2015, Jumlah Perceraian di Jatim Diprediksi Tembus 100 Ribu Kasus

Wagub Jatim Drs H Saifullah Yusuf memberikan paparan pada acara Kongres ASWGI dan Konferensi Nasional Perempuan Membangun Bangsa di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair Surabaya, Kamis (20/8).

Wagub Jatim Drs H Saifullah Yusuf memberikan paparan pada acara Kongres ASWGI dan Konferensi Nasional Perempuan Membangun Bangsa di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair Surabaya, Kamis (20/8).

Pemprov, Bhirawa
Angka perceraian di Jatim ternyata masuk salah satu yang tertinggi di Indonesia. Dari catatan yang ada, pada 2013 lalu yang cerai mencapai 68 ribu kasus, kemudian pada 2014 meningkat menjadi 81.672 kasus dan pada tahun ini diperkirakan mencapai 100 ribu kasus.
Menurut Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf, kekerasan rumah tanggal serta kurang siapnya pasangan dalam menentukan pernikahan menjadi penentu terus meningkatnya jumlah perceraian yang tercatat di Kantor Kementerian  Agama. Selain itu, faktor ekonomi juga turut menjadi penyebab perceraian meningkat di Jatim.
“Saya mencatat pada 2011, perceraian di Jatim mencapai 25.907 kasus, kemudian meningkat pada 2012 mencapai 27.425 kasus dan tahun ini bisa mencapai 100 ribu kasus. Ini sangat memprihatinkan dan perlu diwaspadai,” kata Wagub saat menjadi keynote speeker pada Kongres I Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak (ASWGI) se-Indonesia dan Konferensi Nasionoal Perempuan Membangun Bangsa di Kampus C Unair Surabaya, Kamis (20/8).
Gus Ipul, sapaan lekat Saifullah Yusuf mengatakan, kasus perceraian ini tentu memunculkan dampak yang kurang bagus khususnya bagi anak. Jika hal ini tidak diantisipasi, anak akan menjadi depresi, mengalami kelainan seksual, bertindak di luar jalur, bersikap kasar hingga minder.
“Kita telah minta Kantor Urusan Agama (KUA) bisa memperketat proses mediasi sehingga mampu menekan jumlah perceraian yang ada. Tak hanya itu, kita juga akan membuat satgas khusus untuk mengantisipasi jika terjadi kekerasan pada anak,” katanya.
Mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal ini juga mengatakan, Pemprov Jatim ingin menjadi provinsi pertama di Indonesia yang memiliki institusi perlindungan terhadap anak dan perempuan. Untuk itu, Pemprov Jatim akan membuat MoU dengan Polda Jatim, Kodam V/Brawijaya dan kabupaten/kota agar di setiap lingkungan terkecil tingkat RT/ RW membuat satgas kekerasan terhadap anak di tingkat RT/RW.
“Kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat. Setiap hari terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ini sesuatu yang nyata. Banyak korban tidak berani terbuka atau bahkan tidak berani melaporkan ke pihak berwajib,” ungkapnya.
Masalah-masalah ini, kata Gus Ipul, sangat serius. Namun sayangnya belum menjadi isu utama, masih dikalahkan dengan isu politik dan isu ekonomi. Padahal sangat bahaya, jika tidak ditangani dengan serius bisa meruntuhkan Indonesia.
“Oleh karena itu, setahun terakhir ini saya serius mengadakan pertemuan dengan puluhan ribu orang tua terutama ibu-ibu, untuk menjaga anak-anaknya terhindar dari kekerasan seksual terhadap anak dan menahan perceraian,” ungkapnya.
Dia mengakui, dari pertemuan dengan puluhan ribu orangtua itulah, muncul ide yang sudah disetujui Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, akan membuat satgas perlindungan terhadap anak dan penguatan keluarga di tingkat RT/RW.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise mengatakan, wanita harus berani dan harus siap dengan perubahan global yang terjadi. Untuk menjawab persoalan kekerasan terhadap anak dan perempuan, pihaknya punya wacana One Student, Safe One Family.
“Namun sayangnya, sosialisasi undang-undang sangat kurang karena masyarakat masih banyak yang belum tahu ada undang-undang tentang perlindungan anak dan undang-undang tentang kekerasan dalam rumah tangga. Negara tidak bisa dikatakan maju jika anak dan perempuan tidak diperhatikan,” tandasnya. [iib]

Tags: