Masalah Asongan Kian Memanas, Unjukrasa Libatkan Gabungan LSM

Puluhan pedagangan asong di stasiun besar KA Madiun merangsek  dan mendesak kepada petugas yang menghalang-halanginya.sudarno/bhirawa

Puluhan pedagangan asong di stasiun besar KA Madiun merangsek dan mendesak kepada petugas yang menghalang-halanginya.sudarno/bhirawa

Madiun, Bhirawa
Masalah pedagang asongan di Stasiun Besar Madiun,  kian memanas. Masalahnya, saat para pedagang asongan melakukan aksi unjukrasa untuk yang kesekian kalinya, tidak maju sendiri.
Gabungan beberapa LSM diantaranya Abimantrana, Wahana Komunikasi Rakyat (WKR), Mumpuni, Pedal, Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), LBH dan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), berada di belakang mereka saat melakukan aksi unjukrasa di depan kantor PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) VII Madiun, Rabu (19/3).
Namun saat akan masuk ke dalam Kantor Daop VII Madiun, mereka dihadang oleh puluhan Polsuska hingga terjadi aksi saling dorong. Setelah dilakukan perundingan yang dimediatori oleh Kapolsek Manguharjo, Kompol Agus Suharyono, akhirnya pihak PT KAI mengirim utusan, Humas PT KAI Daop VII, Gatot. Namun Gatot ditolak oleh para pedagang dan perwakilan LSM serta LBH, dengan alasan tidak akan menemui titik temu.
“Sudah, kita keluar saja. Percuma kalau cuma ditemui Humas. Kita ingin ketemu dengan Kadaop. Tidak akan membawa hasil kalau cuma sama Humas. Kita lanjutkan aksi ini di luar. Ayo keluar!,” kata Koordinator LSM WKR, Budi Santoso.
Seperti halnya pada aksi unjukrasa sebelumnya, tuntutan mereka tetap sama. Yakni agar diperbolehkan kembali berjualan di Stasiun Besar Madiun. Alasannya, rekan-rekan mereka di wilayah Daop VI (Yogjakarta), diperbolehkan berjualan.
“Kadaop VII (Ahmad Najib), arogan. Dia datang ke sini untuk mencari masalah. Kami telah didzolimi,” kata Ketua Paguyuban Asongan Stasiun Besar Madiun, Hadi Suloso, dalam orasinya.
Selain melakukan orasi, para pengasong juga membawa spanduk dan banner yang bertuliskan, “Hentikan Arogansi Kadaop VII Madiun”, “Kami Melawan Hanya Untuk Perut, Bukan Untuk Kaya”, “Kami Asongan Korban Kebijakan Daop VII”, “Bapak/Ibu DPR, Mana Janjimu Membela Wong Cilik, Menyejahterakan Rakyat” dan “Iki Lho Rakyatmu Dipulosoro, Ojo mBideg Ae”.
Karena mereka tidak ditemui oleh Kadaop VII Madiun, Ahmad Najib, mereka kemudian mendirikan tenda tepat di depan pintu masuk Kantor PT KAI Daop VII Madiun. Tak hanya itu, istri mereka juga disuruh berjualan nasi bungkus dan makanan lainnya yang biasa dijajakan di dalam stasiun saat mereka masih boleh berjualan.
“Pokoknya kalau kami tetap tidak boleh berjualan di stasiun, kami akan terus mendirikan tenda di sini setiap hari sebagai Posko Peduli Asongan. Saya siap perang,” pungkas Hadi Suloso.
Sementara itu, Rozy Pamuji dari LBH Bhirawa yang mendampingi para asongan, mengatakan, pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan uji materi ke Mahkamah Kostitusi (MK) terkait Undang-Undang No.23 Tahun 2007  tetang Perkeretaapian.
“Secepatnya kita akan lakukan uji materi ke MK masalah Undang-Undang tentang Perkeraapian. Karena setahu saya, tidak ada satu pasalpun yang mengatakan asongan tidak boleh berjualan di stasiun. Kalau dasarnya cuma keputusan direksi, kalah sama Undang-Undang,” kata Rozy Pamuji, dari LBH Bhirawa selaku pendamping para pedagang asongan. [dar]

Tags: