Baru 68 Persen Penderita HIV di Jatim Terdeteksi

Surabaya, Bhirawa
Penderita virus HIV di Provinsi Jatim tergolong cukup tinggi. Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim melakukan estimasi per September 2016, jumlahnya mencapai 57.321 jiwa. Ironisnya, dari jumlah tersebut baru 68 persen atau sekitar 39.157 orang yang berhasil dideteksi. Sementara 17.394 penderita lainnya belum terdeteksi keberadaannya.
Kabid Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan Dinkes Jatim Drg Ansarul Fahruda mengatakan, dari tahun ke tahun ada kenaikan penderita HIV. Namun, kenaikan ini bukan berarti harus dianggap hal yang kurang baik. Justru dengan kenaikan ini menggambarkan kinerja dari teman-teman di lapangan, teman-teman LSM, yang bisa melakukan penjangkauan dan mengajak orang datang ke tempat layanan tes HIV yang sudah didirikan.
“Sekarang, seluruh kabupaten/kota bisa memberikan layanan tes HIV,” kata dia saat ditemui usai Seminar Peran Partisipatif Remaja dalam Upaya Mewujudkan Generasi Muda Bebas HIV/AIDS di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Kamis (9/2).
Dia menganggap kenaikan itu sudah sewajarnya dikarenakan fasilitas yang sudah ada, sehingga banyak orang datang memerikasakan diri. Penemuan yang meningkat ini, lanjut dia, justru memberi nilai tambah. “Semakin dini kita tahu HIV, sehingga tidak sampai menunggu posisi ke AIDS-nya,” tuturnya. Deteksi dini HIV ini begitu penting agar segera diobati dan tidak terjadi penularan pada keluarga atau kontak eratnya.
Ansarul menjelaskan, di Jatim ada dua faktor penyebab tingginya penularan virus HIV. Pertama, melalui hubungan seks tidak aman atau heteroseksual. Faktor kedua adalah penggunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif (Napza), khususnya yang menggunakan jarum suntik.
“Surabaya menjadi kota tertinggi dengan 8.300 penderita, kemudian Kota Malang dengan 3.400 penderita, disusul Kabupaten Sidoarjo dengan 2.800 penderita,” tuturnya.
Dinkes Jatim sudah mengestimasi kenaikan tiap tahun sekitar 100 penderita. Jumlah penderita HIV per September 2016 lalu sekitar 57.321 jiwa. Namun, baru sekitar 68 persen yang berhasil ditemukan. “Harusnya target kita 80 persen. Jadi, masih perlu penjangkauan kerja sama dengan LSM, kader kesehatan, untuk mendeteksi dini orang-orang berisiko HIV,” tegasnya.
Selain memperluas jangkauan, pihaknya meminta dokter, perawat, atau bidan berinisiatif melakukan tes kepada pasien dengan keluhan diare yang disertai dengan hal-hal lain. “Sehingga, paling tidak, sisa dari 68 persen tadi bisa ditemukan sedini mungkin. Meski kita tinggi, kita masih 68 persen. Target kita 80 persen,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya, Mundakir mengatakan, sebelum tahun 2006 lalu, masalah kesehatan di masyarakat dipusatkan kepada rumah sakit. Tapi, mulai 2006, pemusatan ini mulai digeser ke komunitas masyarakat. Sebab, masyarakatlah yang paling tahu tentang kesehatan di sekelilingnya. UM Surabaya kemudian mengambil peran di dalamnya.
“Untuk membantu mendeteksi, mencegah, dan memberi pertolongan dini, UM Surabaya membentuk Sahabat Remaja. Semua mahasiswa FIK UM Surabaya terlibat di dalamnya karena masuk ke kurikulum perkuliahan,” katanya. Sementara ini, Sahabat Remaja bekerja di daerah binaan UM Surabaya seperti di kawasan Kenjeran dan Medokan. [tam]

Tags: