BPBD Pasang CCTV di Kawah Gunung Bromo

BPBD Pasang CCTV di Kawah Gunung BromoProbolinggo, Bhirawa
Badan Penanggulangan Bencan Daerah (BPBD) Kabupaten Probolinggo, akan pasang alat pendeteksi visual aktivitas Gunung Bromo tersebut, berupa CCTV (Closed Circuit Television) kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Upaya ini dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan dan antisipasi terhadap aktivitas gunung Bromo yang erupsi dengan siklus lima tahunan.
Menurut Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Probolinggo Dwijoko Nurjayadi, Selasa (20/10)  mengatakan, selama ini pihaknya rutin mendapatkan informasi aktivitas gunung Bromo dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Bromo di Cemorolawang Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura. Hanya saja, sesuai aturan baru PGA Bromo harus melaporkan ke Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung.
“Dari aturan baru tersebut, kami baru bisa menerima aktivitas gunung Bromo dari BMKG. Akhirnya kami berinisiatif untuk mengusulkan CCTV. Rencananya kami akan memasang tiga kamera di kawah Bromo, Pos PGA Bromo dan Pundak Lembu,” katanya.
Kamera CCTV menggunakan energi listrik solar cell (sel tenaga matahari). “Nantinya hasil dari visual CCTV ini akan dikirim ke Pusdalops PB (Pusat Pengendali Operasi Penanggulangan Bencana) Kabupaten Probolinggo,” ujarnya.
Pemasangan kamera CCTV ini, bermanfaat untuk mengetahui lebih dini aktivitas gunung api Bromo secara visual. Setelah mendapatkan aktivitas visual Bromo, nantinya BPBD akan melakukan konsultasi ke Pos PGA Bromo secara teknis mulai dari gempa tektonik dan dalam sehingga bisa menentukan levelnya. “Kalau asapnya putih itu normal,” tandasnya.
Dikatakannya, pemasangan kamera CCTV ini untuk menambah alat deteksi bencana selain banjir. Alat deteksi kebencanaan itu meliputi gempa, erupsi dan banjir. Sementara untuk longsor sudah ada tetapi belum efektif.
Khusus untuk alat deteksi kebencanaan harus berstandar SNI. Termasuk personel BNPB dan BPBD. “Setidaknya dengan adanya CCTV ini akan mempermudah kerja sama dalam memantau aktivitas gunung Bromo ke depan,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakannya, saat ini yang bisa kami lakukan adalah melaksanakan simulasi, dimana Tim gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), relawan, TNI, dan anggota kepolisian bahu membahu menggelar simulasi di lapangan Sukapura karena Gunung Bromo yang mempunyai ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut itu masih dinyatakan sebagai gunung aktif.
Simulasi bertujuan untuk mengantisipasi masyarakat dan pihak terkait apabila gunung bromo kembali meletus, karena ketika melihat pada peristiwa erupsi tahun 2010 lalu, sedikitnya ada 30 ribu Kepala Keluarga (KK) di lima kecamatan yaitu Kecamatan Sukapura, Lumbang, Kuripan, Sumber, dan Wonomerto menjadi korban.
“Jika gunung berkawah itu kembali meletus maka sedikitnya 30 ribu KK akan terancam dan akan menjadi daerah terdampak bencana letusan gunung bromo, sehingga kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk lebih waspada dan mengedukasi masyarakat tentang warga yang menjadi prioritas untuk diselamatkan seperti para lansia, wanita hamil, anak-anak, serta warga yang sakit,” imbuhnya.
Siklus erupsi bromo tercatat terjadi setiap lima hingga enam tahun sekali, dan tercatat dalam dua dekade ini gunung bromo meletus pada tahun 1994, 1996, 2000, 2004, dan terakhir pada 2010 lalu, tambahnya. [wap]

Tags: