Belajar Menghormati Perbedaan dari Keterasingan

Dr Bahrul Amiq, SH MH

Dr Bahrul Amiq, SH MH
Merawat perbedaan adalah kunci utama persatuan. Karena itu juga, Indonesia kokoh berdiri di atas segala macam perbedaan yang akhirnya tetap satu jua. Semangat itu pula yang dipegang erat Dr Bahrul Amiq, SH MH memimpin ‘kampus kebangsaan dan kerakyatan’ Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya.
Gaya bersahabat melekat pada rektor dua periode itu. Siapapun akan nyaman kala berinteraksi dengannya. Itu pula yang coba dia terapkan dalam menata kehidupan akademik di Unitomo. Setiap mahasiswa bisa nyaman belajar dan beraktifitas tanpa memandang dari latar belakang apa dia berasal.
“Di sini ada banyak sekali mahasiswa dari luar suku Jawa. Mereka berasal dari Indonesia timur yang belajar dan membangun jaringan kekeluargaan di sini. Kita terbuka saja,” tutur Amiq.
Pria kelahiran Gresik 21 April 1971 itu mengaku, motto kampus kebangsaan dan kerakyatan yang dibangun membawa misi education for all (Pendidikan untuk semua). Karena itu, segala bentuk keragaman suku, ras, agama bahkan status sosial mahasiswa harus ditampung.
“Kelompok yang dianggap minoritas itu harus nyaman di sini. Jangan sampai di antara perbedaan ini ada yang merasa mayoritas sehingga bertindak sesukanya,” kata dia. Karena suasana nyaman itu pula, Unitomo kerap dijadikan jujukan sebagai tempat asosiasi mahasiswa dan perkumpulan keluarga dari luar Jawa. Seperti Keluarga Mahasiswa NTT, Keluarga Mahasiswa Minahasa, Keluarga Mahasiswa Aru. “Dan umumnya asosiasi itu diketuai mahasiswa Unitomo,” tutur dia.
Sikap saling menghormati perbedaan begitu kuat dia pegang. Sebab, perasaan terasing karena menjadi bagian dari minoritas pernah dia rasakan dalam kehidupannya. Amiq kecil tumbuh di desa yang begitu kental dengan konflik ideologi. Sebagai anak seorang tokoh Muhammadiyah, keluarganya seakan menjadi musuh masyarakat. Saat itu, cara masyarakat memandang perbedaan masih begitu kuat. Sehingga sikap saling menghargai nyaris tidak muncul.
“Kita dianggap bukan saudaranya, tidak diundang acara keluarga besar, musalanya dilempari, untuk salat hari raya di lapangan juga susah,” kenangnya.
Dari pengalaman itu, Dewan Pakar PBSI Jatim ini belajar banyak tentang cara menghormati perbedaan. Pun ketika menghadapi terpecah belahnya kepemimpinan di Unitomo. Perpecahan itu berhasil diselesaikan sehingga kampusnya kini berada di deretan 100 perguruan tinggi terbaik dari 3.244 PTN dan PTS. “Ayah dan ibu saya adalah guru terbaik untuk menjadikan keragaman sebagai kekuatan,” pungkas dia. [tam]