Bakorwil Dorong Produsen Beras Kemasan Laksanakan Permendag dan Permentan

MMA Kepala UPT. Pengawasan dan Sertifikasi Hasil Pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Prov. Jatim Ir. Dasih Tri Nurdiastuti, MMA saat menjadi salah satu pemateri dalam Singkronisasi dan Fasilitasi Penyelenggaraan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Pertanian se Wilker Bakorwil Jember, Kamis (26/4).

Jember, Bhirawa
Bakorwil Jember mendorong produsen beras kemasan untuk melaksanakan PermendagNo. 57/M-DAG/PER/8/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan Permentan No. 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 tentang kelas mutu beras. Regulasi ini merupakan jawaban untuk melindungi konsumen agar mendapatkan beras yang memadai dan harga yang terjangkau, serta petani bisa mendapatkan kepastian harga.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Bakorwil Jember R. Tjahjo Widodo, S.H, M.Hum saat Singkronisasi dan Fasilitasi Penyelenggaraan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Pertanian se Wilker Bakorwil Jember, Kamis (26/4).
Menurut Tjahjo, kebijakan ini merupakan komitmen pemerintah dalam mewujudkan sistem ekonomi berkeadilan. “Masalah perberasan harus diselesaikan secara menyeluruh dari hulu ke hilir dengan mempertimbangkan petani, pedagang dan konsumen. Sehingga HET yang telah ditentukan oleh pemerintah tidak merugikan petani, tidak memberatkan konsumen dan pedagang masih mendapatkan keuntungan yang wajar,” ujar Tjahjo kemarin.
Oleh karena itu, ke depan pemerintah mewajibkan beras yang diperdagangkan dalam kemasan harus teregistrasi. Produk beras yang didaftarkan harus memenuhi beberapa para meter, antara lain pemenuhan persyaratan keamanan pangan, kelas mutu, berlabel pangan dan kelas HET. “Jika semua beras dalam kemasan teregistrasi, akan semakin mudah bersaing dipasar retail modern,” tandasnya.
Ir. Dasih Tri Nurdiastuti, MMA Kepala UPT. Pengawasan dan Sertifikasi Hasil Pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Prov. Jatim yang diundang sebagai pemateri mengatakan, dengan regulasi yang baru ini akan menjadi jamian bagi produsen dan konsumen.
“Jaminan bagi para produsen, beras yang diperdagangkan memenuhi standar. Ini dilihat dari nomor register dan kelas mutu berasnya premium atau medium. Bagi konsumen sendiri, memberikan jamimanan bahwa beras itu layak dikonsumsi dan mendapatkan beras sesuai dengan mutu yang dikehendaki,” terang Dasih kemarin.
Dasih juga menjelaskan, bahwa HET kelas mutu premium di Jawa mencapai angka Rp.12.800/kg, sedang HET untuk kelas mutu Medium Rp.9.450/kg. “Di Jawa Timur sendiri, kesadaran produsen beras kemasan untuk mendaftarkan produknya mulai meningkat. Karena jika terdaftar, beras yang diperdagangkan masuk beras curah dan tidak masuk dalam HET dan kelas mutu beras (Permendag No.57/M-DAG/PER/8/2017 dan Permentan No.31/PERMENTAN/PP.130/8/2017) tadi,” katanya.
Sementara, Kepala UPT.Pengujian Pengujian Sertifikasi Mutu Barang Lembaga Tembakau (PSMBLT) Disperindag Prov. Jatim di Jember Ir. Siti Andriati Widartin, M.Si, mengaku selama ini banyak produsesn beras dalam kemasan yang telah menguji labkan produk ke lembaganya. Sejak Januari – April 2018, sudah terdata 55 merek yang sudah di uji labkan dan terakreditasi untuk wilayah Jatim bagian Timur.
“Kebetulan lembaga kami mendapat kepercayaan untuk mengakreditasi, sehingga dapat membantu berbagai lini untuk mendukung perdagangan beras. Apalagi dengan adanya peraturan yang baru, produsesn beras kemasan diharuskan untuk melaporkan secara berkala kepada Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) Jawa Timur, sehingga mereka sangat antusias untuk melegalkan merk produk mereka,” tandas Titin kemarin.
Hal senada juga disampaikian oleh Kepala UPT Perlindungan Konsumen Disperindag Prov. Jawa Timur di Jember A. Baikuni yang juga menjadi salah satu nara sumber dalam kegiatan tesebut. Menurut Baikuni, selama ini pihaknya terus melakukan pengawasan di pasar, retail dan swalayan secara rutin, berkala dan khusus, lebih-lebih menghadapai kegiatan keagamaan. “Dalam pengawasan, kita mengedapankan pembinaan dan edukasi baik kepada produsen maupun konsumen,” ujarnya.
Baikuni mengaku, dalam melakukan pengawasan bukan hanya produk ilegal (tidak teregistrasi) yang menjadi bidikan, tapi juga melakukan pengawasan terhadap produk asing beredar dipasar yang tidak berlebel bahasa Indonesia. “Seperti halanya produk elektronik hair dryer. Dalam produk itu selain nama asing juga dicantumkan nama bahasa Indonesianya, yakni pengiring rambut. Sehingga kalau tidak dicantumkan nama bahasa Indonesianya, kami melakukan pembinaan dan teguran serta melarang pemilik toko tersebut untuk memajangnya,” ujar Baikuni mencontohkan. [efi]

Tags: