Administrasi Kependudukan

“Kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?” Begitu kata pepatah olok-olok kinerja birokrasi, khususnya urusan identitas kependudukan. Persyaratan selalu kurang, harus dilengkapi, dan diurus ulang. Tetapi pepatah olok-olok, kini mulai menyurut hampir tiada lagi, seiring perbaikan paradigma kinerja. Juga perbaikan regulasi pemerintahan, sesuai undang-undang (UU) Pemerintahan Daerah tahun 2014.
UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, antaralain berisi pembagian kewenangan kongruen antara pusat dengan daerah (propinsi serta kabupaten dan kota). Di dalamnya terdapat Lampiran, yang berisi matriks urusan pusat, dan daerah. Sudah komplet. Termasuk lampiran huruf L tentang Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Seluruh urusan (huruf L) telah diserahkan pada Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Kini, identitas kependudukan semakin mudah diurus, tanpa melalui surat pengantar RT dan RW. Di perkotaan, mengurus surat pengantar mulai dari RT (Rukun Tetangga), tidak mudah. Termasuk menunggu buka kantor, dan kehadiran ketua RT pada malam hari. Berlanjut ke RW (Rukun Warga) juga dengan kendala suasana yang sama. Terasa menghambat pengurusan administrasi kependudukan. Sampai diterbitkan Peraturan Presiden menghapus surat pengantar RT.
Tetapi secara komunal, surat pengantar RT dan RW diperlukan sebagai ajang pertemuan guyub sosial. Surat pengantar RT dan RW, bukan berniat menyulitkan warga. Melainkan lebih mengukuhkan aspek hubungan sosial organisasi tingkat lingkungan ke-RT-an dan ke-RW-an. Agar warga se-RT, dan se-RW bisa mengenal akrab dengan pengurus kampung. Terutama di lingkungan permukiman elit perkotaan, sangat jarang warga mengenal pengurus kampung.
Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 tahun 2018. Perpres, konon, bertujuan meningkatkan kualitas layanan administrasi kependudukan. Yang dihapus, bukan hanya surat pengantar RT, dan RW. Melainkan juga surat pengantar Kelurahan, dan Kecamatan. Masyarakat bisa langsung mengurus ke Dinas Kependudukan, dengan membawa persyaratan data kependudukan (KTP, dan Kartu Keluarga).
Identitas kependudukan yang tidak memerlukan surat pengantar, adalah pembuatan KK (kartu Keluarga) baru, KK perubahan, e-KTP baru, dan perubahan e-KTP perubahan. Juga akta kelahiran, dan akta kematian. Urusan bisa lebih sederhana, dan cepat. Harus diakui, kendala mengurus identitas kependudukan sebenarnya bukan di tingkat RT, dan RW. Tetapi di tingkat kelurahan, dan kecamatan.
Misalnya pembuatan KK perubahan, sampai memerlukan waktu sepekan (tujuh hari kerja). Lebih lagi e-KTP baru, bisa berbulan-bulan! Namun enaknya, seluruh urusan selesai di kelurahan. Warga tidak perlu mengurus jauh-jauh ke Dinas Kependudukan. Andai terdapat kekurangan persyaratan bisa kembali lebih cepat, karena kantor Kelurahan tidak jauh dari rumah.
Berbelit-belitnya administrasi kependudukan pernah dikeluhkan Walikota Surabaya. Warga dari Surabaya barat harus mondar-mandir ke tengah kota, berjarak sekitar 12 kilometer. Walikota meng-inginkan persyaratan, dan pengurusan dipermudah. Kini, seluruh kantor Kecamatan bertuliskan tatacara (persyaratan) pengurusan identitas kependudukan, gratis pula.
Masih banyak peraturan yang menyulitkan, tidak sesuai dengan asas pelayanan pemerintahan. Selain Walikota, beberapa orang anggota Komisi A (bidang hukum dan pemerintahan) DPRD Jawa Timur, pernah menggugat uji materi UU Kependudukan. Yang digugat, UU Nomor 23 tahun 2006 tentang Kependudukan. Khusus aturan penerbitan akte kelahiran. Gugatan didasari aspirasi masyarakat yang mengeluhkan berbelit-belitnya mengurus akte kelahiran.
Bersyukur, MK mengabulkan gugatan, dan mencabut peraturan yang menyulitkan masyarakat mengurus akte kelahiran. Kini, mengurus akte kelahiran cukup di kelurahan, kapan saja, tanpa ke pengadilan, gratis pula. Tetapi masih banyak liku-liku pengurusan identitas kependudukan yang harus dibenahi. Tak terkecuali mengurus paspor, dan mengurus SIM pertama, masih sangat sulit.

——— 000 ———

Rate this article!
Administrasi Kependudukan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: