Bappeko Tolak Tudingan KPK

Wisma Barbara di kawasan Dolly. Pembelian wisma terbesar di pusat lokalisasi ini memantik masalah di internal anggota DPRD Surabaya.

Wisma Barbara di kawasan Dolly. Pembelian wisma terbesar di pusat lokalisasi ini memantik masalah di internal anggota DPRD Surabaya.

Surabaya, Bhirawa
Pemkot membantah pembelian salah satu wisma terbesar di Dolly illegal. Dana untuk pembelian itu legal dan ada payung hukumnya.
Kepala Bappeko Surabaya Agus Sonhaji menolak jika pembelian salah satu wisma terbesar di Dolly dengan pinjam dana APBD murni 2014. Sebaliknya pembelian wisma tersebut sudah dialokasikan sejak awal pembahasan APBD 2014 dengan DPRD Kota Surabaya sebesar Rp 8 miliar, bukan Rp 9 miliar. Adapun dana tersebut telah diserahkan ke pemilik wisma pada 26 Juni 2014.
“Tidak benar kalau pembelian wisma tersebut dipinjamkan dari anggaran yang lain. Yang pasti kami sudah menggarkan dalam APBD 2014 untuk pembelian wisma tersebut sebesar Rp 8 miliar bersama DPRD Kota Surabaya,”tegas alumnus ITS Surabaya ini, Minggu (17/8).
Seperti diberitakan sebelumnya, pemberian dana Rp 9 miliar untuk pembebasan salah satu wisma di Dolly oleh Pemkot Surabaya berbuntut panjang. Kabarnya,  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah membidik  Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terkait penyerahan dana tersebut yang disebut  tanpa melalui persetujuan dewan. Setelah dilakukan investigasi di lapangan ternyata pembebasan salah satu wisma terbesar di Dolly terjadi banyak penyimpangan. Di mana dana yang diberikan untuk pembebasan wisma tersebut  disinyalir belum mendapatkan persetujuan dewan. Dan kini dana tersebut diajukan lewat Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD Kota Surabaya 2014 ke DPRD Kota Surabaya.
Sementara itu soal tudingan tidak dilibatkannya tim appraisal dalam melakukan taksiran terhadap wisma yang memiliki bangunan enam lantai (hanya satu lantai yang dibangun sementara lima lantai dibiarkan mangkrak), Agus kembali menolaknya. Ditegaskan Pemkot Surabaya tidak berani mencairkan dana dari APBD tanpa melibat tim appraisal. Karena itu, pihaknya yakin jika apa yang diputuskan tim appraisal dan pembayarannya yang dilakukan oleh Dinas Tanah dan Bangunan Kota Surabaya sudah sesuai dengan aturan.
Sementara itu, pihak KPK tetap meyakini jika apa yang dilakukan Pemkot Surabaya tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada. Dan data tersebut sudah masuk dalam KPK dan kini tengah dilakukan pengkajian. Apalagi selama dilakukan investigasi selama dua mingu berturut-turut ternyata banyak ditemukan penyelewengan termasuk cara-cara ‘mengusir’ para pemilik wisma yang dinilai sangat tak manusiawi.
“Yang pasti kami sudah membawa data pelanggaran tersebut. Silakan mereka menolaknya, karena itu  memang hak mereka. Dan yang pasti dalam ‘mengusir’ para pemilik wisma di Dolly, pemkot melakukannya dengan sangat tak manusiawi. Mereka terus diintimidasi dengan harapan segera meninggalkan rumahnya. Dengan begitu mereka menjual tanahnya yang telah bersertifikat dengan harga yang murah sekitar Rp 2 juta/meter,”tambah sumber tersebut yang menolak namanya dikorankan.
Padahal, data yang diperoleh tanah tersebut rencananya akan dijual lagi ke investor yang akan membangun pusat bisnisnya di eks lokalisasi Dolly sebesar Rp 30 juta/meter. ”Dapat dibayangkan berapa keuntungan pemkot membeli wisma-wisma tersebut. Itu baru satu wisma, kalau di sana ada ratusan wisma dapat dibayangkan berapa keuntungan yang tidak resmi diperoleh. Dan ini sedang menjadi penyidikan KPK,”lanjutnya.
Sama dengan Agus Sonhaji,  Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga membantah pembelian wisma di Dolly illegal. Risma menegaskan bahwa dana untuk pembelian wisma Barbara di Dolly legal dan ada payung hukumnya.
Menurut Tri Rismaharini bahwa pos anggaran tersebut telah tercantum di APBD 2013, sehingga penggunaannya legal. Demikian pula anggaran Rp 9 miliar untuk pembebasan lahan wisma Barbara milik mucikari bernama Saka) telah tercantum dalam APBD 2013 pula.
Otomatis menurutnya penggunaannya legal karena ada rujukan hukumnya. Bahkan diakui anggaran untuk pembebasan lahan sudah direncanakan sejak dirinya menjabat sebagai Kepala Bappeko Surabaya.
“Mana berani kita, dan mana bisa mencairkan dana itu kalau gak ada anggarannya. Coba dipikir secara logika, terus piye adminitratifnya. Teman – teman bisa mengecek kok klipingku pada 2013,” ungkapnya kepada wartawan akhir pekan lalu.
Risma juga mengatakan bahwa perencanaan anggaran yang diperuntukkan pembebasan lahan di wilayah eks lokalisasi merupakan keinginan pemkot untuk membeli kawasan – kawasan tersebut agar wilayah yang padat permukiman tersebut bisa segera dialihfungsikan sebagai tempat yang lebih positif, seperti lapangan futsal, sentra PKL, dll.
“Apalagi nanti jika Perda Hutan Kota itu jadi, aku harus siapkan luas 10 persen untuk hutan kota, lah mana mungkin aku nggak bebaskan. Dulu semenjak aku di Bappeko sudah menyuruh untuk membebaskan tanah di situ. Soalnya apabila ada ruang luar nanti lingkungan itu jadi sehat nggak umpel-umpelan (berdesakan, Red.),” paparnya.
Terkait tudingan bahwa Risma telah menggunakan anggaran APBD tanpa dasar dan tanpa persetujuan pihak legislatif spontan dibantah oleh Risma dengan mengatakan bahwa dirinya tidak mungkin menggunakan anggaran keuangan negara tanpa cantolan hukum.
“Sekarang coba kalian cek, aku sudah pernah ngomong ke media pada 2013 awal untuk merencanakan hal ini. Jadi nggak onok moro-moro ngetokno duwek. Dulu itu pada 2013 rekeningnya pembelian, tapi ternyata di daerah Dupak tanahnya nggak ada yang dijual,” tegasnya. [cty,dre]

Rate this article!
Tags: