Bank Tanah Diperlukan, Solusi Terbaik Persoalan Tanah

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam Forum Group Discussion (FGD) MPR RI bersama Brain Society Denger (BSC), bertajuk
“Kebijakan Bank Tanah Dalam Perspektif Konsep dan Implementasi untuk Mewujudkan Keadilan Sosial Berdasarkan UUD 45”, hari Kamis (1/12/22).

Jakarta, Bhirawa.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyatakan; Bank Tanah sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan tanah, tanah adat, agraria, yang selama ini menyusahkan rakyat. Sejumlah besar tanah, masih dikuasai segelintir orang, sedang tanah rakyat justru seringkali dirampas dengan alasan untuk kepentingan negara. 

“Amanat UUD 45 menyebutkan; “Tanah harus dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar- besarnya untuk kepentingan rakyat”. Maka, Bank Tanah harus menjadi solusi bagi rakyat, termasuk tanah adat. Sejumlah besar tanah, dewasa ini dikuasai segelintir orang. Sementara banyak rakyat yang tidak memiliki sejengkal tanah sekalipun, meski di negerinya sendiri,” ungkap Bambang Soesatyo dalam Forum Group Discussion (FGD) MPR RI bersama Brain Society Denger (BSC), bertajuk
“Kebijakan Bank Tanah Dalam Perspektif Konsep dan Implementasi untuk Mewujudkan Keadilan Sosial Berdasarkan UUD 45”, hari Kamis (1/12/22).

Nara sumber lain sebagai pembicara, Dirjen Pengadaan Tanah KemenAgraria dan Tata Ruang, Embun Sari, Guru Besar Hukum Agraria UGM Prof Maria Sumardjono, Guru Besar FakultasEkologiManusia IPB Prof Endriatmo Sutarto, Ketua Dewan Pakar Brain Society Denger (BSC) Prof Didik Damanhudi.

Bambang Soesatyo lebih jauh berujar;  Kepemilikan tanah terus mengusut, sementara jumlah rakyat akan terus bertambah. Pada 2010 hingga 2020, penduduk Indonesia mencapai 275 juta jiwa. PBB mem proyeksikan tahun 2030 nanti jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 295 juta jiwa. Lalu pada 2035 penduduk Indonesia bisa mencapai. 300,57 juta jiwa.

“Itu artinya kebutuhan akan tanah akan semakin besar. Baik untuk pemukiman, perumahan, pertanian, industri dsb. Maka pembentuka, Bank Tanah amat diperlukan demi kepentingan umum, ekonomi dan kemakmuran rakyat. Sayangnya pembentukan Bank Tanah masih menimbulkan pro dan kontra,. Yang kontra bahkan mencurigai Bank Tanah akan jadi agen asing untuk leberalisasi tanah di Indonesia,” tambah Bambang Soesatyo.

Dia mengambil contoh investasi asing di Sulawesi Selatan, yang kini telah menguasai 200 ribu hektar tanah disana. Negara telah memberi konsesi untuk memanfaatkan Nikel untuk kepentingan Negara. Namun, selama 58 tahun, baru 6% yng dikerjakan, dan hasilnya bukan untuk kepentingan rakyat sekitarnya.

Diungkapkan pula; Pada tahun 2021 ada 13 kasus perampasan tanah adat, yang berdampak pada 200 ribu orang dirugikan. Sebelumnya, tahun 2020 ada 240 kasus tanah yng berdampak musibah korban jiwa hingga 369 orang. (ira.hel).

Tags: