BPBD Prediksi Banjir 2014 Lebih Ekstrim Dibanding 2015

Banjir setinggi dada orang dewasa yang terjadi di Cerme Gresik setelah Kali Lamong meluap, Minggu (21/12).

Banjir setinggi dada orang dewasa yang terjadi di Cerme Gresik setelah Kali Lamong meluap, Minggu (21/12).

Pemprov, Bhirawa
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim memprediksi, bencana banjir di Jatim pada Januari 2015 nanti tak separah banjir pada Januari 2014 lalu. Prediksi itu berdasarkan analisa BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) yang memperkirakan curah hujan Januari 2015 lebih ringan dibanding Januari 2014 lalu.
“Berdasarkan prediksi BMKG, curah hujan akan terjadi puncaknya pada Januari nanti. Sedangkan kalau melihat prediksi curah hujan di Jatim, pada 2015 nanti tidak lebih ekstrim dibanding 2013 dan 2014 lalu,” kata Kepala BPBD Provinsi Jatim Sudharmawan,  Minggu (21/12).
Sudharmawan menjelaskan, berdasarkan prediksi BMKG, selama Desember ini curah hujannya tergolong sedang. Yaitu antara 200 – 300 mili meter (mm) yang mencapai 51,69 persen. Sedangkan curah hujan tinggi yaitu antara 301 – 400 mm mencapai 20,32 persen, sangat tinggi 401 – 500 mm 1,70 persen dan dengan curah hujan di atas 500 mm hanya 0,11 persen.
“Itu artinya, curah hujan selama Desember tahun ini mayoritas termasuk hujan sedang. Daerah yang curah hujannya tinggi seperti Blitar, Kediri dan daerah pegunungan lainnya di Jatim. Untuk itu, saya berharap daerah-daerah yang masuk dalam curah hujan tinggi untuk waspada banjir dan longsor,” katanya.
Sedangkan prediksi curah hujan pada Januari 2015 nanti, yang sedang antara 201 – 300 mm mencapai 59,18 persen sedangkan pada 2014 lalu 43,47 persen. Kemudian tinggi antara 301 – 400 mm sebanyak 31,57 persen dan pada 2014 lalu sebanyak 40,58 persen. Lalu, sangat tinggi 401 – 500 mm sebanyak 7,08 persen dan pada 2014 lalu mencapai 10,43 persen.
“Sedangkan yang lebih dari 501 mm hanya 1,13 persen dan pada 2014 lalu mencapai 3,28 persen. Daerah yang curah hujannya tinggi yaitu daerah pegunungan seperti Probolinggo, Situbondo dan Kediri,” jelas Sudharmawan.
Sementara itu, berdasarkan rilis yang diterima Bhirawa dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), juga memprediksi curah hujan bakal terjadi puncaknya pada Januari 2015 nanti. Hal itu berdasarkan pola kejadian bencana di Indonesia, Januari adalah puncak kejadian bencana. Sebab lebih dari 90 persen bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi yaitu banjir, longsor, puting beliung, kekeringan, cuaca ekstrem, dan kebakaran hutan lahan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, bencana hidrometeorologi berkorelasi positif dengan pola curah hujan. Sebagian besar wilayah Indonesia puncak hujan terjadi pada Januari. Selama Desember-Maret, hujan akan tinggi sehingga pada bulan ini banyak banjir, longsor dan puting beliung.
“Di Indonesia, rata-rata kejadian bencana 1.295 kejadian per tahunnya. Tiga daerah paling banyak bencana adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur karena memang penduduknya banyak di daerah ini,” jelasnya.
Bencana hidrometeorologi, lanjutnya, tidak terjadi tiba-tiba tetapi akumulasi dan interaksi dari berbagai faktor seperti sosial, ekonomi, degradasi lingkungan, urbanisasi, kemiskinan, tata ruang. Misal, banjir yang saat ini menggenangi daerah Dayeuhkolot, Baleendah, dan lainnya di Bandung Selatan.
Banjir serupa pernah terjadi sejak 1931 karena wilayah tersebut adalah Cekungan Bandung yang seperti mangkok di DAS Citarum. Hal yang sama juga terjadi di banjir Bojonegoro, Tuban, Gresik, Cilacap dan sebagainya yang saat ini banjir.
Menurut dia, bertambahnya penduduk yang akhirnya tinggal di daerah rawan bencana adalah konsekuensi dari lemahnya implementasi tata ruang dan penegakan hukum. Kawasan industri dibangun pada daerah-daerah rawan bencana. Masyarakat dibiarkan tinggal di daerah rawan banjir dan longsor tanpa ada proteksi yang memadai.
“Banjir dan longsor sebenarnya adalah bencana yang dapat diminimumkan risikonya. Sebab kita sudah tahu kapan, dimana dan apa yang harus dilakukan. Kunci utama itu semua adalah mitigasi struktural dan nonstructural komprehensif, penataan ruang dan penegakan hukum,” pungkasnya.

Jembatan Rawan Ambrol
Sejumlah jembatan yang ada di Kabupaten Bojonegoro kondisinya rawan ambrol. Bahkan sejumlah jembatan kondisinya sudah ambrol dan baru diperbaiki secara darurat. Rata-rata jembatan yang ambrol tersebut karena tanahnya longsor akibat tergerus arus.
Salah satunya seperti yang terjadi di Desa Samberan, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro. Kondisi pancang penahan jembatan putus dan tanah di sekitar dan bawah jembatan longsor. Jembatan di atas Sungai Mengkuris itu kondisinya mengkawatirkan.
Kepala Desa Samberan, Kecamatan Kanor Arif Rohman mengatakan, jembatan alternatif tersebut baru diperbaiki sekitar sebulan terakhir. Namun perbaikan hanya mengganti papan perlintasan. “Perbaikan hanya sebatas mengganti papan kayunya saja,” ujarnya, Minggu (21/12).
Namun, kata dia, perbaikan secara fisik untuk pancang penahan jembatan dan bronjong penahan tanah tersebut kini sudah diajukan ke Dinas Peekerjaan Umum (DPU) agar dilakukan perbaikan. Pengusulan perbaikan, lanjut dia, diusulkan pada  Februari 2014 lalu. “Petugas Dinas PU juga sudah meninjau lokasi. Mungkin pembangunannya akan menggunakan dana sharing desa dan kabupaten,” terangnya.
Jembatan alternatif penghubung aantara Kecamatan Kanor dan Sumberejo itu rencananya akan dibangun beton. Sebab, jika masih menggunakan papan kayu setiap tahun harus mengganti. Pancang jembatan yang ambrol itu sudah terjadi sekurangnya tiga tahun terakhir.Selain di Desa Samberan, jembatan yang ambrol juga terjadi di Dusun Boti, Desa Turi, Kecamatan Tambakrejo. Jematan tersebut ambrol akibat diterjang banjir bandang beberapa waktu lalu. Kini jembatan itu baru dibangun dengan jembatan alternatif yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua.
Sementara, Seksi Pembangunan dan Pemeliharaan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Bojonegoro Chusaivi Ivan mengatakan, di seluruh Kabupaten Bojonegoro ada sekitar 900 titik jembatan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Jemabatan tersebut kondisinya banyak yang perlu perbaikan. “Kalau jembatan di kota, kondisinya bagus. Sedangkan jembatan di pedesaan kondisinya perlu diperbaiki,” jelasnya.
Sementara dari Gresik dilaporkan Kali Lamong meluap lalu menggenangi puluhan desa di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Cerme, Benjeng, dan Balongpanggang. Saat ini, sebagian warga dievakuasi ke tempat yang tidak terendam banjir.
Salah satu desa yang paling parah tergenang banjir hingga setinggi dada orang dewasa, adalah Desa Iker-Iker Geger, Kecamatan Cerme, Gresik. Desa yang dihuni 2.000 warga lebih itu, baru 15 persen warganya yang dievakuasi. Itupun warga yang berusia 60 tahun.  “Baru sedikit warga yang dievakuasi oleh petugas Satpolair Polres Gresik dan BPBD,” ujar Kepala Desa Iker-Iker Geger, Kristono.
Dari pantauan di lapangan, petugas Satpolair Polres Gresik dibantu relawan secara bergantian mengevaluasi warga yang membutuhkan pertolongan. Selain mengevakuasi, petugas juga membawa bantuan makanan maupun minuman dari posko ke warga. “Kami secara bergantian mengevakuasi warga,” kata Kasatpolair AKP Arisandi,” tuturnya.
Hingga saat ini, ketinggian air di Desa Iker-Iker Geger masih tinggi. Tidak menutup kemungkinan bisa lebih jika turun hujan lagi. [iib,bas,kim]

Tags: