Pansus DPRD Surabaya Tambah Jumlah Kawasan Tanpa Rokok

Foto Ilustrasi

DPRD Surabaya, Bhirawa
Jumlah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Surabaya akan ditambah. Berdasarkan Perda No 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok, area yang masuk KTR ada lima kawasan meliputi sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum.
Pada Raperda yang saat ini dibahas, menurut anggota Pansus Raperda KTR DPRD Surabaya Ibnu Shobir jumlahnya akan bertambah menjadi delapan. “Selain lima item sebelumnya, ada penambahan 3 kawasan, yakni tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya,” ujarnya, Rabu (18/12).
Politisi PKS ini menyebut dalam aturan nantinya, substansinya ada pengaturan tempat-tempat mana yang boleh dan tidak untuk merokok.
Jadi, Raperda tersebut menjamin hak kesehatan orang-orang yang tak merokok. “Jangan sampai menjadi perokok pasif atau perokok ketiga,” tegasnya.
Shobir menerangkan, maksud perokok ketiga berdasarkan pandangan pakar kesehatan masyarakat adalah mereka yang tak merokok namun terkena dampak dari perokok, karena lingkungan juga menyerap nikotin, dan dalam suhu tertentu akan melepaskannya dalam selang waktu sekitar sebulan. “Menurut pakar FKM dari Unair yang kita undang seperti itu,” jelasnya.
Ia mengakui, penerapan Perda 5 Tahun 2008 tidak maksimal. Pada Raperda KTR yang tengah dibahas di Komisi D diusulkan adanya pasal yang menjamin implementasinya. “Jangan buat perda, tapi tak ada implementasi penegakannya,” katanya.
Selain kalangan dewan mendorong adanya perwali, nantinya juga akan ada pengawasan terhadap penerapan dan penegakan hukumnya, di antaranya memastikan apakah benar jumlah kawasan tanpa rokok sesuai dengan data yang ada.
Anggota Komisi D ini mengaku, dalam pembahasan KTR, pihaknya menerima keluhan dari Mitra Produsen Sigaret Indonesia. Menurutnya, berdasarkan keluhan yang disampaikan langsung ke kalangan dewan, mereka khawatir keberadaan Raperda KTR nantinya mengancam produksi mereka. Sehingga mengancam pengurangan jumlah karyawan yang bekerja dengan padat karya. “Karyawannya sekarang sekitar seribu, sebelumnya sekitar dua ribu,” paparnya.
Ibnu Shobir mengakui, produksi rokok ada yang padat karya, namun ada juga yang menggunakan mesin. Namun demikian, ia menyampaikan bahwa jumlah produksi rokok terus bertambah. Data dari FKM Unair, meski sudah ada Perda KTR dan KTM, jumlah produksi rokok kian bertambah.
“Disampaikan pakar, sebelum ada perda jumlah produksi rokok di Indonesia per tahun 300 miliar batang, sedangkan pasca itu mencapai 340 miliar batang per tahun,” sebutnya.
Anggota pansus lainnya, Dyah Katarina mengakui bahwa usia perokok dini terus bertambah. Melalui Raperda KTR nantinya, pihaknya mendorong adanya gerakan edukasi di masyarakat secara promotif dan preventif.
“Kondisi di lapangan, anak- anak SD sudah ada yang belajar merokok. Makanya kita atur bentuk pencegahannya,” ujarnya. Politisi PDIP ini menambahkan, gerakan edukasi bahaya merokok, bisa melalui ibu-ibu PKK atau konselor sebaya yang bergerak ke sekolah-sekolah. “Pelibatan keluarga dan masyarakat penting, di samping sanksi dari penerapan perda nantinya supaya ada efek jera,” pungkasnya. [dre]

Tags: