Banjir Bandang Landa Bojonegoro, Bondowoso Siaga

Banjir di Desa Simbatan, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro menggenangi  sekolah, jalan raya hingga rumah warga, Senin (2/2). Banjir terjadi karena air Kali Mekuris meluap.

Banjir di Desa Simbatan, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro menggenangi sekolah, jalan raya hingga rumah warga, Senin (2/2). Banjir terjadi karena air Kali Mekuris meluap.

Bojonegoro, Bhirawa
Banjir bandang melanda Desa Simbatan, Kecamatan Kanor dan Desa Gondang, Kecamatan Gondang akibat meluapnya Kali Mekuris dan Kali Pancal. Akibatnya puluhan rumah warga dan puluhan hektare  tanaman padi terendam air banjir.
Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Bojonegoro Sukirno  mengatakan  banjir bandang di Desa Gondang yang terjadi sehari lalu dan sudah surut, sedangkan di Desa Simbatan masih berlangsung hingga kini.
Banjir bandang di desa setempat, mengakibatkan sedikitnya 50 rumah warga, Puskesmas Gondang dan sekitar 5 hektare tanaman padi yang baru berusia sekitar 10 hari terendam air banjir dengan ketinggian berkisar 80 centimer.
Di lain pihak, lanjut Sukirno, banjir bandang yang melanda Desa Simbatan, Kecamatan Kanor, karena meluapnya Kali Mekuris saat ini masih berlangsung. “Banjir di Desa Simbatan, Kecamatan Kanor, masih berlangsung dengan ketinggian air berkisar 40-50 centimeter di jalan raya dan rumah warga,” jelas dia, Senin (2/2).
Ia menjelaskan banjir di Desa Simbatan, Kecamatan Kanor, karena air Kali Mekuris melimpas di atas tanggul sepanjang sekitar 100 meter, yang kemudian merendam sejumlah rumah warga dan areal tanaman padi. “Kami bersama masyarakat saat ini berusaha menutup tanggul dengan karung yang diisi pasir dan tanah untuk mencegah agar air Kali Mekuris tidak melimpas,” paparnya.
Ditanya berapa kerugian banjir di dua desa di daerahnya, ia mengaku belum tahu, sebab banjir masih berlangsung.”Yang jelas tidak ada korban jiwa,” tandasnya.
Sesuai data di BPB setempat, sebelumnya, telah terjadi lima kali kejadian banjir bandang yaitu di Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang, Desa Klino, Kecamatan Sekar, Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang, Desa Karangsono dan Sendangrejo, Kecamatan Dander, dan Desa Beji, Kecamatan Kedewan. “Lima kali kejadian banjir bandang itu terjadi selama Januari,” ucapnya.
Sementara banjir bandang yang terjadi di sekitar lereng Gunung Ijen kawasan Jampit menyebabkan ratusan KK  Desa Sempol, Kecamatan Sempol, Bondowoso terpaksa mengungsi ke lapangan desa.
Namun, Camat Sempol Tjagar Alam SSos memastikan jika akibat dari banjir bandang tersebut belum ada informasi adanya korban jiwa. “Sementara ini belum ada laporan adanya korban. Tapi kami masih melakukan pendataan dan penyisiran,” kata Camat Sempol Tjagar Alam kemarin.
Meski genangan air mulai surut, pihaknya tetap meminta warga untuk tetap di lokasi lapangan Kalisat milik PTP XII. Karena derasnya hujan yang terjadi dikhawatirkan akan terjadi banjir susulan yang membahayakan terhadap keselamatan warga. “Kami khawatir ada banjir susulan karena daerah hulu dilaporkan masih hujan,” tutur Tjagar.
Informasi yang dihimpun di lapangan, air mulai memasuki rumah warga kemarin sekitar pukul 16.00 dengan ketinggian sekitar 50 cm. Karena debit air makin tinggi dan deras, ratusan KK mengungsi.
Air yang menggenangi rumah warga akibat hujan intensitas tinggi yang turun sejak pagi di kawasan hulu Sempol sehingga membuat anak sungai di kawasan pintu masuk wisata Gunung Ijen tak mampu menampung sehingga meluber ke permukiman warga.
Sementara itu, Humas Perum Perhutani KPH Bondowoso Sunaryo mengatakan, banjir yang menggerus permukiman warga di Desa Kalisat dan Sempol diakibatkan tingginya intensitas hujan yang terjadi. Pihaknya tidak menampik bahwa air berasal dari kawasan gunung Suket yang merupakan kawasan hutan gunung lindung. Namun, Sunaryo menegaskan, kondisi gunung Suket memang bukanlah hutan dengan pepohonan melainkan semak belukar.
“Banjir itu menurut saya karena intensitas hujan yang tinggi. Kalau dilihat memang dari gunung Suket yang masuk kategori hutan lindung. Kondisinya memang seperti itu, siklusnya setiap 5 tahun pasti kebakaran, tapi kebakaran itu juga cepat tumbuh karena ilalang saja,” kata Sunaryo.
Salah satu pegiat lingkungan Bondowoso Chuk S Widarsa menuding banyaknya areal hutan yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian, ditengarai menjadi penyebab  banjir bandang di kawasan lereng Gunung Ijen, Bondowoso. Dia juga menambahkan, ada banyak kawasan hutan milik Perhutani yang telah beralih fungsi menjadi lahan garapan warga ,yang berakibat tidak adanya area resapan hujan.
“Ada proses penggundulan hutan artinya ada perubahan peruntukan yang banyak digunakan untuk lahan pertanian. Akhirnya, tidak ada resapan untuk air hujan, sehingga ketika intensitas hujan tinggi air akan menggerus lahan itu dan menyebabkan banjir seperti yang terjadi kemarin,” kata Chuk.
Sekitar 600 orang personel TNI, kepolisian, dan anggota masyarakat bekerja bakti di Kecamatan Sempol yang menjadi korban banjir bandang. Mereka terdiri berasal dari Komando Distrik Militer 0822, Satuan Batalyon 514, dan Kepolisian Resor Bondowoso. “Mereka bekerja sejak jam tujuh pagi tadi,” kata Komandan Kodim 0822, Letnan Kolonel Arhanud Sudrajat.
“Kami terus berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bondowoso, Jika hujan lebat berkepanjangan, kami siap mengantisipasi,” tambah Sudrajat.
Hendri Widatono, Kepala Bidang Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bondowoso, mengatakan kemarin mereka bekerja memperbaiki sejumlah fasilitas umum yang rusak. “Sementara BPBD membuat dapur umum,” katanya.
Salah satu yang menjadi perhatian BPBD adalah pemenuhan air bersih. “Setelah banjir bandang, 130 rumah terdampak kesulitan mendapat air bersih, karena instalasi air bersih rusak,” kata Hendri.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep mencatat, sedikitnya 327 rumah dan 80 hektare sawah terendam banjir akibat hujan. Dari 327 rumah itu tersebar di 4 desa yakni Pajagalan, Kolor, Pabian dan Marengan Daya, masing-masih kecamatan Kota Sumenep.
Kepala BPBD Sumenep, Koesman Hadie mengatakan, hasil pendataannya sebanyak 327 rumah yang terendam banjir itu terbanyak di Kelurahan Pajagalan yakni 155 rumah, disusul Desa Kolor sebanyak 146 rumah, Pabian 10 rumah dan Marengan Daya 7 rumah.
“Ratusan rumah itu terendam air karena terjadi hujan deras di sekitar Kota Sumenep, tapi tidak sampai lama,” kata Koesman Hadie kemarin.
Menurut Kuesman, selain ratusan rumah, sedikitnya 80 hektare sawah yang ada tanaman padinya ikut terendam. Puluhan hektare itu tersebar di dua desa yakni Patean, Kecamatan Batuan dan Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi. Tanaman padi yang terendam itu akibat saluran air yang tidak mampu menampung air hujan. “Kalau sawah yang terendam itu terjadi di dua desa dan sampai saat ini sudah mendingan,” terangnya.
Ia menerangkan, hingga kini pihaknya hanya melakukan identifikasi dan pantauan terhadap wilayah yang rawan banjir itu. Sebab, banjir yang terjadi itu merupakan banjir sesaat atau tidak sampai tergenang sampai berhari-hari.

Waspada Lahar Dingin
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang mengimbau warga mewaspadai ancaman banjir lahar dingin Gunung Semeru seiring dengan peningkatan curah hujan di kabupaten setempat.
“Memang ada peningkatan debit air di sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dilalui lahar dingin, namun ketinggiannya masih sekitar 1 meter dan tidak meluap ke pemukiman,” kata Kepala Bidang Kebencanaan BPBD Lumajang Hendro Wahyono.
Menurut dia, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan di Kabupaten Lumajang diprediksi tinggi sejak 28 Januari-3 Februari 2015. “Intensitas curah hujan memang agak tinggi beberapa hari terakhir, namun pantauan di lapangan banjir lahar dingin Gunung Semeru masih aman karena tidak sampai meluap,” tuturnya.
Pada kondisi normal, lanjut dia, ketinggian air di sejumlah DAS yang dilalui lahar dingin mencapai 0,5 meter dan saat ini ketinggiannya mencapai 1 meter. “Kondisi tersebut masih kategori aman, namun kami tetap mengimbau kepada warga yang berada di bantaran DAS yang dilalui lahar dingin untuk tetap waspada, apabila hujan turun cukup deras di puncak Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 mdpl itu,” paparnya.
Selain itu, pihak BPBD Lumajang juga mengimbau kepada para penambang untuk menghentikan aktivitasnya, apabila curah hujan cukup deras di kawasan puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa itu. “Kadang-kadang di sekitar sungai tidak turun hujan, namun tiba-tiba debit air meningkat karena hujan deras mengguyur kawasan puncak, sehingga para penambang harus meningkatkan kewaspadaan selama menambang pasir selama musim hujan,” katanya. [bas,mb7,sul,yat]

Tags: