Kertanegara yang terakhir, Sultan A.M. Parikesit, Erau dapat dilaksanakan Pemda KK dengan ketentuan tidak boleh mengerjakan beberapa upacara adat tertentu dan harus mengerjakan beberapa upacara adat lain. Festival Erau yang kini sudah masuk dalam calendar of event pariwisata nasional, tidak lagi dikaitkan dengan seni budaya Keraton KK, tapi lebih bervariasi dengan penampilan beragam seni dan budaya yang ada, serta hidup dan berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Kutai.
Festival Erau dibukan dengan adat adat beluluh sultan, untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan. Selan itu, kirab budaya, tidak hanya menyuguhkan tarian budaya dari dalam negeri saja, negara lain seperti Kazakhstan, Mesir, Latvia, Kolombia, Filipina, Belgia, India, dan Jepang juga ikut serta di Erau Internasional Folklore and Folk Art Festival (EIFAF).
Demikianlah sekilas tentang festival Erau yang dinarasikan dalam novel Erau Kota Raja karangan Endik Koesmoyo. Endik lihai mendeskripsikan keindahan alam dan budaya KK dengan balutan kisah asmara. Kisah asmara Kirana, Reza, dan Alia menjadi alur utama dalam novel ini. Kirana merupakan  jurnalis Epic Media di Jakarta, diberikan tugas meliput festival Erau ke KK.
Pertemuan Kirana dengan Reza berawal ketika Kirana mencari penginapan di hotel, diwaktu yang bersamaan, Reza bersama Pak Camat (tempat Reza tinggal) sedang bertemu dengan Manager hotel tempat Kirana mencari penginapan. Karena kamar hotel penuh, akhirnya Pak Camat menawarkan menawarkan Kirana untuk tinggal dirumahnya, dan Kirana menerima tawaran tersebut. Reza ditugaskan Pak Camat untuk mengantar dan menyediakan segala keperluan yang dibutuhkan oleh Kirana, termasuk mengantar setiap peliputan tentang kebudayaan yang ada di KK termasuk festival Erau.
Reza sebagai putra daerah yang sangat mencintai seni dan budaya Kutai Kertanegara memiliki wawasan luas tentang budaya dan seni di KK. Dari Rezalah Kirana mengetahui banyak hal berkaitan dengan kekayaan seni dan budaya KK, seperti Tari Jepen, tarian yang ditarikan berpasang-pasangan dengan diiringi musik tingkilan. Muara Kaman, daerah cikal bakal berdirinya Kerajaan Hindu Kutai pada abad keempat dengan raja yang sangat terkenal, yakni Mulawarman, Museum Mulawarman, serta Pulau Kumala (hal 119).
Kebersamaan Reza dan Kirana, tanpa disadari memunculkan rasa kagum satu sama lain. Disisi lain, Alia, gadis cantik yang sangat dekat dengan Ibunda Reza, dimana mencintai dan menaruh harap pada Reza sejak lama mulai terganggu dengan kedatangan Kirana. Konflik berlanjut, cemburu, kesal, kebencian, menghiasi hari-hari Alia. Puncaknya Alia memberanikan diri untuk menemui Kirana guna mencari kejelasan hubungan Reza dengan Kirana.
Situasi semakin keruh ketika Ibunda Reza ikut campur terlalu jauh akan konflik asmara ini. Kondisi ini memperumit hubungan renggang Reza dengan Ibundanya selama ini, dimana Ibundanya menginginkan Reza menjadi seorang dokter, sedangkan Reza tidak menginginkannya. Klimaks cerita, sehari sebelum Kirana balik ke Jakarta, ia memberanikan diri berbicara kepada Alia dan Ibunda Reza, bahwa hubungannya dengan Reza hanya sebatas teman.
Novel karangan Endik ini mampu membawa pembaca menikmati kekayaan seni dan budaya Kutai Kertanegara. Narasinya meracuni pikiran yang selama ini hanya mengenal Kutai Kertanegara dengan “pesut” mahakamnya saja. Walau sebagian cerita terkesan singkat dan terburu-buru, novel ini mampu mengkonstrukkan romans dengan pengetahuan sejarah secara seimbang.

                                            ———————— *** ————————

Rate this article!
Tags: