Bencana Ekologis dan Seruan Moral

Muhammad ShohibOleh :
Muhammad Shohib
Kepala Pusat Studi Perilaku Ekonomi (PSPE) dan Dosen Fak. Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang

Saat ini pencemaran lingkungan di Indonesia seperti gas, polusi udara, kebakaran hutan, asap kendaraan bermotor, tingginya kadar ozon di bumi menjadi persoalan yang akut dan krusial di tingkat dunia International yang harus kita selesaikan secara bersama. Akibat dari menipisnya lapisan ozon, pencemaran lingkungan melalui tanah, udara dan air di Indonesia semakin meningkat sehingga kemungkinan besar pencemaran itu bisa mengancam kesehatan, keselamatan dan kehidupan kita.
Fenomena itu, jelas menyingkap persoalan kerusakan ekologi yang telah mencapai taraf kritis. Pengeksploitasian lingkungan yang tanpa batas, dan konservasi fungsi lahan resapan air menjadi permukiman warga dan industri, itulah melahirkan monster ekologi pemangsa kehidupan di bumi pertiwi ini. Krisis ekologi yang demikian parah itulah kemudian melahirkan bencana ekologis bukan saja banjir di musim penghujan, melainkan juga bencana kekeringan seperti sekarang ini, yang berefek pada kesulitan air bersih dan petani tidak bisa lagi mengairi lahan pertanian mereka.
Bencana dan Krisis Bumi
Persoalan krisis lingkungan tersebut perlu kita atasi secara bersama, di antaranya pencemaran air tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif dan sebagainya.
Persoalannya secara filosofis adalah kenapa lapisan ozon ini perlu kita lindungi? Sebab apa, lapisan ozon merupakan nyawa dari kehidupan bumi ini. Jika lapisan ozon ini dari tahun ke tahun ternyata telah mengakibatkan terbentuknya lubang ozon terutama dikutub bagian selatan. Sehingga penipisan lapisan ozon ini dapat memberikan dampak negatif terhadap manusia, hewan dan tanaman serta bahan bangunan.
Penipisan lapisan ozon merupakan persoalan global yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh satu negara saja. Karena itu, masyarakat International sepakat untuk menanggulangi masalah penipisan lapisan ozon ini dengan menghapus BPO secara bertahap. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam konvensi Wina (1985) tentang perlindungan lapisan ozon dan Protokol Montreal (1987).
Negara Indonesia yang terlibat dalam kesepakatan itu sudah seharusnya mematuhi hukum dan aturan tersebut untuk memberikan perlindungan terhadap lapisan ozon. Pada tahun 1974 Rowlan dan Molina mengembangkan teori Chloroflourocarbon (CFC) yang dapat merusak ozon.
Pembangunan berkelanjutan
Persoalan bahwa fenomena kerusakan ekologi yang kini telah mencapai taraf kritis itu tidak bisa dibiarkan terus berlanjut, tanpa upaya serius untuk mencegah dan melestarikannya kembali alam yang telah rusak itu untuk kehidupan berkelanjutan. Maka, yang dibutuhkan ialah suatu kesadaran, iktikad baik, kemauan keras, sikap yang tegas, dan political will dari pemerintah untuk mengendalikan lingkungan alam yang rusak dan merealisasikan tindakan pelestarian alam yang rusak itu.
Ada sebuah kesadaran yang berlandaskan pada pemikiran bahwa pembangunan harus berkelanjutan, dan kehidupan anak cucu kita tidak bisa didasarkan atau berpijak pada keadaan alam atau ekologi beserta segala ekosistem yang telah rusak. Untuk kelestarian ekologi, demi masa kini dan akan datang, pohon yang ditebang harus diganti agar tetap lestari, sumber daya hutan harus selalu diperbarui.
Singkatnya, kerusakan bumi harus diperbaiki. Dalam arti, pembangunan yang berkelanjutan harus berwawasan lingkungan yang dibarengi dengan penjagaan dan pemeliharaan terhadap alam yang juga harus berkelanjutan. Seperti dalam laporan Brundtland, Our Common Future, 1987, tertulis, `Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
Tujuan inti proses pembangunan berkelanjutan ialah keberlanjutan kehidupan manusia di atas bumi. Ingat, jumlah manusia boleh bertambah, sedangkan alam atau ekologi memiliki keterbatasan’. Dengan demikian, ada dua konsep yang terkandung dalam pembangunan yang berkelan jutan berwawasan lingkungan. Pertama, konsep kebutuhan (needs), bagi seenap umat manusia harus diprioritaskan dalam setiap jejak langkah pembangunan. Kedua, ide keterbatasan kemampuan lingkungan memiliki keterkaitan dengan kebutuhan manusia pada masa sekarang dan akan datang disebabkan penggunaan teknologi dan aktivitas organisasi sosial yang menyangkut kepedulian terhadap alam.
Seruan moral
Keberlanjutan pemenuhan kebutuhan manusia di masa depan merupakan perkara yang amat serius yang harus diantisipasi. Kesalahan antisipasi bisa bermuara pada ketidakberdayaan manusia memenuhi kebutuhannya, terutama pangan dan energi. Apalagi ditambah dengan persoalan krusial yang dihadapi oleh manusia saat ini yang berbarengan dengan keadaan ekologi.
Selain itu, tantangan perubahan iklim yang begitu mengerikan di depan mata kita dan telah menjadi tantangan terbesar abad ini. Karena perubahan iklim yang terus terjadi, ratusan juta manusia kini mulai menderita akibat gagal panen, banjir, angin topan, badai, penyakit tropis yang semakin merajalela, berkurangnya cadangan air bersih, dan kekeringan.
Karena itu, yang diperlukan kini ialah pengendalian perusakan ekologi dengan jalan merombak cara dan isi pembangunan demi mencegah kematian prematur kehidupan di Bumi Pertiwi. Pembangunan tidak boleh diarahkan pada pengeksploitasian sumber daya alam secara habis-habisan, tetapi harus dilakukan dengan cara dan prinsip berkelanjutan dengan mengindahkan ambang batas.
Pengeksploitasian lingkungan tanpa mengindahkan ambang batas ialah dosa besar generasi sekarang terhadap generasi yang akan datang. Dosa adalah sumber kehancuran manusia. Banjir besar ialah cermin dosa-dosa manusia sekarang. Karena itu, bencana ekologis berupa banjir harus dilihat sebagai bentuk gugatan moral sehingga yang diperlukan ialah kesadaran moral dan tanggung jawab manusia untuk memelihara makhluk hidup dan segala sumber daya alam semesta. Karena itu, segala kerusakan di alam semesta ini bukan semata isu politik dan ekonomi, melainkan tantangan moral dan spiritual bagi seluruh umat manusia yang harus dihadapi bersama.
Jadi, untuk menggalang pembangunan berkelanjutan, bukan saja perbaikan praktik kekuasaan dan politik, melainkan pada penggalangan seruan moral publik sekaligus pertobatan ekologis untuk mencegah kerusakan ekologi yang kian parah. Dengan kesadaran dan tanggung jawab moral yang dibangun dengan seruan-seruan moral, diharapkan lahir pula generasi mendatang yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab moral dalam mengelola lingkungan dan memanfaatkan isi bumi dan alam semesta.
Agar kehidupan di muka bumi ini terus berlangsung. Yakni dengan menjaga terus lingkungan hidup kita. Kita harus juga memikirkan nasib generasi yang akan datang bila lapisan ozon terus berkurang. Karena itu, diperlukan kerjasma semua pihak dari pemerintah dan komponen seluruh masyarakat, bahkan antara satu negara dengan negara lain untuk mampu mencegah terjadinya krisis bumi yang akhir-akhir mengancam nyawa umat manusia. Dengan demikian, kelestarian alam dan terawatnya isi bumi atau isi alam semesta tetap terjaga secara berkelanjutan’

                                                                                                             ——————- *** ——————-

Rate this article!
Tags: