Bisa Praktik Langsung, Targetnya Bantu Siswa Mengenali Warisan Budaya

Siswi di Tulungagung belajar membuat sketsa aneka motif batik. Agar mencintai warisan budaya, SMPN 3 Tulungagung memasukkan seni membatik menjadi pelajaran wajib dan masuk dalam kurikulum sekolah.

Siswi di Tulungagung belajar membuat sketsa aneka motif batik. Agar mencintai warisan budaya, SMPN 3 Tulungagung memasukkan seni membatik menjadi pelajaran wajib dan masuk dalam kurikulum sekolah.

Tulungagung, Bhirawa
Setiap  2 Oktober ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2009. Pejabat dan masyarakat pun diminta mengenakan batik setiap tanggal tersebut. Apa yang dilakukan Tulungagung menarik, agar siswa mencintai kekayaan bangsa ini, seni membatik telah masuk kurikukum sekolah.
Tak banyak yang tahu, ternyata seni membatik telah menjadi materi pelajaran wajib dan masuk kurikulum pengajaran/pendidikan di SMP Negeri 3 Tulungagung  sejak empat tahun terakhir. Upaya itu dilakukan agar budaya dan keberadaan perajin batik tetap eksis.
“Kami mengadopsi materi kesenian batik tulis kepada para siswa karena tren populasi perajinnya yang terus menurun,” kata Gurun Seni Budaya, Anam Wahyudiono di sela kegiatan praktikum membatik di salah satu ruang kelas VII SMPN 3 Tulungagung, Kamis (2/10).
Ia mengaku tidak memiliki target muluk dengan dimasukkannya materi pelajaran batik tulis dalam kurikulum pendidikan di sekolahnya.
Selain memang memiliki pengetahuan tentang kerajinan membatik untuk diajarkan pada siswa didik di sekolah, Anam mengatakan pihaknya sementara hanya ingin memperkenalkan warisan seni budaya daerah dan menjadi ikon produk nasional tersebut.
“Kebetulan dalam kurikulum 2013 ini sudah dimasukkan pula materi batik tulis sebagai salah satu kesenian bermuatan lokal. Tapi SMPN 3 Tulungagung sebenarnya telah memasukkan studi ini sebagai materi pelajaran kesenian yang wajib diikuti seluruh siswa,” terangnya.
Namun memang tidak semua kelas mendapat pelajaran membatik. Sebagaimana kurikulum yang telah disusun dan diadopsi pihak sekolah, pelajaran seni batik tulis hanya diberikan kepada siswa kelas VII, selama kurun dua semester.
“Semester pertama pelajarannya adalah membuat sketsa aneka motif batik, baik dengan mencontoh motif yang diberikan di sekolah ataupun melalui kreasi sendiri. Baru semester dua kami berikan praktikum membatik tulis secara berkelompok ataupun perorangan,” terang Wakil Kepala SMPN 3 Tulungagung bidang Kurikulum, Ahmad Syaiku.
Sekalipun materi pelajaran seni batik tulis masih tergolong baru dan belum banyak diadopsi sekolah lain, di SMPN 3 Tulungagung animo siswa justru tinggi.
Dua siswi kelas IX yang ditunjuk pihak sekolah untuk mempraktikkan kemampuan membatik di hadapan sejumlah wartawan bahkan mengaku senang tiap kali diberi kesempatan melukis aneka motif batik di atas kain polos yang disediakan pihak sekolah.
“Ya kami senang karena banyak tahu tentang ilmu membatik, berlatih untuk sabar, telaten, dan semangat kebersamaan saat praktikum dilakukan secara berkelompok,” tutur Fira Adiniar (15), siswi kelas IX.
Hal senada dikemukakan Fransiska Milenia (14), rekan sekelas Fira Adiniar. Fransiska mengatakan, pelajaran seni batik tulis telah membantu para siswa mengenali warisan budaya bangsa, berikut aneka motif serta makna yang terkandung di dalamnya.
Lebih dari itu, kata dia, pelajaran yang mengadopsi muatan lokal seperti batik tulis telah mendorong kecintaan mereka terhadap produk batik khas daerah setempat, seperti barong gung, gajah mada, satria manah dan aneka motif tradisional daerah masing-masing. [wed]

Tags: