Biaya Berantas Hama Tinggi, Petani Apel Mulai Beralih Profesi?

Para petani apel di Kota Batu mulai beralih menjadi petani sayuran.

Kota Batu, Bhirawa
Para petani apel di Kota Batu kini mulai mengalami kejenuhan dan keputusasaan. Akibatnya, produksi apel Kota Batu mengalami penurunan baik secara kuantitas maupun kualitas. Banyak petani apel yang kini berpindah haluan menjadi petani sayur dan bunga.
Banyak faktor yang menyebabkan para petani apel enggan untuk melanjutkan pertanian yang telah digelutinya puluhan tahun. Faktor paling dominan besarnya biaya perawatan yang harus dikeluarkan untuk mempertahankan pohon apel milik petani. Hal ini diakibatkan adanya hama, penyakit, PH tanah, hingga mahalnya pupuk dan obat untuk pohon apel.
“Adanya hama dan penyakit membandel seperti kutu sisik memang jadi masalah besar. Untuk memberantas itu kita harus mengeluarkan dana yang cukup besar,”ungkap petani Apel Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji,  Suprapto, Senin(16/10).
Untuk membunuh hama, lanjutnya, dosis bahan kimia yang digunakan cukup besar. Bahkan terkadang petani harus bergonta-ganti obat dengan merk yang berbeda untuk memberantas hama yang ada. Namun tidak semua usaha tersebut berhasil. Mereka lagi-lagi harus rela merogoh koceh yang besar agar pohon apelnya tidak mati.
Beberapa petani mengaku gagal total merawat pohon apel miliknya meskipun sudah mengeluarkan budget anggaran yang tinggi.
“Di Desa Bumiaji, sekarang banyak orang yang nggak menanam lagi pohon apel. Karena ganti-ganti obat gak mempan untuk memberantas hama,”tambah Suprapto. Dan kondisi ini mengakibatkan pembengkakan pada biaya hingga membuat petani putus asa.
Akhirnya mereka menyerah untuk menanam apel. Dan memilih alternatif menanam selain buah apel, yaitu sayuran, dan bunga. Ada juga petani yang mulai mengembangkan tanaman buah jeruk varietas Kota Batu, yakni Keprok 55. Petani mengaku memilih tanaman bunga dan sayuran karena memiliki masa tanam yang cukup pendek.
Dengan memilih tanaman sayuran atau bunga, mereka yakin perawatannya akan lebih mudah dan hasil panen yang lebih menjanjikan.
Kondisi ini diperburuk dengan banyaknya petani terpengaruh dengan perkembangan wisata di Kota Batu yang akan mempengaruhi pada harga tanah. Akibatnya, beberapa petani apel mulai berdalih berbisnis properti.
“Seperti di Desa Punten memang tidak dipungkiri banyak orang yang lebih menjual tanahnya karena alasan hasil tidak sebanding dengan pengeluaran yang banyak. Kemudian tergiurlah mereka dengan harga tanah yang sekarang tinggi,”ujar salah satu warga Punten,Rudi.(nas)

Tags: