Bangun Kontingen Olahraga

Timnas u23TIMNAS U-19 harus angkat koper lebih awal pada ajang piala AFF di Myanmar. Sebelumnya, U-23 gagal masuk 8 besar ajang Asian Games XVII di Incheon. Padahal tak kurang-kurang BTN (Badan Tim Nasional) meng-akomodir kebutuhan skuad nasional yang akan berlaga pada even tingkat Asia. Kedua kegagalan harus menjadi pelajaran. Bahwa mempersiapkan timnas memerlukan waktu pembinaan yang cukup panjang. Juga pendanaan yang “panjang.”
China misalnya, untuk mempersiapkan kesertaan Olympiade 2004 telah dilakukan sejak tahun 2000. Anggarannya sebesar Rp 27 trilyun. Hasilnya, diperoleh 32 medali emas pada Oliympiade Athena 2004. Namun hasil samping-nya lebih spektakuler. Yakni, system pembinaan keolahragaan yang dibangun terus menjadi tambang medali pada even Olympiade berikutnya.
Pada Olympiade 2012 lalu, China menjadi juara umum sampai H-1  penutupan. Pada akhirnya, China hanya kalah 4 emas dan 6 perunggu dibanding AS. Bahkan kuat dugaan, sebenarnya China yang sebenarnya keluar sebagai juara umum. Dugaan itu diperkuat fakta, bahwa seluruh atlet China berasal dari RRC.  Sedangkan atlet AS merupakan asimilasi dari berbagai negara (Eropa, Afrika dan negeri  tetangga AS).
Andai mengikuti jejak pembinaan olahraga prestasi dari China, Indonesia juga bisa berbuat banyak. Termasuk penyediaan anggaran tahunan sekitar Rp 6,75trilyun. Toh APBN sudah akan menjadi Rp 2.200 trilyun. Hanya diperlukan 0,3% dari total APBN. Mulanya, harus fokus pada beberapa cabang olahraga, terutama disesuaikan dengan potensi. Indonesia memiliki beberapa potensi medali. Misalnya, beberapa nomor atletik (jalan cepat dan marathon), olahraga air (dayung), panahan, serta angkat berat.
Tentang jalan cepat dan maratho, atlet Afrika sangat mendominasi berbagai kejuaraan dunia, termasuk Olympiade. Konon karena kebiasaan berjalan jauh pada terik matahari? Andai benar, banyak suku di Indonesia memiliki kebiuasaan yang sama. Misalnya Badui di Lebak (Banten) serta suku Dayak di Kalimantan Tengah. Tetapi pasti lebih dari sekedar kebiasaan, melainkan faktor VO maks, dan teknik keolahragaan lain serta pelatihan yang kukuh.
Begitu pula cabor dayung (meraih medali perunggu pada Asian Games Incheon 2014), patut digenjot. Seluruh daerah (propinsi) memiliki fasilitas alamiah yang bisa digunakan sebagai arena latihan dayung. Potensi atletik juga banyak tersedia, termasuk dari kalangan TNI-AL. Olahraga air lainnya, renang, sebenarnya memiliki potensi cukup besar. Konon lagi, atlet Belanda peraih 2 emas pada Olympiade 2012, Ranomi, adalah keturunan Jawa (karena bernama lengkap Ranomi Kromowidjojo?!)
Sedangkan pada cabor panahan, sebenarnya sudah sejak Olympiade 1988 di Seoul, cukup berjaya di tingkat dunia. Ingat dengan tiga “Srikandi” dulu meraih dua emas. Kini (sejak Olympiade 2004) merah-putih tak pernah di-kerek lagi. Beruntung cabor angkat berat, menggantikan “angkat bicara” pada Olympiade tahun 2000 di Sydey, melalui dua atlet putri. Lalu disusul atlet putra pada Olympiade berikutnya.
Sepakbola, tak bisakah di-katrol sampai berprestasi dan berpotensi medali? Sebenarnya bisa. Karena beberapa pemain pernah berlaga di berbagai liga di Eropa.Beberapa pemain juga pernah berlatih pada klub papan atas Eropa. Artinya, meng-adopsi sistem per-sepakbola-an Eropa mesti dilakukan. Hebatnya, klub professional di Eropa tidak merecoki pendanaan dari pemerintah. Sebaliknya malah menghasilkan pajak cukup besar (dari gaji pemain) serta tiket pertandingan.
Sistem pembinaan olahraga prestasi yang diterapkan oleh pemerintah Cina, sebenarnya tak jauh beda benar dengan pola yang diterapkan Kemenpora Indonesia. Mungkin hanya faktor disiplin dan biaya yang kurang. Dan, faktor korupsi. Di China, tidak ada yang berani korupsi.
Di Indonesia, even PON XVIII belum dimulai, tetapi kasus korupsinya sudah disidangkan. Kita pantas meraih medali emas untuk korupsi.

                                                                                         —————- 000 —————–

Rate this article!
Bangun Kontingen Olahraga,5 / 5 ( 1votes )
Tags: