Bahas Pro-Kontra Pandalungan dengan Pemerhati Budaya

Sejumlah pemerhati dan aktivis komunitas budaya Pondok Dapur Sodu, Kecamatan Asembagus Situbondo saat membahas pro-kontra keberadaan Pandalungan bersama pemerhati budaya wilayah tapal kuda baru baru ini.

Kiprah Komunitas Pondok Dapur Sodu Situbondo

Kabupaten Situbondo, Bhirawa
Mendekati pemberlakukan tahun kunjungan wisata 2018-2019, banyak komunitas dan pokdarwis (kelompok sadar wisata) serta perkumpulan pemerhati budaya muncul di Situbondo. Salah satu yang eksis misalnya, komunitas budaya Pondok Dapur Sodu yang ada di Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo.
Perkumpulan para kawula muda dan kalangan pemerhati seni budaya serta pariwisata ini berasal dari berbagai profesi. Misalnya, ada dari guru seni, kalangan LSM dan aktivis sosial serta kalangan pemerhati seni dan hiburan di Situbondo.
Para penghuni komunitas budaya Pondok Dapur Sodu Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo ini sudah tak asing lagi mata masyarakat pecinta hiburan, seni dan budaya. Seperti Kaji Absu (Ketua Komunitas Adat Pariopo)’ Irwan Rakhday dan Agus Sodu (Pondok Dapur Sodu); Hosnatun dan Barlean Aji (Forum Sastra Pendalungan); Dandik dan Partu (pemerhati hiburan dan seni).
“Mereka semua selalu intens jika diajak berdiskusi membahas soal wisata, seni dan hiburan yang sedang viral di Situbondo. Bahkan sangat gayeng saat bertandang ke kediaman saya,” ujar Kaji Absu, Ketua Komunitas Adat Pariopo, Bantal, Kabupaten Situbondo.
Menurut Kaji Absu, keberadaan komunitas budaya Pondok Dapur Sodu memang masih seumur jagung. Tetapi sudah berhasil menarik simpati kalangan pemerhati budaya yang ada di wilayah tapal kuda (Jember, Probolinggo, Lumajang dan Pasuruan).
Terbukti, kata Kaji Absu, baru baru ini sejumlah pemerhati budaya sempat mengunjungi basecam komunitas yang dipimpin oleh Irwan Rakhday tersebut. “Kunjungan ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kami. Ini berarti kiprah komunitas budaya Pondok Dapur Sodu sudah mulai diketahui kalayak umum,” papar Kaji Absu.
Kata Kaji Absu, dirinya ikut tertarik untuk bergabung bersama komunitas budaya Pondok Dapur Sodu karena disana banyak hal positif yang dibahas serta banyak menelorkan kajian kajian seni budaya serta ikut menyebarkan tempat wisata potensial yang ada di Kabupaten Situbondo. Selain itu, urai Kaji Absu, komunitas itu juga banyak diisi oleh orang-orang yang intens dalam perjuangan pengembangan dunia wisata seni hiburan khas Situbondo dimasa mendatang. “Itu yang membuat saya termotivasi untuk ikut terjun didalam komunitas budaya ini,” tegas Kaji Absu.
Irwan Rakhday, dedengkot komunitas budaya Pondok Dapur Sodu Asembagus Situbondo, mengatakan, komunitas ini dibuat bertujuan untuk menampung pemikiran dan mewadahi peran serta perjuangan para pemerhati wisata seni dan budaya, sehingga Situbondo kedepan memiliki ikon wisata seni dan budaya yang mengakar dikalangan masyarakat umum.
Satu buktinya, kata Irwan, belum lama ini komunitas budaya yang ia pimpin membahas keberadaan Pandalungan dimata masyarakat Jawa dan Madura. “Sejumlah pemerhati budaya kenamaan ikut hadir dalam pembahasan itu. Misalnya Ilham Zoebazari dari kabupaten Jember dan Agung Hariyanto pelestari budaya lokal asal Situbondo,” beber Irwan.
Menurut Irwan Rakhday, adanya masyarakat Pandalungan merupakan entitas yang secara kultural berbeda dengan masyarakat Jawa dan Madura, khusunya di kawasan tapal kuda. Hal itu mengacu pada pendapat Ilham Zoebazary (pemerhati budaya dan akademisi asal Jember) pada sebuah silaturahmi budaya di Pondok Dapur Sodu, Asembagus-Situbondo, belum lama ini. “Kata Ilham masyarakat tapal kuda ini pada umumnya sudah memahami dalam benak mereka perihal jati dirinya,” urai Irwan.
Disisi lain, Ilham Zoebazary menimpali, sebagain besar kalangan Pandalungan belum berani sepenuhnya menyebut dirinya sebagai seorang Pandalungan sejati. Bahkan sebagian ada yang mengaku orang Jawa tapi tidak terlalu Jawa dan sebaliknya-menurut Ilham- ada yang mengaku Madura tetapi tidak terlalu Madura. “Jadi intinya kalangan Pandalungan ini di liputi perasaan yang bingung. Makanya kita beri pemahaman karena sebenarnya internalisasi ini tidak terlalu sulit untu dipahami,” terang Ilham.
Masih kata Ilham, sampai saat ini pembahasan kalangan Pandalungan harus terus intensif dikupas sehingga mereka akan cepat memahami makna dari Pandalungan. Lebih lanjut Ilham menuturkan, adanya dukungan kebijakan politik dalam pembahasan Pandalungan sangat signifikan dalam ikhtiar gerakan kebudayaan yang sinergis antara masyarakat dan pemerintah. “Jika langkah ini dilakukan kami sangat setuju dan mendukung sekali,” jelas Ilham Zoebazary.
Sementara itu Agung Hariyanto pelestari budaya lokal Kabupaten Situbondo menyebut bahwa masyarakat Pandalungan sebenarnya adalah kumpulan orang-orang yang gelisah terhadap eksistensi jati dirinya. “Untuk itu saya mencoba memberikan pemahaman secara berkesinambungan pada komunitas budaya Pondok Dapur Sodu ini agar bisa disampaikan kepada kalangan Pandalungan. Hal ini yang harus kita sikapi agar mereka sadar pada jati dirinya,” ucapnya. [Sawawi]

Tags: